BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Kematian penambang selam bernama Baron (44) saat sedang menambang timah di Perairan Matras, Kabupaten Bangka, Kamis (21/7).

Tampaknya ditanggapi dingin oleh Kelompok Kerja (Pokja) Kelurahan Sinar Jaya Jelutung-Matras, sebagai pihak penerima dana kompensasi dari program Sisa Hasil Penambangan (SHP) bijih timah yang beroperasi di perairan setempat.

Diketahui, Baron sendiri merupakan salah satu penambang yang tercatat dalam program SHP yang dikuasai oleh CV ABP.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Bangka Belitung, Kombes Pol A Maladi, dalam keterangan yang dirilis Jumat (22/7).

“Korban yang merupakan pekerja penyelam TI (Tambang Inkonvensional-pen) selam ponton milik seseorang berinisial AN (Baron), terdaftar di dalam papan laporan hasil harian CV ABP Pokja Sinar Jaya Jelutung-Matras,” ungkap Maladi.

Pihak Polda, lanjut Maladi, telah menyatakan kalau tragedi tersebut terjadi lantaran adanya kelalaian yang melanggar peraturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Terjadinya tragedi naas itu pun turut menyita perhatian publik, perihal tanggung jawab moril dari pihak-pihak yang telah mencicipi legitnya uang hasil SHP, yakni panitia Pokja Sinar Jaya Jelutung-Matras maupun CV ABP.

Ketua Karang Taruna Kelurahan Sinar Jaya Jelutung, Rizki, yang disinyalir terlibat dalam Pokja SHP saat dihubungi guna menanyakan pertanggungjawaban moril dari pihak panitia atas insiden tersebut, meminta redaksi untuk menghubungi ketua pokja bersangkutan.

“Langsung konfirmasi ke ketuanya, pak,” kelit Rizky, Jumat (22/7).

Senada dengan Rizky, pemuda Lingkungan Ake Reza, yang juga disinyalir terlibat dalam pokja pun mengarahkan ke orang yang sama, yaitu Rudi, sebagai Ketua Pokja SHP tersebut.

“Yang lebih akurat untuk memberi informasi itu lebih baik langsung ke ketua panitia, pak, bang Rudi. Karena kita kan ada ketua panitia yang lebih berkapasitas,” ucap Reza.

Sedangkan Rudi, saat dihubungi melalui pesan seluler malah meminta redaksi menghubungi pihak Divisi Pengamanan PT Timah Tbk.

“Coba ditanya ke Divpam PT Timah. Saya tidak tahu juga siapa nama komandan itu,” ungkap Rudi.

Sementara, dari pihak CV ABP ketika dihubungi Metro7 untuk menanyakan hal kasus tersebut, juga melemparnya ke pihak Divisi Pengamanan PT Timah Tbk.

“Terkait kejadian tersebut dapat ditanyakan langsung kepada Kabag Pam PT Timah,” ujar Marwan, sebagai salah satu pihak yang berkaitan dengan CV ABP, Minggu (24/7).

Sedangkan ketika Metro7 menjelaskan bahwa pihak redaksi sebelumnya telah mendapatkan keterangan dari pihak PT Timah Tbk, Marwan malah menganjurkan redaksi untuk mengutip hasil wawancara dari pihaknya kepada salah satu wartawan dari media massa yang lain.

Atas pertimbangan kode etik jurnalistik (KEJ), redaksi Metro7 kemudian tidak berkenan untuk menyanggupi permintaan Marwan.

Dikabarkan, hingga saat ini pihak kepolisian sedang berupaya mengusut tragedi kecelakaan tambang yang telah memakan korban jiwa itu.

Meskipun, setelah empat hari pasca kejadian, belum ada pihak yang dinyatakan bertanggung jawab atau ditetapkan bersalah atas insiden tersebut.

Sedangkan Polda Babel mengatakan insiden tersebut bisa terjadi lantaran telah melanggar UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kapolres Bangka AKBP Indra Kurniawan saat dihubungi pada malam kejadian menegaskan akan mengusut kasus ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Insya Allah pihak Polri akan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku, mas,” tegas Indra.