BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Peluh keringat Sarman (nama samaran) membasahi sekujur tubuh, tatkala ia bersama rekan-rekan penambang lainnya saling berpacu letih mengais bijih hitam timah.

Bermodalkan peralatan seadanya, Sarman gigih memacu mesin tambang mini miliknya, atau disebut juga ‘Sebu-Sebu’, demi mengharapkan bulir-bulir timah dari perut bumi.

Sarman, dan puluhan penambang lainnya, kini menambang bijih timah di lahan yang berada di Lingkungan Kuday Selatan, Kelurahan Kuday, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, yang sempat ramai diberitakan oleh media massa belakangan ini.

Meski bijih timah yang diperoleh Sarman cuma seadanya, yakni hanya berkisar 5 hingga 10 kg per harinya, tapi aktivitas tambang ‘sebu-sebu’ di daerah tersebut tak luput dari bidikan media massa.

Kejam. Begitulah Sarman menggambarkan perilaku sebagian wartawan yang menyoroti cara mereka menghidupi anak isterinya yang menambang bijih timah di daerah tersebut.

“Kok kejam benar ya, pak, media ini. Kita cuma orang kecil, pak, tapi diberitakan seolah kita ini pelaku kriminal. Padahal hasil yang didapat pun hanya cukup untuk kebutuhan hidup keluarga, pak. Enggak bisa jadi kaya raya,” ucap Sarman sembari menyeka bulir air matanya, mewakili rekan-rekannya sesama penambang, ketika dia diwawancara di lokasi setempat, Selasa (21/11) siang.

Ia juga mengatakan kalau aktivitas mereka di daerah tersebut tidak dipermasalahkan oleh warga setempat. Apalagi, warga sekitar juga banyak yang bekerja di lahan tersebut.

Diketahui pula kalau lokasi tambang ‘sebu-sebu’ di daerah itu merupakan lahan milik pribadi, dan pemilik lahan pun tak menyoalkan mereka yang menambang di lahan tersebut.

Andai aktivitas tambang ‘sebu-sebu’ di lahan tersebut mesti ditutup gara-gara pemberitaan media massa, Sarman dan penambang lainnya pun berkata turut bingung harus mengais rejeki di lokasi mana lagi.

“Kita bingung mau ke mana lagi kalau [di sini] sampai ditutup gara-gara berita, pak. Apalagi cari lokasi sekarang susah. Apa kita memang harus berbuat kriminal untuk cari makan, pak. Untuk biayai sekolah anak, pak. Kenapa zalim sekali mereka-mereka ini sama kami rakyat kecil ini, pak. Kami semua di sini berdoa, semoga Tuhan membalaskan perbuatan zalim mereka terhadap kami,” ujar Sarman memasrahkan nasibnya.

Senada dengan Sarman, penambang lainnya yang bernama Ari—nama samaran—berharap ada kebijaksanaan dari aparat penegak hukum (APH) dengan adanya aktivitas tambang ‘sebu-sebu’ di lokasi tersebut.

“Kami berharap kebijaksanaan dari bapak-bapak APH. Kami mohon dengan sangat. Sangat, dan sangat. Kami bingung harus cari rezeki di mana lagi. Anak dan isteri mau makan, mau sekolah,” keluh Ari yang sangat berharap.

Dirinya berujar memang tak menampik jikalau aktivitas tambang tersebut tidak sejalan dengan ketentuan aturan hukum.

Namun dirinya berharap ada toleransi dari pihak berwenang supaya dapat berlaku bijak dalam menilai persoalan ini.

“Kami sadar kalau menambang ini tidak sesuai aturannya, pak. Tapi mau bagaimana lagi. Kami cuma mencari sesuap nasi saja. Bukan mencari kekayaan. Kami cuma makan dari hasil timah yang dapatnya enggak seberapa ini. Jadi mohon rasa kebijaksanaan dan kemanusiaannya, pak. Daripada kami maling, udah susah lagi APH ngurusnya. Tapi begini lah, pak, nasib rakyat kecil,” ungkap Ari lirih.

Sementara itu, merujuk keterangan dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Asep Maryono, beberapa waktu mengatakan kalau pihaknya tidak akan menindak tambang rakyat skala kecil.

Dirinya beralasan kalau tambang rakyat skala kecil hanya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk cari makan semata saja.

“Kalau ini kehidupan masyarakat ditutup tanpa pemerintah mempersiapkan lapangan pekerjaan mau dari mana mereka hidup,” kata Kajati Asep, mengutip wowbelitung.com, Rabu 27 September 2023 lalu.

Kajati juga berkata kalau masalah tambang rakyat di Bangka Belitung ini sudah disampaikan kepada Kejaksaan Agung.

“Kami sudah sampaikan, dari Kejaksaan Agung yang namanya tambang rakyat tidak akan disentuh,” kata Kajati yang juga meminta agar tetap mengedepankan asas kebijaksanaan bilamana harus menertibkan tambang-tambang rakyat skala kecil tersebut lantaran menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Karena di sini tidak bisa serta-merta, saklek ditutup lalu tidak ada solusi. Masyarakat bisa tetap hidup, tapi juga ini bisa dikendalikan dengan baik lah,” tegas Kajati, seperti dikutip dari wowbelitung.com beberapa waktu lalu.