BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Mantan karyawan PT Timah Tbk, Musda Anshori siap dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk memberikan kesaksian dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi hal tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha produksi (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, yang berlokasi di Bangka Belitung (Babel).

Dalam jumpa pers, Jumat (29/3) malam, Musda menjelaskan, dirinya siap berkolaborasi kembali dengan Kejagung RI, bila kesaksiannya dibutuhkan lagi untuk menyingkap tabir skandal yang menjerat PT Timah Tbk beserta mitranya saat ini.

Sebelumnya, Musda berkata pernah dipanggil Kejagung RI untuk memberikan kesaksiannya, jauh sebelum korps adhyaksa itu menetapkan sejumlah tersangka.

Setelah mega skandal ini terkuak ke publik dan menjerat banyak mantan direksi PT Timah Tbk hingga kalangan crazy rich, Musda kini merasa puas dan bernafas lega.

Halnya, ucap Musda, pasca dirinya dipecat dari PT Timah Tbk sejak tahun 2020 lalu, dia beserta keluarganya harus menanggung beban fitnah selama bertahun-tahun.

Musda dipecat karena diduga telah merugikan perusahaan dalam program sisa hasil produksi (SHP) dengan SPK pengangkutan di WP 1 CSD Tanjung Gunung, Bangka Tengah, sejak dimutasi dari Kepala Bidang Pengawasan Produksi Darat Bangka, pada 1 Juli 2019.

Terkait dugaan tudingan tersebut, Musda telah dilaporkan oleh PT Timah Tbk ke Polda Babel pada tahun 2020.

Ia sempat menjalani beberapa kali pemanggilan dari Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Subdit III Tipikor Polda Babel. Tapi sampai hari ini Polda Babel tak kunjung menerbitkan SP3.

“Beberapa kali saya di-BAP mulai dari kasus kompensasi langsung atau SHP di Bangka oleh Kejari Bangka tahun 2018, kasus penggelapan oknum karyawan AT terhadap uang SHP, dan terakhir kasus pemalsuan dokumen penerimaan bijih timah di Tanjung gunung oleh Ditkrimsus Subdit III Tipikor Polda Babel,” ungkapnya, ditemui di Sungailiat.

Musda juga pernah dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel hal kasus proyek pembangunan WP 1 CSD Tanjung Gunung, dan kasus SHP di Bangka Selatan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkal Pinang.

Selanjutnya, Musda pun dimintai keterangannya oleh Kejagung RI sebagai saksi kasus tata niaga komoditas timah dalam posisinya ketika masih menjabat pengawas produksi (wasprod) Bangka tahun 2018-2019, pada Januari 2024 lalu.

Ia berkata, jika selama ini tidak pernah mangkir setiap mejalani pemeriksaan, dan kooperatif memenuhi panggilan penyidik.

Meski kondisi ekonomi keluarganya kini morat marit pasca dirinya dipecat, tapi dia tegaskan selalu siap memberikan kesaksiannya kepada Kejagung RI sesuai dengan porsi dan tupoksi jabatannya ketika masih bekerja di PT Timah Tbk.

Berkaitan dengan kasus tata niaga komoditas timah, Musda bercerita bahwasanya kerja sama peleburan antara PT Timah Tbk dengan smelter swasta sudah dimulai sejak akhir tahun 2018, di semua wilayah darat Bangka dan Belitung.

Dalam program itu, PT Timah Tbk pertama kali menggandeng smelter PT RBT, yang kemudian hari turut melibatkan beberapa smelter swasta lainnya.

Sementara pihaknya, kata Musda, bersamaan melakukan pengamanan aset dan kompensasi langsung SHP.

Di ranah pengawasan tambang pun, dia hanya mengetahui komisi penimbangan saja, terkait asal usul barang dari wilayah kerjanya.

Sementara, pada awal tahun 2019, dalam acara sharing season karyawan bersama direksi PT Timah Tbk, yang dihadiri Emil Emindra selaku Direktur Keuangan, dan Muhammad Rizki selaku Direktur SDM, Musda sempat menanyakan asal usul bijih timah yang masuk ke perusahaan.

“Asal-usul bijih timah kan harusnya dari kita, dan itu pun harus masuk ke gudang kita secara SOP, tapi ternyata kita bayar kompensasi bijih timah dan masuk ke ranah mereka,” ujar Musda.

Ia juga menanyakan transparansi kontrak kerja atau SPK dengan smelter swasta, meski pihak direksi enggan menjawabnya.

Pihak direksi, kata Musda, hanya menyampaikan ingin cepat mendapatkan barang produksi yang siap lebur, tanpa memedulikan implikasi hukum ke depannya.

“Jawaban mereka kalau di dalam IUP, mau legal atau ilegal tidak menjadi masalah,” kata Musda.

Di hadapan direksi saat itu, Musda menegaskan karena perusahaan telah punya unit pengolahan dan peleburan mitra UPPM, maka tak perlu lagi adanya fungsi wasprod, sebab bijih timah yang masuk ke smelter swasta dikompensasi dalam bentuk logam.

Dia menyampaikan, bottleneck-nya bukan lah peleburan, melainkan unit pengolahan, karena yang ditargetkan adalah SHP kadar rendah.

Tetapi, baru beberapa bulan program berjalan, pihak direksi malah menjalin kerja sama dengan smelter swasta.

“Saya tidak dukung karena ada produksi smelter yang harus kita tutupi untuk Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB). Akhirnya saya dipindahkan ke Tanjung Gunung,” keluh dia.

Sedangkan, terkait informasi anggaran program SHP senilai 7 triliun rupiah, Musda menceritakan seorang pengurus Ikatan Karyawan Timah (IKT) sempat mempertanyakan alokasi penggunaan dana tersebut kepada direksi.

