MALTENG, metro7.co.id – Kebun kelapa menjadi satu-satunya harapan Parman, 47 Tahun, untuk menafkai ekonomi keluarganya. Sesaknya kebutuhan hidup tidak membuatnya berpaling dari kerjanya sebagai petani kelapa.

Mungkin karena usianya yang sudah tidak muda lagi, bapak Parman tidak punya pilihan lain lagi. Ya, mau tidak mau urus kelapa saja.

Bapak Parman menetap di Desa Lahakaba Kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku Tengah. Saban pagi, ia bergegas ke kebun dan pulang sore hari. Jumat,26/11/2020.

Membersihkan rumput-rumput liar di kebun dan memungut kelapa yang jatuh, begitu yang ia lakukan setiap hari. Pekerjaan ini dilakukan dengan semangat meski usianya sudah cukup di bilang tua.

Saat musim panen tiba, ia dibantu anaknya untuk memetik kelapa. Ia hanya sibuk mengumpulkan dan mengakut kelapa ke rumah.

Pekerjaannya berlanjut di rumah yakni membelah kelapa. Satu per satu kelapa dibelah, dikeringkan dengan cara di asar ditempat asaran kelapa.

Setelah kering,daging kelapa dikumpul untuk selanjutnya dijadikan kopra.

Kopra yang sudah jadi dijual ke penada. Uang didapatkan dari hasil jualan kopra, digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Besarnya penghasilan bapak Parman sangat bergantung dari banyaknya panenan dan harga yang dipatok.

 

Harga Kopra Naik di Tengah Pandemi

Hari-hari ini, ia begitu senang. Alasannya, harga kopra yang tadinya Rp.4.500 menanjak naik sampai Rp.7.300-, Beberapa hari yang lalu ia jual ke penada dengan harga Rp7.200 per kilogram.

“Sekarang, harganya sudah naik lagi dan saya jual dengan harga Rp7.200 per kilogramnya,” ucapnya dengan rasa bersyukur.

Parman bersyukur di saat pandemi Covid-19 ini harga kopra malah lebih baik dari sebelum Covid-19.

“Saya bersyukur karena saat ini harga kopra naik,saya masih bisa bertahan hidup walau hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saya dan keluarga,” tambahnya.

Nasib yang sama juga dialami para petani kelapa lainnya. Hasan, 49 tahun, misalnya, dirinya mengaku bersyukur dengan harga kopra yang naik saat ini.

“Padahal saya sebelumnya hampir kecewa dengan harga kopra. Tapi dengan harga yang naik saya tidak merasa kecewa lagi dan tidak putus asa,” ucapnya.

Sementara itu, Jamimu tinggal di Dusun Yaholu dan punya lahan kelapa yang cukup luas. Tidak heran kalau ia cukup optimis mengelola ladangnya itu. Menurut perhitungannya, hasil yang ia peroleh dari kopra lebih dari cukup.

Beberapa waktu belakangan, semangatnya optimis setelah harga kopra naik lagi walau sebelumnya dia mearasa putus asa.

“Ada rahmat dan rejeki dari Allah SWT,walau kita saat ini mengalami pandemi covid-19 tapi harga kopra masih naik,sehingga saya masih bisa mengkuliahkan anak saya dari hasil kopra,” ujar Jamimu Ayah beranak 4 ini.

La Jadi, 51 tahun, Petani Kopra asal Desa Maneoraru Kecamatan Telutih ini juga punya pengalaman miris sebelumnya, Bulan November 2019 lalu, ia menjual kopranya sebanyak satu ton dengan harga yang Rp4.500 per kilogram.

Tentu ini menyayat hati. Tapi mau bilang apa, terpaksa kopranya dijual takut kalau-kalau harganya turun lagi.

“Saya memang kecewa sebelumnya,Padahal kopra saya banyak tapi harganya kecil. Mau bilang apa. Kita harap supaya nasib kami petani diperhatikan. Ini sumber hidup kami,” kata La Jadi.

Namun rasa syukur itu datang setelah Pandemi Covid-19 itu datang tiba-tiba ia mendengar kabar kalau harga menanjak naik menjadi Rp.7.300.

“Saya mendengar harga kopra itu naik dari agen pembeli di desa tetangga dan hari ini saya sudah perintahkan anak buah saya naik kelapa untuk di jadikan kopra,” imbuhnya.

Dirinya juga berharap harga kopra yang naik saat ini itu bisa bertahan sampai akhir tahun,bila perlu sampai tahun-tahun berikutnya.

“Saya berharap kepada Pemerintah supaya bisa melihat nasib petani kopra agar harga yang sudah naik ini tidak kembali anjlok lagi,” harapnya.**