JAKARTA, metro7.co.id – Proyek konversi batu bara menjadi produk gas atau gasifikasi batubara atau Dimethyl Ether (DME) memasuki babak baru. Proyek ini diharapkan dapat mensubstitusi dan sekaligus mengurangi impor LPG.

Emiten pertambangan batu bara, PT Bukit Asam Tbk., telah resmi meneken kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products and Chemicals Inc untuk menggarap proyek gasifikasi batu bara pada 10 Desember 2020 lalu.

Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mengingatkan pemerintah agar proyek gasifikasi batubara jangan sampai justru berpotensi merugikan keuangan negara.

Rofik memandang proyek gasifikasi Bukit Asam perlu diperjelas kembali agar tujuan substitusi DME terhadap LPG dapat terealisasi.

Dia menanyakan, berapa biaya processing fee yang harus dibayar Pertamina? Hal ini karena processing fee dan harga pembelian batubara akan menjadi biaya produksi DME yang akan mensubsitusi LPG. Apakah biaya produksi DME ini bersaing dengan harga impor LPG?

Menurut rofik pengembangan hilirisasi batubara sangat beresiko ke depannya

“Proyek pengembangan hiliriasasi batubara jika dilihat dari segi keekonomian dan lingkungan ini sangat beresiko serta berpotensi menyebabkan infrastructure lock-in.” Kata Rofik pada media Kamis, 17 Desember 2020.

Dia mengakui, dilihat dari aspek moneter, pelaksanaan proyek DME akan memberikan dampak positif. Proyek DME secara otomatis akan mengurangi besaran impor LPG yang selama ini menjadi salah satu kontributor utama penyebab defisit neraca perdagangan migas.

Rofik menambahkan, meskipun proyek DME dinilai memenuhi aspek kelayakan teknis, pemerintah dan pelaksana proyek DME perlu lebih cermat dan hati-hati di dalam menghitung kelayakan ekonominya. Karena sejumlah kajian menyebutkan bahwa nilai keekonomian proyek DME relatif rendah dan tidak cukup ekonomis sebagai pengganti LPG.

“Karena itu, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam terutama untuk menghitung biaya dan manfaat dari proyek DME yang akan dilaksanakan. PT Bukit Asam, PT Pertamina, Air Product, dan Pemerintah Indonesia perlu lebih cermat dan berhati-hati di dalam melaksanakan proyek DME ini,” Tegas Rofik.

Sementara itu, menurut Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Proyek gasifikasi batubara atau Dimethyl Ether (DME) adalah ide yang buruk. Berdasarkan studi terhadap Proyek gasifikasi batu bara yang dikembangkan oleh PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Sumatera, mereka menemukan proyek itu justru diperkirakan akan menyebabkan kerugian 377 juta dolar AS atau Rp5 triliun/tahun–setelah dikurangi biaya operasi dan pembiayaan.

Kerugian itu melampaui nilai penghematan yang bisa didapatkan dari mengurangi impor LPG senilai 358 juta dolar AS/tahun.

Dengan demikian, program ini akan menyebabkan kerugian setidaknya 19 juta dolar AS atau Rp266,7 miliar/tahun yang ditanggung baik oleh perusahaan dan negara selaku pemegang saham.