“Salah satu pengurus IKT tanya apakah itu SHP, dia bilang iya, tapi tidak ada penjelasan secara eksplisit. Dia bilang itu 6 triliun kompensasi dan 1 triliun untuk biaya bayar logam crude tin dari smelter,” beber Musda.

Ia juga menjelaskan, bila ada input dari smelter swasta, mau tak mau harus diterima, sehingga hal tersebut menyebabkan pembagian gudang menjadi dua, yaitu gudang perusahaan sendiri, dan gudang untuk smelter swasta.

Lebih ironis, PT Timah Tbk semulanya bertujuan mengompensasi imbal jasa kepada penambang yang bekerja di WIUP perusahaan, dan bukan pembelian bijih timah.

Tetapi yang terjadi, pihak smelter swasta malah menentukan harga belinya, sehingga PT Timah Tbk mesti mengikuti harga umum yang telah ditentukan tersebut.

Akibatnya, kata Musda, Harga Pokok Pembelian (HPP) perusahaan pun membengkak, sehingga dikomplain oleh karyawan.

Terkait pemecatan dirinya, kasus bermula saat Musda dipindah ke area kerja Tanjung Gunung, lantaran dianggap tidak mendukung kerja sama dengan smelter swasta.

Musda diduga memanipulasi sample bijih timah yang masuk ke gudang di Tanjung Gunung.

“Jadi ada kebijakan yang saya lakukan sebagai wasprod untuk mengawal ketat, namun diputar balikkan. Karena ternyata 2018 itu masih ada terak 68 ton di gudang di Tanjung Gunung,” ujar Musda, yang kemudian tindakannya itu berujung pada BAP internal oleh perusahaan.

Namun yang sangat disayangkan oleh Musda, saat gelar perkara dilakukan, dirinya tak pernah dihadirkan untuk memberikan pembelaan.

“BAP sepihak. Sekalinya dilakukan gelar perkara, saya sendiri yang kena, yang lainnya tidak,” ucap Musda.

Imbasnya, Musda dipecat dan dilaporkan oleh perusahaan ke Polda Babel. Meski begitu, Musda tetap melakukan upaya perlawanan dan pembelaan ke Disnaker Provinsi Babel, termasuk melakukan RDP dengan Komisi IV DPRD Provinsi Bangka Belitung.

Berkenaan dengan pelaporan di Polda Babel, dia mengatakan jika sampai hari ini belum juga ada keputusan hukum yang jelas, sehingga dirinya masih berstatus tersangka.

Ia beranggapan ada dugaan kriminalisasi yang menjadikan dirinya sebagai tumbal dalam kasus tersebut pada waktu itu.

Pemecatan Musda pada 12 Maret 2020 silam tanpa diberikan surat peringatan (SP) terlebih dahulu.

Musda juga dipecat tanpa mendapat pesangon sepeser pun, termasuk masa kerjanya selama 15 tahun di perusahaan tidak dibayarkan.

Namun, meski harus menelan pil pahit, Musda berucap syukur karena kasus ini akhirnya dapat terungkap ke publik.

“Seiring berjalannya waktu akhirnya ini semua terungkap. Bukan hanya yang ada di Kejagung, tapi juga kasus-kasus kita yang di-BAP di Kejati Babel dan Kejari. Saya bersyukur dan bagi saya ini adalah keadilan dari Tuhan yang masa kuasa untuk saya dan keluarga yang sekian tahun ini harus menanggung fitnah,” ucap Musda, yang berharap tidak ada lagi karyawan yang bernasib sama seperti dirinya.

Seiring terungkapnya kasus ini, Musda hanya berharap PT Timah Tbk bisa memulihkan hak dan nama baiknya, serta meminta pencabutan laporan di Polda Babel.

Tertegun mendengar kisah Musda, Ketua Umum KPSDA (Kesatuan Pengawasan Sumber Daya Alam), Suhendro Anggara Putera, menegaskan siap mengawal kasus tata niaga komoditas timah ini sampai tuntas.

“Saya akan kawal dan minta tolong sama bang Musda untuk bongkar kasus ini habis-habisan, baik di dalam PT Timah maupun mitra smelter yang diduga turut terlibat,” ujar Suhendro saat mendampingi Musda dalam jumpa pers.

Dalam waktu dekat, Suhendro memastikan akan mendampingi Musda bila dipanggil kembali ke Kejagung RI.

“Bang Musda ini patut kita jaga dan kita lindungi, sesuai fungsi saya sebagai LSM, karena bang Musda ini memegang kunci informasi penting terkait kasus ini,” imbuhnya.

Suhendro juga mengatakan peran Musda dalam hal ini berkaitan juga dengan beberapa smelter yang sedang dia soroti.

“Ada (keterkaitan), ya. Karena itu saya dan bang Musda sedang berembuk, terkait berapa smelter yang terlibat, karena dia sudah tahu skema, dan pemainnya,” ucap Suhendro menambahkan, jika organisasinya akan segera menyampaikan data dan informasi dari Musda ke Kejagung RI dalam waktu dekat.

Suhendro memastikan, upaya pendampingan ini semata-mata bertujuan untuk membersihkan PT Timah Tbk dari perilaku para oknum yang telah merugikan perusahaan tersebut.

“Sebagai putera daerah kita sayang dengan PT Timah ini. Kita tidak ingin gara-gara kasus ini, nama baik dan marwah PT Timah jatuh di mata masyarakat. Karena itu kita dorong PT Timah berbenah dan bersih-bersih di internal mereka, supaya mendapat kembali kepercayaan dari publik,” tutupnya.