Tersisa Klaster Ketenagakerjaan, Pembahasan RUU Cipta Kerja Sudah 95%
JAKARTA, metro7.co.id – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) sudah mencapai 95%. Tersisa klaster ketenagakerjaan sebagai klaster terakhir yang menjadi pembahasan di Baleg.
“Alhamdulillah dari seluruh pasal mungkin kalau saya presentasekan sudah 95% telah disepakati di tingkat panja. Hanya beberapa ada materi-materi pending di beberapa UU sektor yang masih (harus dibahas) dan hari ini InsyaAllah akan kami selesaikan. Dan mudah-mudahan besok kita bisa masuk ke klaster yang terakhir yakni Bab 4 tentang Ketenagakerjaan,” ujar Supratman dalam diskusi virtual bertema ‘Menimbang Urgensi Omnibus Law di Masa Pandemi’ yang diselenggarakan ILUNI UI, Kamis (24/9/2020).
Supratman mengapreasiasi sikap pemerintah selama masa pembahasan bersama Baleg DPR RI. Supratman menilai pemerintah mau mendengar aspirasi dan masukan-masukan dari tim panja RUU Cipta Kerja.
“Saya juga mengucapkan terima kasih kepada tim pemerintah bahwa pemerintah mau mendengar aspirasi dan termasuk masukan-masukan dari panja terkait beberapa materi muatan di dalam rancangan undang-undang yang awalnya tidak sesuai dan tidak selaras dengan ketentuan di dalam UU Dasar,” ungkap Politisi Partai Gerindra ini.
Senada dengan Supratman, Staf Ahli I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyatakan Pemerintah dan tim panja DPR RI telah menyepakati beberapa poin substansi dari RUU Cipta Kerja. Elen menjelaskan ada 15 substansi RUU Cipta Kerja yang telah disepakati. Berikut rinciannya:
1. Kesesuaian Tata Ruang
Kesesuaian tata ruang tersebut menyangkut tata ruang di darat dan luat, termasuk kawasan hutan. Menurut Elen, tata ruang menjadi salah satu hambatan ketika para investor memulai untuk menetapkan/menentukan suatu lokasi.
“Tata ruangnya masih belum mencukupi atau memadai, termasuk RDTR [Rencana Detail Tata Ruang,” jelas Elen.
Oleh karena itu RDTR di dalam RUU Cipta Kerja didorong untuk dilakukan percepatan RDTR dalam bentuk digital. RDTR ini sebagai acuan perizinan berusaha (kesesuaian tata ruang).
“Sehingga diharapkan bisa memudahkan pelaku usaha, terutama UMKM untuk memulai starting bisnis dan menentukanlokasi sesuai kegiatan usahanya,” kata Elen melanjutkan.
2. AMDAL Tidak Dihilangkan
Dalam draft pertama kali yang diajukan oleh pemerintah, pemerintah ingin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dihilangkan, akhirnya tidak jadi dihilangkan.
Elen menjelaskan mengenai persetujuan lingkungan tidak dihilangkan, dan AMDAL akhirnya disepakati untuk hanya menyederhanakan bisnis proses, tanpa menghilangkan esensi perlindungan ke daya dukung lingkungan, dan lingkungan hidup itu sendiri.
“Pengintegrasian perizinan lingkungan ke dalam perizinan berusaha. AMDAL tetap ada untuk kegiatan risiko tinggi,” jelas Elen.
3. Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Elen menjelaskan mengenai SLF, pemerintah akan menerapkan persetujuan pembangunan gedung, dengan menerapkan standar dan sertifikat layak fungsi.
“Akan ada guidance yang disiapkan Kementerian PUPR mengenai sertifikasi dan standar bangunan yang harus disiapkan masyarakat. Terutama risiko rendah untuk bangunan sederhana, tentu tinggal mengambil standar yang telah disiapkan,” jelas Elen.
4. Penerapan Perizinan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)
Perizinan berusaha, kata Elen, akan didasarkan atas risiko rendah, menengah, dan tinggi. Risiko rendah denganpendaftaran, risiko menengah dengan pemenuhan standar, dan risiko tinggi dengan izin.
“Kalo yang risikonya rendah seperti UMK cukup pendafararan melalui sistem OSS [Online Single Subbmission], akan teregister dan mendapatkan semacam perizinan dari pemerintah pusat,” tuturnya.
5. UMKM dan Koperasi
Lewat RUU Cipta Kerja, Elen mengklaim UMKM dan Koperasi akan mendapatkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan.
