BANGKA BELITUNG, Metro7.co.id – Terwujudnya transformasi kebijakan ketahanan pangan yang berkelanjutan merupakan komitmen nasional yang miliki peran strategis dalam mendorong pembangunan negara.

Topik inilah yang coba diulas di dalam forum Public Policy Corner (PPC) Stisipol Pahlawan 12 secara offline maupun online melalui Zoom meeting, Senin (2/2), bertema ‘Tantangan Kebijakan Ketahanan Pangan’.

Forum diskusi ini menghadirkan narasumber antara lain Chandra Setyawan sebagai Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Kepala Bappeda Kabupaten Bangka Ir Pan Budi Marwoto dan Widya Handini selaku Akademisi Stisipol Pahlawan 12, serta dimoderatori langsung oleh Ketua Stisipol Pahlawan 12, Dr Darol Arkum.

Dalam diskusi yang diikuti para dosen, staf serta mahasiswa itu, diungkapkan Pan Budi Marwoto bahwa pada tahun 2018 lalu Bangka Belitung menduduki posisi ke-5 dari 12 provinsi dengan indeks kerentanan pangan di bawah rata-rata nasional.

Adapun faktor-faktor yang sebabkan Indonesia alami kerentanan pangan, sambung dia, karena tingginya ketergantungan impor bahan pangan, maupun tingginya konsumsi beras dan terigu, sehingga faktor kerusakan lingkungan menjadi pemicu Indonesia menghadapi kondisi rawan pangan, termasuk Bangka Belitung.

Sementara Widya Handini dalam kesempatan itu lebih menyoroti faktor lingkungan yang menjadi penyebab Bangka Belitung terancam rawan pangan.

“Kondisi eksisting lahan di Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka saat ini cukup mengkhawatirkan, karena tak hanya alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan sebagai lahan tambang, tetapi juga deforestasi yang semakin jadi,” jelas Widya.

Selain itu, perubahan iklim sebagai dampak aktivitas manusia seperti sendimentasi, limbah industri, pencemaran, hingga polusi pun dia katakan menjadi penyebab yang memperparah keadaan lahan.

“Belum lagi produktifitas masyarakat yang cenderung menurun dalam hal pertanian dan perkebunan karena masih terpaku sektor tambang yang saat ini dianggap menjanjikan, maka bukan tidak mungkin jika dibiarkan lambat laun kiamat pangan akan mengancam di Kabupaten Bangka,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kondisi lingkungan di Kabupaten Bangka yang cukup serius akibat peralihan lahan pertanian dan perkebunan ke sektor pertambangan menimbulkan polemik, sehingga berpotensi terjadinya kiamat pangan bila tidak ditangani serius oleh pemerintah daerah.

“Pemerintah daerah harus mempertegas komitmennya menangani ketahanan pangan di Kabupaten Bangka, karena kita ketahui lahan pertanian dan perkebunan yang kritis akibat dialihfungsikan sebagai lahan tambang yang akhirnya mengakibatkan turunnya produktifitas lahan. Jika tidak dikelola dengan benar maka kita khawatirkan ke depan Kabupaten Bangka berpotensi alami kiamat pangan,” pungkas Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarkat STISIPOL Pahlawan 12 itu.

Sedangkan Chandra Setyawan menjelaskan komponen utama keamanan pangan itu sendiri antara lain ialah ketersediaan (availilability), akses (access), pemanfaatan (utilization) dan stabilitas (stability).

“ketersediaan (availilability) yakni ada sumber makanan berkualitas yang dapat diandalkan dan konsisten. Akses (access) masyarakat memiliki sumber daya yang cukup untuk memproduksi dan/atau membeli makanan. Pemanfaatan (utilization) bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan kondisi sanitasi dasar untuk memilih, menyiapkan, dan mendistribusikan makanan dengan cara menghasilkan nutrisi yang baik. Sedangkan stabilitas (stability) merupakan kemampuan masyarakat mengakses dan memanfaatkan makanan secara stabil dan berkelanjutan dari waktu ke waktu,” papar Chandra.

Ia pun berharap melalui forum ini, gagasan, ide, serta saran yang terbentuk mampu memberi refleksi tentang bagaimana kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Bangka ke depan dan upaya-upaya seperti apa yang dapat dilakukan guna menghindari kiamat pangan.

“Pemerintah diharapkan mampu memetakan kebijakan-kebijakan strategis yang mendukung ketahanan pangan,” imbuhnya.