KEPULAUAN SULA, metro7.co.id – Gerakan Pemuda Mangoli Utara Bersatu (GPMUB) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terhadap pengusaha rumpon (rompong) yang dinilai merugikan nelayan kecil. 

Desakan itu ditunjukkan melalui aksi demonstrasi pada Jumat (21/5/2021) siang. Aksi ini sebagai bentuk pengawalan aspirasi nelayan lokal di Desa Falabisahaya, yang dinilai belum terjawab dari aksi sebelumnya pada 2019 silam.

Dalam aksi tersebut, pendemo mendesak pihak-pihak terkait, yakni Pemerintah Desa Falabisahaya, Pemerintah Kecamatan Mangoli Utara serta pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Sula, untuk memberhentikan operasi para pengusaha rompong yang dinilai tidak sesuai aturan yang berlaku.

Koordinator lapangan (Korlap) Arisandi Tuhulele, dalam orasinya mengatakan, persoalan rompong dinilai tabrak aturan.

“Dalam Permen KP Nomor 26/ PERMEN-KP/2014, pasal 7 penertiban pemasangan rompong, dalam ayat 1 pasal 7 dijelaskan bahwa, setiap orang yang melakukan pemasangan rompong diwajibkan memiliki SIPR (Surat Izin Pemasangan Rompong), tetapi kenyataannya rompong yang ada belum juga memiliki surat izin,” teriak Sandi di depan kantor Desa Falabisahaya.

Selain itu, ada 4 poin tuntutan yang disampaikan pendemo, diantaranya:

  1. Mendesak Pihak Pemerintahan agar memanggil pemilik rompong untuk bertanggung jawab dengan menunjukan legalitas rompong.
  2. Mendesak DPRD Kabupaten Kepulauan Sula untuk memanggil Kepala Dinas (Kadis) Perikanan setempat.
  3. Mendesak pihak Polairud agar menertibkan persoalan rompong sesuai aturan.
  4. Mendesak pihak pemerintahan untuk musnahkan rompong ilegal.

Sandi juga menegaskan kepada instansi terkait agar segera mencopot rompong yang ada di perairan Kepulauan Sula. Sebab, itu dinilai akan berdampak pada kurangnya potensi hasil laut di Kepulauan Sula.

“Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepsul segera memberikan sanksi kepada pemilik usaha rompong karena merugikan masyarakat dan Nelayan Kepulauan Sula,” tegasnya.[]