“Baik UMKM dan Koperasi kita sudah sepakati sudah memberikan kemudahn dan pembedayaan dalam bentuk akseleratif dan dukungan dnegan kemitraan dengan badan usaha besar.”
6. Riset dan Inovasi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan ditugaskan untuk membawahi riset dan inovasi. Serta akan ada kelembagaan riset dan inovasi di daerah.
7. Tindak Lanjut Putusan World Trade Organization (WTO)
Tindak lanjut putusan WTO atas Dispute Settlement (DS) 477 dan DS 478 atas ketentuan impor atas 4 UU (UU Pangan, UU Peternakan, dan Kesehatan Hewan, UU Hortikultura, dan UU Perlindungan dan pemebrdayaan Petani).
“Sudah dalami berminggu-minggu dan Insya Allah ini tetap bisa memberikan perlindungan maksimal atas produk dalam negeri,” ujar Elen.
8. Perizinan Berusaha di Pusat dan Daerah
Pelaksanaan kewenangan perizinan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NPSK) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat dapat mengambil alih perizinan berusaha dalam hal pemda tidak melaksanakan atau tidak sesuai dengan NPSK. Periznan berusaha untuk proyek dan program strategis nasional diberikan oleh pemerintah pusat.
“Kita tidak ambil alih kewenangan yang sudah ada dalam Pemda, yang dilakukan kita terapkan standar bentuk NPKS. Dan standar ini berlaku nasional, dengan demikian gak ada lagi perbedaan antar satu daerah dengan daerah lain terkait pelayanan perizinan,” jelas Elen.
9. Lembaga Pengelola Investasi (LPI)
Pembentukan LPI sebagai sui generis untuk meningkatkan investasi dengan optimalisasi aset pemerintah dan BUMN. LPI mengacu kepada lembaga serupa yang telah berjalan dengan baik, antara lain Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Rusia.
10. Pengadaan Lahan dan Bank Tanah
Penyederhanaan proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pembentukan lembaga Bank Tanah juga untuk melakukan pengelolaan tanah termasuk untuk redistribusi lahan kepada masyarakat.
11. Persyaratan Investasi (Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka)
Bidang usaha yang tertutup didasarkann atas kepentingan nasional, atas kepatutan dan konvensi internasional. Ketentuan syarat investasi dalam UU sektor dan diatur di Perpres. Perlindungan terhadap UMK hanya boleh dalam negeri, dan meningkatkan kapasitas melalui kemitraan.
12. Sertifikasi Jaminan Produk Halal
Pelaksanaan sertfifikasi produk halal diperluas dengan melibatkan unsur organisasi keagamaan untuk percepatan pelaksanaan sertifikasi jaminan produk halal (JPH). Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap memebrikan fatwa halal.
13. Pencabutan Peraturan Daerah (Perda)
Pencabutan perda dan kerkada sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah pusat melakukan penyelarasan dan sinkronisasi.
“Jadi yang diusulan RUU Cipta Kerja, yang disampaikan pemerintah kepada DPR, pada Februari kemarin sudah disepakti bahwa pencabutan perda tetap mengikuti mekanisme didalam putusan MK. Tidak dibatalkan presiden, tapi sesuai mekanisme yang ada,” ujar Elen.
“Dan untuk mengatur pengaturan ke depan agar ada keselarasan, maka pemerintah pusat melakukan penyelarasan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan dibawah UU, termasuk perda. Mekansisme proses tetap yang sudah ada,” lanjutnya.
14. Kemudahan Berusaha
Kemudahan berusaha meliputi penyederhanaan pelayanan imigrasi bagi investor, pendirian PT Perseroangan untuk UMK, jaminan ketersediaan bahan baku bagi industri dan BUMDes berbentuk badan hukum.
“Dan mudah-mudahan ini memberikan legalisasi terhadap pelaku usaha mikro kecil yg sngt dinantikan mereka dan ada jaminan kesediaan jaminan bahan baku dan disepakati BUMDes berbadan hukum,” jelas Elen.
15. Penataan Ulang Sanksi
Pelanggaran ketentuan administrasi dikenakan sanksi administrasi. Sementara pelanggaran yang menimbulkan K3L (kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
“Yang kita lakukan reformulasi dan mempertegas mana sebenarnya unsur pidana dan admisnitratsi. Kalau sifatnya perizinan mestinya adminstrasi, tapi kalau yang sifatnya sudah melakukan atau mengakibatkan K3L maka tetap sanksi pidana dan diatur ulang dalam RUU Cipta Kerja,” jelas Elen. *