BANGKA BELITUNG, Metro7.co.id – Isu mengenai monopoli pengerjaan penambangan bijih timah menggunakan Ponton Isap Produksi (PIP) di perairan Matras dan Parit 40 oleh mitra kerja PT Timah Tbk semakin bergulir panas.

Berdasarkan informasi yang diterima Metro7, diduga pengerjaan PIP tersebut nantinya hanya melibatkan dua perusahaan mitra PT Timah Tbk saja.

Bahkan santer berhembus kabar bahwa upaya penguasaan oleh dua perusahaan itu tak hanya mencakup Matras dan Parit 40 saja, melainkan seluruh kawasan Daerah Usaha (DU) 1555 PT Timah Tbk, mulai dari perairan Matras dan Parit 40, Deniang, hingga Tuing.

“Dua CV yang kerja. Bukan hanya memonopoli Matras, melainkan DU 1555. Amdal untuk PIP dari PT Timah (pun) diborong semua,” bunyi keterangan yang diterima Metro7, Kamis (17/2) sore.

Dijelaskan pula, 100 unit PIP akan dikerahkan untuk mengerjakan penambangan bijih timah di perairan tersebut.

Berupaya memvalidasi kabar tersebut, Metro7 mencoba menghubungi Kabid Komunikasi PT Timah Tbk Anggi Siahaan, Kamis (17/2) malam.

Namun, hingga kini yang bersangkutan tidak membalas pesan yang dikirim Metro7 melalui aplikasi WhatsApp.

Sedangkan merujuk hukum persaingan usaha, sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bahwa pelaku usaha di Indonesia dalam berkegiatan usaha mesti berdasarkan demokrasi ekonomi dengan tetap memerhatikan asas keseimbangan antar-kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Lebih lanjut dijelaskan, jika demokrasi ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi, dan pemasaran barang atau pun jasa, dengan iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta mekanisme ekonomi pasar yang wajar.

Karena itu setiap warga negara Indonesia yang berkegiatan usaha mesti dijaminkan berada di dalam situasi persaingan usaha secara sehat dan wajar, agar tidak menimbulkan pemusatan kekuatan ekonomi kepada pelaku usaha tertentu.

Dengan demikian, barangsiapa bersekongkol atau melakukan praktek konspirasi berusaha sesuai bunyi Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka dapat digugat secara hukum, baik yang bersifat perorangan atau korporasi, demi tegaknya supremasi konstitusi.

Ketentuan tersebut diatur oleh Pasal 47 dalam undang-undang yang sama, bahwa sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan monopoli usaha ialah sanksi administratif berupa pembayaran denda sebesar Rp 100 miliar atau pidana kurungan pengganti denda paling lama 6 bulan penjara.