MALTENG, metro7.co.id – Anggota Sat Intelkam Polres Maluku Tengah melakukan koordinasi dengan masyarakat Negeri Haruru Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Kamis, (25/8/22).

Dalam koordinasinya, Anggota Sat Intelkam mendengar keluhan masyarakat adat Negeri Haruru dari mata rumah parentah Waeleruno yang menuntut Bupati Maluku Tengah, Tuasikal Abua, agar menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Perkara 109 K/PDT/2012 Terkait Peraturan Negeri Nomor 01 Tahun 2011, hal ini di ungkapkan oleh Paulus Waeleruno.

Hal lain juga dijelaskan oleh Perwakilan Mata Rumah Parentah Marga Waeleruno adalah bahwa Negeri Haruru salah satu negeri Adat yang berkedudukan di Kecamatan Amahai dan hampir sebagian masyarakat negeri adat yang memilki hubungan Pela Gandong juga tahu bahwa Mata Rumah yang berhak Memerintah atau Mata Rumah Parentah berasal dari marga Waeleruno.

“MA telah mengeluarkan putusan atas gugatan dari marga Maatoke yang dilakukan oleh Yakobis Y. Maatoke (Raja Negeri) yang telah dilantik oleh Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua, tetapi kemudian ditetapkan sebagai Tersangka oleh Penyidik Polres Malteng atas dugaan Penggunaan Ijazah palsu,” beber Paulus.

Lanjutnya, Bahwa dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, terdapat beberapa points penting sebagai berikut :

“1. Menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Yakobis Y. Maatoke, 2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar Biaya Perkara dalam Tingkat Kasasi sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), ungkapnya.

Kemudian Pelantikan Yakobis Y. Maatoke sebagai Kepala Pemerintahan Negeri Haruru yang dilaksanakan di Gedung Baileo Ir. Soekarno Masohi memantik protes dari masyarakat Negeri Haruru terutama anak cucu Mata Rumah Parentah Marga Waeleruno.

“Aksi protes itu dilakukan melalui unjuk rasa untuk menyuarakan permasalahan yang terjadi atas wujud protes kepada pemerintah daerah yang dianggap mengabaikan produk hukum yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia,” tegas Paulus.

Sebelumnya, kelompok yang menamakan diri sebagai Masyarakat Pemerhati Hak Adat dengan tegas meminta agar tidak ada pembelokan terhadap sejarah terhadap Negeri Haruru dalam hal Mata Rumah Parentah.

” Jangan sekedar memuluskan kepentingan politik kelompok tertentu apalagi fakta hukum jelas bahwa Yakobis Y. Maatoke bersama kelompoknya pernah menggugat dan kalah tetapi masih bisa di lantik sebagai Kepala Pemerintahan Negeri Haruru Kecamatan Amahai,” ujarnya.

Atas dasar itulah maka tuntutan dari Masyarakat Pemerhati Hak Adat menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain :

a. Mengembalikan Hak Adat Matarumah Parentah WAELARUNO berdasarkan Peraturan Negeri 01 Tahun 2011 yang diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Perkara: 109 K/PDT/2012 dan diputuskan pada tanggal 11 September 2012.

b. Meminta Bupati Maluku Tengah untuk melakukan proses Pelantikan Raja Haruru dari Matarumah Parentah WAELARUNO selaku pemilik hak Adat Negeri Haruru.

c. Meminta Kejaksaan Negeri Maluku Tengah untuk segera menyelesaikan proses Hukum terkait dugaan kasus pemalsuan Dokumen pengganti Ijazah dan perbuatan melawan putusan Mahkamah Agung RI tentang peraturan Negeri Haruru nomor 01 tahun 2011 yang dilakukan oleh mantan Kepala Pemerintah Negeri Haruru, Saniri Negeri Haruru dan kroni-kroninya.

d. Mendukung penuh proses penegakan Hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resor Maluku Tengah terkait dugaan kasus pemalsuan dokumen pengganti ijazah dan perbuatan melawan putusan Mahkamah Agung RI tentang putusan peraturan Negeri Haruru NOMOR 01 tahun 2011 yang dilakukan oleh Mantan Kepala Pemerintah Negeri Haruru, Saniri Negeri Haruru dan kroni-kroninya.

e. Haruru yang saat ini sedang dalam Proses Hukum, sekaligus mendesak Bupati Maluku Tengah agar memerintahkan Penjabat Kepala Pemerintahan Negeri Haruru Saudara Jefry Wattimena secepatnya memproses pelantikan Raja Difinitif dari Matarumah Waelaruno yaitu saudara PAULUS WAELARUNO sebagai Ahli waris dari Matarumah. *