BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Selain dikenal sebagai produsen terbesar timah dunia, Bangka Belitung (Babel) juga diketahui memiliki komoditas pasir putih dengan kandungan silika terbaik.

Di Pulau Bangka, pasir silika ini terhampar luas, baik di perairan laut maupun daratan. Pasir silika sendiri memiliki banyak manfaat di ragam industri, seperti untuk pembuatan kaca, gelas, panel surya, semikonduktor, konstruksi, produk bangunan dan lainnya.

Menyoroti pengusahaan mineral putih tersebut, organisasi masyarakat (ormas) Barisan Elemen Masyarakat Peduli Ekonomi Rakyat (BEMPER), merilis kajian organisasi terkait hilirisasi pasir silika tersebut.

Dalam keterangan, Selasa (28/5) siang, Ketua BEMPER, Syamsu Rizal mengatakan, pasir silika merupakan komoditas tambang yang potensial dimaksimalkan industri hilirnya, sesuai dengan agenda hilirisasi nasional yang digalakkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Program hilirisasi ini justru sejalan dengan misi Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan nilai ekonomi barang tambang melalui optimalisasi industri hilir di daerah,” ungkap Syamsu Rizal melalui keterangan tertulis.

Di sektor teknologi, ujar Syamsu mencontohkan, hilirisasi pasir silika ini berpeluang optimasikan ekosistem industri semikonduktor nasional.

Sebagai catatan, untuk tahun ini saja penjualan semikonduktor diperkirakan mencapai US 600 miliar, meningkat 13,1 persen dibanding tahun 2022, bila merujuk data Asosiasi Industri Semikonduktor.

“Indonesia punya bahan baku untuk teknologi semikonduktor, yaitu pasir silika, maka inovasi maupun pengembangan teknologi di Indonesia harus dipercepat agar mampu bersaing dengan negara lain,” imbuhnya.

Terkait kualitas, Syamsu mengatakan penelitian tim dosen ITB pada Maret 2022 lalu menyatakan pasir kuarsa di Pulau Bangka punya kandungan silika berkisar 69,8 – 95,6 persen, besi oksida antara 11.000 – 18.000 ppm (part per million), titanium oksida sebesar 130 – 420 ppm, dan aluminium oksida dengan kisaran 2.650 – 17.210 ppm.

Penelitian itu berkolaborasi dengan Dinas ESDM Provinsi Babel, Universitas Palangkaraya, SMAN 1 Pangkal Pinang, PT Mitra Persada Resources, PT Sumber Energi Sukses Makmur, termasuk PT Timah Tbk, dengan mengambil 17 sampel pasir kuarsa yang diperoleh dari beberapa wilayah di Babel.

Dengan kualitas kandungan yang tinggi, alih-alih dijual mentah ke luar Babel, pasir silika di Pulau Bangka dia katakan mesti lah dikelola di daerah sendiri, supaya ada nilai tambah ekonomi untuk wilayah asal bahan baku.

Bila hal itu terwujud, implikasi positifnya papar Syamsu, tentu akan meningkatkan nilai ekonomi komoditas silika, mengoptimalkan pendapatan asli daerah, dan membuka peluang kerja baru untuk masyarakat.

Sebagai organisasi yang concern mengangkat isu-isu ekonomi kerakyatan, pihaknya pun turut setuju bila ada investor yang mau membangun pabrik silika di Babel, mengingat ketersediaan bahan bakunya yang juga melimpah.

Syamsu mencontohkan pabrik silika di Wiraraja, Batam, yang dibangun anak usaha Mirah Green, yaitu PT Tynergy Technology Group (Tyenergy), berhasil menyerap investasi sebesar US$140 juta ke Provinsi Kepulauan Riau itu.

Investasi tersebut digunakan untuk membangun pabrik pengolahan silika secara terpadu, yang mendukung kelangsungan ekosistem industri panel surya dan semikonduktor.

Sementara Pulau Bangka sendiri yang memiliki sumber bahan baku pasir silika, bahkan terbesar kedua setelah Kalimantan Selatan, kata Syamsu, ironisnya malah minim investasi yang masuk.

Padahal, keluh Syamsu, Kabupaten Bangka ini punya potensi tambang pasir untuk bahan baku silika yang tersebar di beberapa lokasi seperti Air Kantung, pantai Matras, Tuing, dan lainnya.

Peluang tersebut dia katakan semestinya dapat menjadi prioritas pemerintah daerah, agar Babel pun ke depan bisa kurangi ketergantungannya akan timah.

BEMPER, tegasnya, mendukung penuh hilirisasi pasir silika selama mau ikuti aturan dan hukum yang berlaku, serta memberikan manfaat nyata untuk masyarakat.

Karena dia berkata, sudah saatnya pemerintah daerah melirik komoditas alternatif seperti pasir silika ini, sebagai diversifikasi usaha tambang selain timah.

Sementara, berkaitan dengan kasus tata kelola niaga timah yang belum juga tuntas, Syamsu berharap masalah tersebut bisa segera selesai, supaya iklim pertimahan di Babel bisa kembali pulih dan normal seperti sediakala.

“Kami berharap pengelolaan tambang timah jadi lebih baik lagi dalam memberikan manfaat yang nyata dan luas untuk masyarakat, serta kegiatan ekspor timah pun bisa kembali berjalan lancar, ekonomi bangkit dan meningkat,” tutup Syamsu yang dikenal sebagai aktivis generasi era orde baru tersebut.