BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Polemik penambangan bijih timah yang beroperasi di belakang SD Negeri 18, Lingkungan Jalan Laut, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, semakin bergulir panas.

Setelah DPC HNSI Bangka mengutuk aktivitas penambangan yang merugikan warga nelayan setempat, bahkan sampai mengintimidasi dan mengancam pihak guru SD Negeri 18 supaya bungkam terhadap aktivitas penambangan di daerah tersebut, kali ini kecaman keras pun datang dari Indonesia Police Watch (IPW).

Dihubungi di Jakarta, Selasa (15/3), Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso meminta Polda Bangka Belitung untuk turun tangan menangkap pelaku penambangan ilegal di daerah tersebut.

“IPW mendesak Polda Babel untuk menangkap para pelaku penambangan ilegal yang merusak lingkungan, habitat ikan, dan membuat terjadi pendangkalan aliran sungai, juga mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah SD Negeri 18,” ujar Sugeng.

Selain itu, Sugeng pun mengkritik sikap Polres Bangka yang enggan melakukan penertiban terhadap tambang-tambang ilegal di daerah tersebut.

Sugeng mensinyalir adanya indikasi pembiaran aktivitas yang melanggar hukum itu lantaran oknum kepolisian dan Pemda setempat telah menerima setoran dari pihak penambang.

“Tidak adanya tindakan penertiban oleh Polres [Bangka] mengindikasikan adanya pembiaran polisi terhadap kegiatan melanggar hukum tersebut, dan diduga adanya setoran untuk aparat, baik Pemda maupun polisi,” tegasnya.

Sugeng menegaskan jika IPW siap membantu advokasi hukum pihak-pihak yang dirugikan dengan keberadaan tambang ilegal di daerah tersebut, baik melalui HNSI Bangka atau PGRI, untuk dilaporkan ke Mabes Polri atau lembaga berwenang lainnya di tingkat nasional.

“Itu (advokasi-pen) memang salah satu tugas IPW, khususnya soal kinerja Polri,” ujar Sugeng yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Sebelumnya, telah diberitakan jika HNSI Bangka mengutuk keras keberadaan tambang-tambang ilegal yang beroperasi di belakang SD Negeri 18, Lingkungan Jalan Laut, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.

Ketua HNSI Bangka Lukman menjelaskan kalau daerah tersebut adalah daerah aliran sungai (DAS) yang semestinya dilarang untuk ditambang.

Daerah itu juga, kata Lukman, dimanfaatkan nelayan setempat sebagai kawasan perikanan budidaya dan habitat kepiting bakau.

“Kita ketahui di sana adalah wilayah perikanan budidaya dan mangrove, serta habitat kepiting bakau, yang tentunya memiliki nilai ekonomi bagi nelayan,” tutur Lukman memberikan keterangan, Senin (14/3).

Dilanjutkan, HNSI telah menerima laporan dari nelayan setempat yang turut merasakan akibat dan dampak buruk penambangan di daerah sekitar.

“Sebagaimana laporan yang kami terima dari masyarakat, kalau mulai adanya pendangkalan lumpur di jalur akses keluar masuknya (perahu) nelayan (di sana),” tambahnya.

Selain menerima keluhan nelayan, dirinya juga berkata kalau tenaga pengajar di SD Negeri 18 seringkali dibuat resah dengan kehadiran tambang-tambang tersebut.

Penyebabnya, aktivitas penambangan sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM) peserta didik di sekolah.

“Belum lagi laporan rekan-rekan guru, yang kita ketahui sekolah merupakan objek vital negara yang terganggu dengan suara deru mesin saat mengadakan aktivitas belajar dan mengajar,” ungkapnya.

Bahkan mirisnya lagi, ada beberapa guru yang sempat diancam dan diintimidasi oleh pihak tertentu bila berani menyuarakan aktivitas penambangan ke media massa.

“Laporan yang kami terima dari rekan guru juga supaya tidak bersuara atas aktivitas tambang, karena akan dipindah-tugaskan ke tempat yang lebih jauh,” kata Lukman yang menilai ancaman dan intimidasi tersebut tak patut lagi ditolerir.

Berupaya menyelesaikan masalah tersebut, pihak HNSI dan PGRI, Senin (14/03) kemarin, telah mendampingi advokasi guru-guru SD Negeri 18 ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka.

“Hari ini kami datang bersama guru SD Negeri 18 meminta tindakan atas pertambangan di dekat SD Negeri 18 sebagai bentuk keseriusan kami menyikapi kegiatan ilegal tersebut. Hal ini kami lakukan untuk wujudkan ‘Bangka Setara’ yang nyaman bersama. Jangan nyaman di mereka, tapi susah di kami,” ujar Lukman.

Pihaknya juga akan menelusuri sejauh mana keterlibatan peran Pemkab Bangka, sehingga membiarkan aktivitas penambangan terus beroperasi, apalagi sampai mengorbankan hajat hidup nelayan dan kegiatan pendidikan di wilayah setempat.

“Kami akan meng-crosscek keterlibatan Pemda kita. Apalagi sangat kita sayangkan surat sakti Sekda Bangka hanya berlaku kurang lebih satu minggu. Selain itu, seberapa besar pendapatan daerah kita dari aktifitas tersebut, dan ke mana muara biji timah itu dijual,” tegasnya bertanya.

Sebagai upaya kontrol dan penegakan hukum, Lukman berkata akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional, lantaran dia merasa kalau Pemerintah Provinsi Bangka Belitung maupun Pemkab Bangka, serta aparat penegak hukum telah tutup mata terhadap tragedi memilukan tersebut.

“kami akan menyurati menteri dan kementerian terkait, dan DPR RI melalui jaringan DPP HNSI pusat, sebagaimana pernah kami lakukan saat [kasus] eksplorasi penambangan pasir di luar IUP, dan berhasil,” ujarnya.

Langkah itu dia pandang perlu ditempuh HNSI agar persoalan ini bisa menjadi sorotan serta perhatian pemerintah pusat untuk segera diselesaikan.

Apalagi dia sangat meragukan dan pesimistis jika pemerintah daerah atau aparat penegak hukum memiliki nyali untuk menindak tegas pelaku penambangan, khususnya aktor-aktor intelektual yang selama ini bebas menikmati penjarahan harta kekayaan negara di wilayah tersebut.