Oleh Andang Suherman (Ketua JNI Banten)

MENJALANI hidup di bawah bayang – bayang kesusahan menapaki garis kemiskinan sebuah ujian menakar kesabaran sambil sesekali menelan ludah, merupakan kebiasaan sehari – hari.

Pandangan jauh kedepan disertai kerutan kening dan wajah terlihat sedikit kusam, memperjelas betapa beratnya beban yang dipikulnya.

 

Bersandar pada dinding anyaman bambu (Bilik) sesekali merasakan tiupan angin masuk dari celah dinding memberikan kesejukan tersendiri, meskipun jika malam tiba dengan guyuran air hujan kerap terasa percikan air membasuh muka lantaran atap yang rapuh dan bolong.

 

Bukan saja kebutuhan papan, tetapi sandang dan pangan kerap dikeluhkan, kendati begitu terkadang ketegaran akibat terbiasanya menjadi kekuatan untuk terus bertahan meskipun berat dijalani.

 

Kehadiran pemerintah dengan beragam bantuan mulai dari bantuan Rumah Tidak Layak Huni, Bantuan Sembako, Bantuan Kesehatan, Bantuan Pendidikan dan banyak lagi bantuan lainnya, seperti Bantuan Permodalan usaha BPUM, menjadi tumpuan penopang hidupnya.

 

Akhir – akhir ini keluhan demi keluhan kerap dirasakan warga miskin, terutama keluhan kebutuhan pangan. Mengandalkan uluran tangan pemerintah meski bantuannya lancarĀ  mengalir namun tetap saja mereka masih merasakan kebocorannya.

 

Fakta – fakta kebocoran setiap program pemerintah membantu warga miskin dapat terungkap jika saja pihak berwenang mau mengungkapnya. Namun entah apa terkadang semua hanya harapan semata dan menjadi sebuah isapan jempol belaka.

 

Bayangkan semisal kebocoran dalam Program Permodalan Usaha Mikro (BPUM), penerima manfaat hanya kebagian separuhnya dari bantuan, karena sisanya dicatut oknum tak bertanggung jawab.

 

Sementara program lain seperti Bantuan Pangan Non Tunai, penerima manfaat hanya menerima jumlah sembako yang tidak sesuai dengan jumlah bantuan yang semestinya mereka terima yakni sebesar Rp.200.000. Karena hampir kebanyakan sembako yang diterima jika dinilai dengan harga pembelian paling tidak hanya dikisaran Rp.160.000,- kemana sisa yang Rp.40.000 dan itu seharusnya kembali ke saldo penerima manfaat, tapi ironisnya uang penerima manfaat di saldo ludes semua. Tak Hanya itu, komoditi yang diterima juga kerap terjadi kebusukan dan kurangnya jumlah kuantitas.

Begitulah ringkasan cerita nasib rakyat miskin yang telah terampas hak – haknya. Dan, untuk menyelesaikan masalah tersebut, butuh kehadiran semua pihak, agar tak ada lagi hak rakyat miskin terabaikan bahkan terampas akibat ulah para maniak penabur dosa.[]