BANGKA BELITUNG, Metro7.co.id – Organisasi Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) membuat petisi yang ditujukan kepada Pemerintah India mengenai larangan pakaian keagamaan di sekolah-sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, yang telah memicu kemarahan dan protes publik dunia.

Kasus tersebut bermula pada Januari lalu, saat enam orang siswa muslim melakukan protes lantaran ditolak masuk ke sekolah dikarenakan menggunakan hijab.

Pada 4 Februari lalu, kejadian sama terjadi pada Aysha Nourin dan temannya, yang tiba-tiba dipanggil ke aula.

“Kami diminta untuk melepas jilbab atau kami tidak akan diizinkan masuk ke kelas. Ini mengejutkan. Kami belum pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya,” kata Nourin, yang belajar di perguruan tinggi di Kundapura, Karnataka, dikutip di TRT World, Sabtu (12/2).

Beberapa perguruan tinggi lain di negara bagian itu mulai dilaporkan menolak masuknya siswa yang mengenakan hijab.

Muncul tekanan dari kelompok Hindutva yang telah meluncurkan kampanye anti-hijab dengan mengenakan selendang safron.

Pemerintah India pun mengeluarkan aturan yang melarang penggunaan hijab di lingkungan pendidikan. Aturan ini menimbulkan konflik di beberapa bagian negara India.

Hal ini terjadi karena bagi siswi yang memaksa menggunakan hijab tidak akan mendapatkan layanan pendidikan.

Banyak siswi muslim yang berhenti mendapat haknya di dunia pendidikan karena tidak bisa melepaskan hijabnya.

Kondisi itu mendapat perhatian dunia setelah seorang siswi terlihat melawan kelompok yang melarang penggunaan hijab viral di dunia maya.

Siswi itu terus mempertahankan hijabnya sambil melewati kerumunan yang memintanya melepaskan hijab.

Berbagai respon muncul akibat diskriminasi yang terjadi terhadap muslim di India, salah satunya dari organisasi Masyarakat Relawan Indonesia (MRI).

MRI menyatakan sikap mengecam segala tindakan represif, provokatif, dan persekusi terkait pelanggaran hak asasi manusia terkait agama, ras, suku, negara, sosial budaya dan segala aspek kehidupan bernegara.

Kedua, menuntut pemerintah India segera menghentikan berbagai tindakan diskriminatif bahkan persekusi terhadap umat Islam di India.

Ketiga, menuntut pemerintah India mencabut Undang-undang Kewarganegaraan India yang sangat diskriminatif dan sangat merugikan umat Islam di India.

Keempat, mengajak dan mengimbau berbagai lembaga kemanusiaan, yayasan, Ormas, NGO, para aktivis dan penggiat HAM nasional dan internasional untuk memberi perhatian yang serius atas pelanggaran HAM berat terhadap kaum muslim di India untuk berkolaborasi aktif dan bergerak bersama dalam aksi dan gerak nyata.

Kelima, melakukan upaya-upaya diplomasi melalui kementerian Luar Negeri bersama berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemanusiaan untuk mengambil tindak tegas terkait kerjasama RI-India, jika tidak ada proses perbaikan oleh pemerintah India terhadap status dan kondisi kaum muslim di India

Keenam, mendesak Pemerintah India untuk memberikan hak seluas-luasnya agar umat muslim di India dapat beribadah sesuai ajaran agamanya tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.

Merespon pernyataan tersebut, Ketua DPW MRI Bangka Belitung Arinda, mengajak masyarakat Bangka Belitung untuk ikut membela hak-hak beragama umat muslim di India.

“Semoga pernyataan sikap ini bisa membuka mata umat beragama untuk tidak membatasi dalam beragama. Tidak ada agama mana pun memusuhi agama lainnya. Saat ini kita bukan bicara umat Islam saja yang diintimidasi, tapi hak-hak kebebasan manusia dalam beragama,” ujar Arinda.

Ia pun mengajak masyarakat untuk turut serta mengisi petisi online sebagai wujud kepedulian terhadap kesusahan yang sedang dialami umat muslim di India saat ini, yang beralamat di https://chng.it/nk4Qy8Tdj7.