Harmonisasi Beragama di Wonosobo : Keberagaman yang Menjadi Kekuatan Bersama
WONOSOBO, metro7.co.id – Wonosobo, sebuah kota yang memukau di Indonesia, telah menjadi bukti hidup bahwa keragaman agama bisa menjadi kekuatan yang mempersatukan. Melalui pendekatan yang inklusif, kota ini telah menciptakan landasan kokoh untuk harmoni antar umat beragama, menjadi contoh gemilang bagi kesatuan dalam perbedaan keyakinan.(17/12/2023)
Dyah Dewi Ratnasari, seorang pendeta dan penyuluh di Kementerian Agama Wonosobo, bersaksi tentang keindahan harmoni agama di kota ini. Dia menyoroti pertumbuhan luar biasa komunitas Kristen dengan lebih dari 8000 jemaat yang tersebar di berbagai kecamatan. Faktor keberagaman ini menjadi landasan kuat bagi kerukunan antar umat beragama di Wonosobo.
“Dari Leksono hingga Selomerto, daerah-daerah ini memiliki jumlah jemaat Kristen yang signifikan. Misalnya, Selomerto, dengan GKJ Bendungan sebagai pusatnya, menampung hampir 2000 jemaat dan 7 cabang gereja lainnya,” kata Ratnasari.
Adapun kehadiran Gereja Kristen Jawa (GKJ) dengan 1.200 jemaat serta Gereja Kristen Indonesia (GKI) juga ikut memperkukuh keberadaan umat Kristen di wilayah Kota Wonosobo.
Pentingnya harmoni antar umat beragama ditekankan Ratnasari dalam diskusinya mengenai hubungan antara komunitas Kristen dan Kementerian Agama. Usaha untuk mendapatkan dukungan keuangan bagi pengajar keagamaan dari Pemerintah Daerah menjadi bukti komitmen serius Pemda Wonosobo terhadap keberagaman agama di daerah ini.
Namun, dinamika yang terjadi antara Kristen dan Kementerian Agama juga menjadi sorotan. Perbedaan dalam pola pikir (“shock culture”) di antara keduanya, kontroversi terkait keberadaan ASN Kristen yang belum sepenuhnya terintegrasi di lingkungan Kementerian Agama, serta kebebasan gereja dalam beroperasi secara mandiri menjadi beberapa isu yang diungkapkan Ratnasari.
Ratnasari juga menyoroti alokasi anggaran Kementerian Agama yang cenderung lebih besar untuk umat Muslim, sementara hanya sebagian kecil dialokasikan untuk lima agama lainnya. Kendala dalam bidang pendidikan, seperti kekurangan pengajar di sekolah-sekolah Kristen, juga menjadi perhatian utama. Meskipun rencana untuk membuka posisi guru dengan skema PPPK, kenyataannya hanya satu yang disetujui oleh bupati dan BKD.
Keunikan Wonosobo bukan hanya terletak pada pemandangan alamnya yang memesona, tetapi juga pada kehangatan dalam keberagaman agamanya. Umat beragama di sini tidak hanya hidup berdampingan, tetapi juga terlibat dalam kegiatan bersama yang memperkuat hubungan mereka.
Inisiatif seperti desa moderasi beragama menjadi tonggak penting dalam memupuk toleransi dan pemahaman antar komunitas agama. Saat perayaan Natal, mereka tidak hanya merayakannya dalam lingkup Kristen, tetapi juga mengundang umat Muslim dalam resepsi yang penuh kehangatan. Berbagai kegiatan keagamaan juga melibatkan beragam komunitas, menampilkan pengiring gamelan dari penganut kepercayaan dan acara “gusdurian” di mana gereja juga berkontribusi dalam kegiatan keagamaan.
“Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) juga memainkan peran kunci dalam memperkuat kebersamaan. Melalui agenda tahunannya, seperti grebek Suran, FKUB berhasil menyelenggarakan kegiatan yang menggabungkan berbagai unsur agama,” ungkap Ratnasari saat dikonfirmasi metro7.
Ketua FKUB Jateng Taslim Syahlan mengakui penerapan moderasi beragama di Wonosobo sangat nyata. Hal itu ditandai dengan 4 indikator moderasi beragama di daerah ini yang berjalan cukup baik.
