Nelayan dan Guru SD Dikorbankan Hingga Diancam, HNSI Bawa Kasus Tambang Jalan Laut ke Pemerintah Pusat
BANGKA BELITUNG, Metro7.co.id – Organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Bangka mengkritik penambangan mineral timah yang berlokasi di belakang SD Negeri 18, Lingkungan Jalan Laut, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Ketua DPC HNSI Kabupaten Bangka Lukman menjelaskan kalau daerah tersebut merupakan daerah aliran sungai (DAS) yang semestinya dilarang untuk ditambang.
Daerah itu juga, kata Lukman, dimanfaatkan nelayan setempat sebagai kawasan perikanan budidaya dan habitat kepiting bakau.
“Kita ketahui di sana adalah wilayah perikanan budidaya dan mangrove, serta habitat kepiting bakau, yang tentunya memiliki nilai ekonomi bagi nelayan,” tutur Lukman memberikan keterangan, Senin (14/3).
Dilanjutkan, HNSI telah menerima laporan dari nelayan setempat yang turut merasakan akibat dan dampak buruk penambangan di daerah sekitar.
“Sebagaimana laporan yang kami terima dari masyarakat, kalau mulai adanya pendangkalan lumpur di jalur akses keluar masuknya (perahu) nelayan (di sana),” tambah Lukman.
Selain menerima keluhan nelayan, dirinya juga berkata kalau tenaga pengajar di SD Negeri 18 seringkali dibuat resah dengan kehadiran tambang-tambang tersebut.
Penyebabnya, aktivitas penambangan sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM) peserta didik di sekolah.
“Belum lagi laporan rekan-rekan guru, yang kita ketahui sekolah merupakan objek vital negara yang terganggu dengan suara deru mesin saat mengadakan aktivitas belajar dan mengajar,” ungkapnya.
Apalagi dirinya yang berprofesi guru mengaku bisa merasakan betul keresahan yang dialami oleh rekan-rekan seprofesinya tersebut.
Namun malangnya aktivitas penambangan itu justru selalu kebal dan tidak pernah tersentuh penindakan hukum.
Bahkan mirisnya lagi, ada beberapa guru yang sempat diancam dan diintimidasi oleh pihak tertentu bila berani menyuarakan aktivitas penambangan ke media massa.
“Laporan yang kami terima dari rekan guru juga supaya tidak bersuara atas aktivitas tambang, karena akan dipindah-tugaskan ke tempat yang lebih jauh,” kata Lukman yang menilai ancaman dan intimidasi tersebut tak patut lagi ditolerir.
Sebagai upaya serius menyelesaikan masalah tersebut, pihak HNSI dan PGRI pada hari ini mendampingi advokasi guru-guru SD Negeri 18 ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka.
“Hari ini kami datang bersama guru SD Negeri 18 meminta tindakan atas pertambangan di dekat SD Negeri 18 sebagai bentuk keseriusan kami menyikapi kegiatan ilegal tersebut. Hal ini kami lakukan untuk wujudkan ‘Bangka Setara’ nyaman bersama. Jangan nyaman di mereka, tapi susah di kami,” ujar Lukman.
Selain itu pihaknya pun akan menelusuri sejauh mana keterlibatan Pemkab Bangka, sehingga membiarkan aktivitas penambangan terus beroperasi, apalagi sampai mengorbankan hajat nelayan dan kegiatan pendidikan di wilayah setempat.
“Kami akan meng-crosscek keterlibatan Pemda kita. Apalagi sangat kita sayangkan surat sakti Sekda Bangka hanya berlaku kurang lebih satu minggu. Selain itu, seberapa besar pendapatan daerah kita dari aktifitas tersebut, dan ke mana muara biji timah itu dijual,” tegasnya.
Sebagai upaya kontrol dan penegakan hukum, Lukman berkata akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional, lantaran dia merasa kalau Pemerintah Provinsi Bangka Belitung maupun Pemkab Bangka, serta aparat penegak hukum telah tutup mata terhadap tragedi memilukan tersebut.
“kami akan menyurati menteri dan kementerian terkait, dan DPR RI melalui jaringan DPP HNSI pusat, sebagaimana pernah kami lakukan saat [kasus] eksplorasi penambangan pasir di luar IUP, dan berhasil,” ujarnya.
Langkah itu dia pandang perlu ditempuh HNSI agar persoalan ini bisa menjadi sorotan serta perhatian pemerintah pusat untuk segera diselesaikan.
Apalagi dia sangat meragukan dan pesimistis jika pemerintah daerah atau aparat penegak hukum memiliki nyali untuk menindak tegas pelaku penambangan, khususnya aktor-aktor intelektual yang selama ini bebas menikmati penjarahan harta kekayaan negara di wilayah tersebut.