SULA, metro7.co.id – Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Sula, Maluku Utara, Immanuel Richendryhot beda pendapat soal kasus Belanja Tidak Terduga (BTT) Covid-19 pada tahun 2020 dengan salah satu bawahan Kasubsi dibidang tindak pidana khusus, Wili Febri Ganda.

Hal tersebut ditanggapi Akademisi Hukum Unkhair Ternate, Aslan Hasan karena dinilai Kejari Kepulauan Sula blak – blakan.

Menurutnya, perbedaan pendapat terkait status kasus tindak pidana korupsi antara Kajari dan tim penyidik adalah masalah serius di dalam lembaga yang dipimpin Immanuel Richendryhot.

“Bagaimana mungkin, Kajarinya sudah sampaikan ke publik bahwa kasus tersebut sudah penyidikan berselang beberapa bulan bawahannya sebut kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Dan penyampaian tersebut bukan dari Kasi Pidsusnya. Tapi ucapan tersebut dari kasubsinya. Jangan sampai ada kedipan mata atara kejari dan oknum-oknum tersebut,” kata Aslan, Selasa (13/6).

Jika jalur koordinasi pimpinan kejari dan bawahannya tidak searah soal penanganan perkara korupsi. Maka terkesan penanganan kasus tersebut hanya main-main.

“Harusnya pihak Kejari Kepulauan Sula berhati-hati dalam menyampaikan proses dan progres kasus tersebut ke publik dong,” jelasnya.

Kalau penanganan kasus tersebut seperti itu, sambung Aslan, nantinya, public menilai Kejari Kepulauan Sula tidak serius dalam penanganan korupsi dana Covid-19 tahun 2020. “Apalagi proses penyelidikannya kasus tersebut sudah cukup lama,” tambahnya.

Sebelumnya, Kepala Kejari Kepulauaun Sula, Immanuel Richendryhot, pada 11 November 2022 lalu, saat bertandang di Kantor Kejati Maluku Utara menyampaikan, kasus dana Covid-19 tahun 2020 telah ditingkatkan status ke tahap penyidikan.

Sementara itu, Wili Febri Ganda berkata lain kepada sejumlah awak media pada 9 Juni 2023 bahwa kasus Covid-19 tersebut masih dalam tahapan penyelidikan.

Berdasarkan data tersebut, ada 7 OPD yang mengelolah dana Covid-19 tahun 2020, yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga (BTT) yaitu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) senilai, Rp563.130.000, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanana, Rp13.302.978.848,00.

Kemudian, Dinas Kesehatan senilai Rp. 6,331.085.100, Dinas Ketahanan Pangan, Rp. 2.000.000.000, Dinas Koperasi UMK Perindustrian dan Perdagangan, Rp. 1.098.857.000, Dinas Sosial sebesar Rp. 6,399.999.800. dengan total realisasi senilai Rp. 34,361.118.248.
Dari 7 OPD tersebut itu, ada 4 OPD yang menggunakan belanja tidak langsung dan diduga markup dengan nilai belanja sebesar Rp. 5.545.887.833.

Diantaranya, RSUD Sanana terdapat 27 Item belanja barang dengan nilai Rp. 3.861.659.083, Dinas Kesehatan terdapat 16 item belanja dan Pembayaran Kemitraan Kualitas Dokter, PTT dan Paramedis, Insentive Covid-19 Bulan Juli – Agustus dan bulan Desember di RSUD Sebesar Rp. 1.502.428.750.
Selanjutnya, pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terdapat 2 item belanja dengan nilai Rp. 105.000.000. Kemudian, pada Dinas Koperasi dan UKM sebesar Rp. 76.800.000.

Berdasarkan data yang dihimpun dari hasil Pemeriksaan BPK RI perwakilan Maluku Utara, Dana BTT tahun 2020, ditemukan sejumlah masalah terkait dengan kegiatan Penyuluhan kesehatan Covid-19 senilai Rp. 270 juta pada Dinas Kesehatan.

Kemudian, kegiatan sosialisasi pencegahan Covid-19 sebesar Rp. 130 juta serta sosialisasi pemantauan pembelajaran daring senilai Rp. 125 Juta pada Dinas Pendidikan Kepulauan Sula yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Selan itu, dana yang dikhususkan penanganan Covid-19 dialihkan ke 3 pembangunan gedung yaitu, RSUD, Dinkes, dan Dinas Koperasi dan UKM yang ditemukan kerugian Negara sebesar Rp. 129.235.443,63.

Diketahui, Dana BTT Covid-19 dari 7 OPD tersebut pada akhir tahun per 31 Desember 2022. Sisa dana persediaan senilai Rp. 730.188.107 yakni, pada Dinkes dan RSUD Sanana. Untuk SKPD lainnya telah terpakai habis.