BANGKA BELITUNG, metro7.co.id — Gabungan masyarakat beserta nelayan dari Kelurahan Sinar Jaya Jelutung meminta PT Timah Tbk mengakomodir penambangan bijih timah skala kecil di perairan laut Matras, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. 

 

Hal itu ditandai dengan penandatanganan petisi oleh seratus lebih masyarakat penambang dan nelayan di kawasan Pantai Ake, Selasa (26/10/2021) sore.

 

Demikian isi petisi tersebut:

 

  1. Kami mendukung penuh penambangan rakyat di perairan laut Matras dan Sinar Jaya Jelutung;

 

  1. Mendesak PT Timah Tbk memberikan izin kepada masyarakat untuk menambang bijih timah di perairan Matras dan Sinar Jaya Jelutung;

 

  1. Mengutuk keras aksi arogansi PT Timah Tbk yang telah mengusir, melarang, dan mengancam masyarakat menambang bijih timah di perairan Matras dan Sinar Jaya Jelutung;

 

  1. Apabila tidak ada respon positif dari PT Timah Tbk kami akan melakukan unjuk rasa damai di kantor pusat PT Timah Tbk, dan institusi terkait, untuk menyampaikan tuntutan kepada bapak Presiden RI Joko Widodo agar mengganti seluruh direksi PT Timah Tbk karena tidak berpihak kepada rakyat kecil. 

 

 

Resdianto, perwakilan penambang, mengatakan, tambang rakyat di perairan laut sekitar sangat meringankan beban ekonomi masyarakat kelas bawah yang saat ini terdampak Pandemi Covid-19.

 

“Dengan kondisi [ekonomi] seperti sekarang ini kan bingung. Mau ngapain gitu, kan. Usaha kita sana-sini gak bisa lagi. Satu-satunya yang bisa kita manfaatin untuk kemajuan kampung kita, ya, laut Matras ini,” tegasnya. 

 

Resdianto pun menerangkan kalau pihaknya telah berupaya mengajukan pembukaan slot Ponton Isap Produksi (PIP) untuk beroperasi di perairan laut Matras dan sekitarnya ke pihak PT Timah Tbk.

 

Namun dikarenakan upaya tersebut belum juga terealisasi, membuat masyarakat setempat kemudian berinisiatif untuk membuka tambang timah skala kecil atau disebut juga tambang inkonvensional (TI) jenis ponton “upin-ipin” di perairan laut tersebut yang diketahui telah beroperasi selama beberapa bulan belakangan ini. 

 

Tapi akibat adanya penertiban dari pihak PT Timah Tbk lantaran tidak berizin, membuat masyarakat setempat akhirnya tidak bisa bekerja lagi sampai hari ini. 

 

Sedangkan kerugian masyarakat sendiri, lanjut Resdianto, mencapai miliaran rupiah, dengan taksiran biaya pembuatan peralatan tambang timah jenis ponton “upin-ipin” itu menelan biaya sekitar Rp30.000.000 per unitnya. 

 

Sementara dikatakan olehnya saat ini terdapat puluhan peralatan tambang timah jenis ponton “upin-ipin” yang terbengkalai begitu saja di pinggir pantai Matras dan Ake. 

 

Ia berharap adanya kebijaksanaan sosial dari PT Timah Tbk agar dapat mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dan nelayan setempat mengenai hal ini. 

 

“Kami tidak ingin merengek dan mengemis terhadap pemerintah atau perusahaan. Kami hanya ingin diberikan kesempatan menambang di laut dan di tanah kami sendiri. Kami tidak pula bekerja kucing-kucingan dihantui rasa was-was untuk menafkahi anak dan istri kami di rumah,” ungkap Resdianto dalam orasinya yang sontak disambut tepuk tangan oleh masyarakat dan nelayan yang hadir. 

 

Selain itu, Sopian sebagai tokoh masyarakat yang mewakili Kelurahan Sinar Jaya Jelutung saat hadir di tempat mengharapkan pihak DPRD Kabupaten Bangka untuk menganulir hasil kesepakatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu agar PIP di perairan tersebut dapat segera beroperasi. 

 

“Kami berharap kepada dewan yang terhormat sekiranya RDP kesepakatan yang lama itu diakhiri, dan dibuka RDP yang baru. Karena kalau tidak begitu surat perintah kerja (SPK) [PIP] kita tidak akan keluar,” ujar Sopian. 

 

Mantan Kepala Lingkungan Sinar Jaya itu juga meminta kebijaksanaan dari PT Timah Tbk supaya memberikan kesempatan masyarakat untuk menjalankan kegiatan penambangan bijih timah jenis ponton “upin-ipin” tersebut. 

 

“Jujur aja, banyak masyarakat kami terlilit utang di zaman Covid-19. Gara-gara hal yang kecil karena membuka ponton TI [jenis] ‘upin-ipin’ ini,” keluhnya.[]