“Moderasi beragama bisa terwujud dengan 4 indikator, yakni komitmen tentang kebangsaan (4 pilar), toleransi (terwujudnya ukhuwah Islamiyah, wathoniyah dan basyariyah), anti kekerasaan dan merawat tradisi (kearifan lokal),” katanya di sampaikan pada Saresehan Kebangsaan, Praktek Baik Moderasi Beragama di Aras Lokal” yang digelar FKUB Provinsi Jawa Tengah di Aula KBIH Al Mansur Kauman Wonosobo, Selasa (10/10/2023).
Staf Khusus Menteri Agama, Wibowo Prasetyo, terungkap praktik terbaik harmoni beragama di Kabupaten Wonosobo. Wonosobo, tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tapi juga karena kerukunan masyarakat yang memiliki keyakinan yang berbeda.
“Sikap saling hormat dan menghormati antarpemeluk agama telah membentuk fondasi kuat harmoni di Wonosobo,” ujar Prasetyo, menekankan minimnya konflik antarumat beragama di wilayah ini, Senin(4/12/2023).
“Nilai indeks kerukunan umat beragama di Kabupaten Wonosobo mencapai 72 persen pada tahun 2022, menunjukkan prestasi yang tinggi. Menurut pernyataannya, pencapaian ini sejalan dengan angka nasional pada periode yang sama. Keberhasilan ini mencerminkan kemampuan masyarakat Wonosobo dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama” ucapnya.
“Tidak hanya itu, dari data beberapa tahun sebelumnya, terlihat peningkatan yang stabil secara nasional. Contohnya, dari angka 69 persen pada 2021 naik menjadi 72 persen pada tahun 2022. Hal ini menggambarkan kemampuan kita untuk terus merajut kebhinekaan, menegaskan komitmen dalam memperkuat kerukunan di tengah perbedaan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Prasetyo menegaskan bahwa keberadaan tempat ibadah dari berbagai agama yang berdampingan secara damai adalah bukti nyata akan moderasi beragama yang sukses di Wonosobo. Prestasi dalam memelihara harmoni hidup beragama di sini menjadi kontribusi berharga yang dapat menginspirasi daerah-daerah lain.
Sementara itu, Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, menjelaskan, kebersamaan merupakan kunci utama yang dapat membangkitkan sinergi untuk bersama-sama membangun negeri. Bupati berharap kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam bidang keagamaan dapat berjalan dengan baik dan produktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mendorong kemajuan masyarakat Kabupaten Wonosobo.
“Kami mengajak Bapak-Ibu untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama secara berkesinambungan, untuk bersama-sama membangun kabupaten kita melalui sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas,” kata bupati saat sarasehan Pengutan peran FKPP, FKDT dan Badko LPQ pada Sabtu (5/6/2021) silam.
Kepala Kantor Kementerian Agama Wonosobo Dr. H. Panut, S.Pd., MM. saat menyampaikan pengarahan kepada peserta pelatihan mengatakan, “Pelatihan ini diselenggarakan oleh BDK Semarang, dalam rangka mendukung program pemerintah bahwa Tahun 2022 kemarin sebagai Tahun Toleransi, sementara tahun 2023 ditetapkan sebagai Tahun Kerukunan Umat Beragama.
“Untuk menuju rukun salah satunya, kita sebagai stakeholder dari kementerian agama di masyarakat sebagai garda terdepan, maka kita harus menjadi insan yang moderat. Hukumnya wajib ain menyebarkan pola pikir moderat. Semua agama mengajarkan bersatu, semua agama mengajarkan kerukunan”, kata H. Panut disampaikan pada Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama Berbasis Rumah Ibadah (PMB-BRI) pada 20/11/2023 di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Wonosobo.
Wonosobo bukan hanya kota dengan harmoni alam yang menakjubkan, melainkan juga model keberagaman dan harmoni antar umat beragama. Keberagaman di sini bukanlah hambatan, melainkan kekuatan. Ini adalah tantangan yang dihadapi oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk membangun persatuan di tengah keragaman.***