MATARAM, metro7.co.id – Musda X DPD Golkar NTB telah berakhir dengan menetapkan H Mohan Roliskana secara aklamasi sebagai Ketua DPD I Golkar untuk periode 2021-2026 mendatang.

Hanya saja, cerita dibalik terpilihnya Wali Kota Mataram pada musda kali ini, masih menjadi ganjalan yang berdampak pada kekecewaan pada para kader senior pohon beringin. Diantaranya, H. Ahyar Abduh dan mantan Ketua DPD Golkar HM. Suhaili FT.

Ahyar Abduh misalnya mengaku kecewa atas sikap DPP Partai Golkar yang mengalihkan dukungan ke Mohan Roliskana pada detik-detik terakhir menjelang pelaksanaan Musda Golkar yang dibuka pada Selasa (2/3) malam.

Ahyar menegaskan, oknum DPP itu tidak menunjukan etika politik yang baik. Hal itu dikatakan karena, dirinya sudah dipanggil Ketua Umum (Ketum) Golkar Airlangga Hartarto pada Februari 2020.

Pada saat itu, Ketum di hadapan Sekjen dan Waketum DPP, dirinya diminta untuk memimpin DPD Golkar NTB periode 2021-2026 mendatang. Bahkan, Ahyar sudah menandatangani surat pernyataan kesiapan sebagai Ketua Golkar NTB yang disiapkan DPP.

Namun tidak disangka pada Minggu (28/2) lalu, dirinya di panggil Plt Ketua DPD I Golkar NTB dan Korwil DPP Golkar untuk NTB agar diminta mundur dari pencalonan tanpa alasan yang jelas.

“Bagi saya, sikap DPP itu sangat kita sayangkan. Bahkan, menjelang pembukaan Musda pun saya bersama pak Suhaili sudah rela dan berbesar hati untuk bergandengan tangan untuk bersatu membersarkan Partai Golkar di NTB juga enggak diterima sama DPP,” tegas Ahyar pada wartawan, Rabu (3/3).

Mantan Wali Kota Mataram dua periode yang juga mantan Ketua DPD II Golkar Mataram itu, mengungkapkan beberapa alasan diminta mundur dari pencalonan Ketua DPD Golkar NTB. Salah satunya, DPP menghendaki figur yang sedang menjabat sebagai kepala daerah.

Parahnya, Ahyar juga dianggap melakukan kesalahan berat yakni, telah mencalonkan putranya Badruttamam Ahda sebagai calon wakil wali kota di Pilkada 2020 lalu sebagai pesaing Mohan yang diusung Golkar.

Meski, ada desakan DPP melalui Korwil dan Plt Ketua DPD Golkar NTB agar tidak maju, Ahyar tetap menyampaikan tetap maju mencalonkan diri sebagai bentuk loyalitas dan komitmen membesarkan dan mengembalikan kejayaan Partai Golkar.

Ia menjelaskan terkait putrannya mencalonkan diri di Pilkada Mataram merupakan bagian dari dinamika politik.

Oleh karena itu, Ahyar pun tidak mempersoalkan siapapun terpilih di ajang Musda Golkar. Namun ia menyesalkan sikap DPP yang dianggap sama sekali tidak mengedepankan etika dan fatsun politik pada kader yang ikhlas membesarkan partai selama ini.

“Jika memang saya tidak dikehendaki sebagai calon ketua, kenapa harus dipanggil dan diminta untuk maju mencalonkan pada Musda yang menghasilkan H Mohan Roliskana sebagai ketua Golkar NTB itu. Saya enggak persoalkan berapa uang pribadi yang keluar bolak-balik ke Jakarta, serta melakukan konsolidasi penguatan kader di NTB selama ini,” jelasnya.

“Semua warga NTB tahu, pak Mohan itu juga adalah mantan Wakil Wali Kota saya. Dia juga adalah kader saya bersama (Alm) bapaknya Pak H. Ruslan, kami sama-sama membesarkan partai Golkar di Mataram. Tapi, ya saya harus terima dengan besar hati. Dan harus tetap kita mengucapkan selamat atas dipilihnya H Mohan sebagai ketua Golkar NTB,” sambung Ahyar Abduh sambil menutupi muka kecewanya.

Terpisah, mantan Ketua DPD Golkar NTB, H Moh Suhaili FT juga menyayangkan sikap DPP yang seakan mendzoliminya atas perlakuan Plt ketua Golkar dan pengurusnya.

Sikap DPP Golkar itu membuatnya mengambil sikap mendeklarasikan dirinya untuk keluar dari Golkar.

“Saya pastikan keluar dari Golkar, apa gunanya saya masuk Golkar kalau di zolimi seperti ini,” tegas Suhaili.

Bupati Loteng dua periode itu menilai dirinya hanya sebagai orang kecil yang tidak mempunyai masa yang besar, tapi mengingatkan bahwa tidak ada orang jatuh karena batu yang besar.

“Saya bukan orang besar tapi ingat, tidak ada orang jatuh karena batu besar, justru orang jatuh karena kerikil. Sekali lagi, Suhaili ini bukan siapa-siapa kok,” tandas HM. Suhaili FT.[]