SANGGAU, metro7.co.id – Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sanggau Yesaya Poulorossi P Antang dikonfirmasi wartawan terkait rencana eksploitasi tambang emas yang dilakukan PT Satria Pratama Mandiri (SPM) di Desa Inggis Kecamatan Mukok menyampaikan, berdasarkan dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang dikantonginya menyebutkan bahwa PT SPM tidak mengantongi izin melakukan penambangan emas di sungai Kapuas.

“Kami punya dokumen AMDALnya. Mereka (PT. SMP) punya izin di darat, bukan di sungai,” kata Yesaya Poulorossi P Antang kepada wartawan, Rabu (25/1).

Obob, sapaan akrabnya itu mengaku sangat menyayangkan bahwa pihaknya di Kabupaten Sanggau tidak diberikan kewenangan terkait perizinan tambang oleh Pemerintah Pusat..

“Masalahnya sektor pertambangan sudah bukan kewenangan kami lagi. Kewenangan sepenuhnya ada di kementerian untuk pengawasannya,” ujar Obob.

Meskipun begitu, Obob menegaskan bahwa sepengetahuannya, Sungai sepadan tidak boleh ada aktifitas penambangan emas.

“Kalau di darat setahu saya berdasarkan dokumen AMDAL mereka punya, tapi di sungai mereka tidak punya izin,” tegas dia lagi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PT SPM yang mengantongi izin penambangan emas di Kecamatan Kapuas dan Mukok berencana akan melakukan eksploitasi emas di sungai Kapuas.

Berdasarkan laporan masyarakat setempat, para penambang yang dilibatkan adalah para penambang yang dulunya pernah melakukan penambangan emas secara ilegal di sungai Kapuas.

“Dugaan saya, para penambang yang dulunya ilegal ini memanfaatkan PT SMP agar terlihat legal dalam melakukan eksploitasi emas di sungai,” ungkap pengamat hukum Kabupaten Sanggau, Munawar Rahim kepada wartawan.

Menurut Undang-undang trentang pengeloaaan lingkungan hidup dan Undang-undang minerba, tegas Munawar, tidak boleh melakukan penambangan emas di sungai. Bahkan, aktifitas penambangan di darat diatur jaraknya minimal 100 meter dari bantaran sungai.

“Saya siap bedebat kalau soal ini. Undang-undangnya jelas. Bagi yang melanggar pidananya ada. Pertanyaan saya, siapa yang bisa menjamin perusahaan tidak membuang limbahnya di sungai?. Kata ESDM yang saya dengar mereka melakukan pengawasan tiap tahun, itukan lucu lagi, sementara aktifitas penambangan dilakukan setiap hari, ini konyol namanya, kan kasihan warga di bantaran sungai kena limbahnya,” beber Munawar.

Munawar mengaku heran dengan Kementerian ESDM yang memberikan izin penambangan emas di sungai. Menurutnya, dari pada memberikan izin kepada pengusaha, alangkah baiknya memberikan izin kepada masyarakat setempat dalam bentuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“Karena apa, di Inggis itu setahu saya dari dulu warganya hidup dari penambangan emas. Alangkah baiknya berikan izin WPR ke masyarakat. Kalau bicara pajak, masyarakat yang ikut WPR juga bayar pajak, bukan hanya perusahaan. Kalau di berikan ke masyarakat, ekonomi masyarakat disitu saya yakin akan semakin baik,” jelas Munawar.

Masih dikatakan Munawar, berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam yakni sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak basis persaingan serta atas asas yang sangat individualistik.

“Dipasal ini jelas menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kesimpulannya, kalau pemerintah ingin masyarakat makmur, berikan mereka izin WPR. Jadi saya minta izin PT. SPM ini ditinjau ulang, berikan masyarakat izin WPR,” tegasnya.

Penjelasan Obob dan pengamat hukum Sanggau ini berbeda dari penjelasan yang disampaikan Staf Disperidag ESDM Kalbar, Sugiarto, saat sosialisasi di kantor Desa Inggis beberapa waktu lalu. Dihadapan warga, Sugiarto menjelaskan terkait pertanyaan salah seorang warga terkait kebolehan melakukan aktivitas penambangan emas di sungai.

“Kalau sebatas izin wilayah penambangan, dan di situ juga ada berpotensi, terkait ini adalah emas, hak kelolanya memang ada untuk perusahaan. Nanti soal pelaksanaanya diatur secara teknis dan lingkungan yang baik,” ujarnya.

Bagaimana dengan potensi kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati sungai jika dilakukan aktivitas penambangan?

“Kalau namanya tambang ini, pastilah menimbulkan dampak lingkungan. Itu tidak bisa kita pungkiri. Hanya saja dalam teknik penambangannya diatur dalam penambangannya ramah lingkungan,” terang Sugiarto.

Pemerintah, lanjut dia, pasti mengawasi. Ada pengawasan khusus setiap tahun dari pemerintah untuk semua wilayah tambang, tidak hanya PT. SPM.

“Dipantau pemerintah, apakah dia sudah melakukan penambangan dengan baik atau tidak. Kalau tidak pasti diberikan diingatkan dan diberi peringatan,” sebutnya.

Terkait izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Sugiarto juga menyebut AMDAL sudah tercakup dalam izin lingkungan yang dikantongi PT. SPM.

“Sudah ada izin lingkungan sudah masuk AMDAL. AMDAL itu ada proses dokumennya. Nanti dituangkan dalam bentuk izin lingkungan. Sudah disampaikan. Nomornya juga ada. Terkait teknisnya, mungkin dokumen AMDAL-nya sudah ada di Dinas Lingkugan Hidup,” katanya.

Pun demikian jalur sungai. Soal lalu-lintas sungai akan diatur jarak aman, dan lokasi yang tidak menyebabkan gangguan.

“Itu yang diatur secara teknis oleh penambang. Itu juga sudah terkoordinir dan terakumulasi dalam AMDAL. AMDAL itu kan berbagai unsur. Kalau sudah keluar, berarti sudah berkoordinasi dengan baik,” ujarnya.

Sugiarto juga menegaskan, bagi masyarakat enggan menyarahkan lahanya, meski masuk dalam izin PT. SPM, pihak perusahaan tak dapat memaksa.

“Masih ada lahan-lahan lain yang bisa dikerjakan. Masyarakat dan perusahaan bisa berkoordiansi dengan baik. Itu harapan,” pungkasnya.