MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Ke depan, tempat ini tidak sekadar kolam ikan. Lebih dari itu. Dikelola menjadi destinasi wisata baru di sekitar bukit teletabis. Sebelum atau sepulang dari bukit Teletabis, pengunjung bisa memancing ikan di kolam yang ada di tengah hamparan persawahan warga. Menikmati ikan bakar di alam terbuka. Bercengkrama ria bersama keluarga di tengah hamparan persawahan. Menikmati keindahan alam secara gratis.

Minggu (2/8/2020) siang, wartawan, menyusuri kawasan selatan Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Jejak petualang akhir pekan ini dimulai dari Desa Nggorang. Usai bincang pagi di rumah Kepala Desa Nggorang, tim kecil ini menjejak langkah di area Pasar Desa Nggorang. Menjepret beberapa kali lokasi tersebut dari semua sudut.

Dari pasar Desa Nggorang, tim meluncur menuju Kampung Roang, Desa Golo Pongkor, Kecamatan Komodo. Selama 45 menit menggunakan sepeda motor dari kota Labuan Bajo, kami tiba di kampung itu. Kondisi infrastruktur jalan hotmix dari simpang Nggorang-Kampung Handel, Desa Compang Longgo terasa enteng dan mulus. Bebas hambatan.

Laju sepeda motor mulai melambat saat melewati jembatan Handel menuju Desa Compang Longgo-Desa Pantar hingga Desa Golo Pongkor. Ruas jalan lapen itu tampak rusak, berlubang di sejumlah titik. Debu sepanjang jalan tak terhindarkan. Kendati demikian, kami tiba selamat di etape kedua, yakni Kampung Roang, Desa Golo Pongkor.

Di desa itu, kami bertamu di rumah Kraeng Tu’a Golo Roang, Medardus Bahanu. Rehat sejenak. Seruput kopi panas sembari ngobrol dengan Kraeng Tu’a Golo Roang dan beberapa warga lainnya yang datang menyapa kami. Tak lama berselang kami dijamu makan siang dengan sajian menu ayam goreng. Selanjutnya kami mohon pamit menyambangi kolam ikan milik Thomas Elisa Sembol, putra semata wayang Kraeng Tu’a Golo Roang.

Menuju kolam ikan, kami melintasi jalan tani. Jalan tani tampak tidak terawat. Badan jalan bebatuan ditumbuhi rumput liar dan ilalang. Jalan tani selebar tiga meter membelah lahan persawahan warga yang membentang hijau di kiri-kanan jalan. Lima menit dengan sepeda motor dari Kampung Roang, kami tiba di kolam ikan. Kolam ikan itu terletak di tengah hamparan persawahan warga setempat.

Ada tiga kolam yang telah dibangun. Di antara kolam itu tumbuh pohon kelapa hibrida, pohon rambutan, pepaya hibrida dan juga bedengan sayur asin, kangkung darat dan Labu. Ketiga kolam itu diapiti dua saluran tersier irigasi Wae Dongkong. Saluran air yang mengairi areal persawahan warga Kampung Roang.

Berada di kolam ikan, kelelahan sepanjang perjalanan dari kota Labuan Bajo terbalas tuntas. Bagaimana tidak. Udara bersih, segar dan sejuk. Dekorasi kolam itu naturalis. Beratap langit biru dan dilingkungi tanaman padi yang terbentang hijau. Daya pikatnya menghipnotis pengunjung enggan beranjak. Asyik. Jauh dari kebisingan knalpot kendaraan.

Suasana alami makin komplit ketika mata kami berpaling ke kolam. Ratusan ikan Nila berenang ria menghampiri tuannya yang memberi asupan makanan yang ditaburkan di permukaan kolam. Ikan-ikan Nila tampak mesrah bercumbu ria di atas permukaan air kolam nan jernih dan tembus cahaya hingga ke dasar kolam.

Di bawah rindangan pohon kelapa yang tumbuh di antara tiga kolam itu kami santai ngobrol dengan pemilik kolam ikan. Tomy Sembol (31), begitu ia akrab disapa, adalah seorang Guru Komite SMA Negeri 4 Komodo. Sekolah tersebut berada di wilayah administrasi Desa Warloka, Kecamatan Komodo.

Ide muncul di tengah pandemi corona

Dia mengatakan, ide merintis usaha budidaya ikan air tawar muncul di tengah kekalutan pandemi covid-19 medio Maret 2020. Kala itu, para guru dan siswa diinstruksikan belajar dari rumah. Warga masyarakat diimbau bekerja dari rumah.

“Ide buka kolam ikan ini bermula dari pengamalan sulit darurat wabah corona. Belajar dan bekerja dari rumah rasanya tersiksa. Mulanya Sekadar mengisi waktu luang di tengah pandemi covid-19. Sebuah desakan hasrat sekaligus hobi dan kesenangan semata. Begitu saja awalnya. Di saat mengerjakan bak pertama ukuran 2 × 4 m ini, muncul ide-ide lain,” terangnya.

Walau belum memanen, Tomy mengaku serius membudidaya ikan air tawar. Keseriusan itu, terinspirasi dari fakta tentang pengembangan kota Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang kini sedang menggeliat.

Tomy termotivasi manakala arus kunjungan wisatawan domestik ke kawasan selatan Kecamatan Komodo pada tahun 2020 mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Destinasi baru yang ramai digempur wisatawan lokal hari-hari belakangan ini adalah bukit Teletabis.

Peluang tersebut, kata Tomy, jangan hanya dilihat. Mesti ditangkap dengan tindakan nyata. Saatnya warga di sepanjang kawasan selatan Komodo harus memulai sesuatu yang bermanfaat.

“Budidaya ikan air tawar, salah satu contoh aksi nyata itu,” tandasnya.

Prospek menjajikan

Menurut Tomy, prospek budidaya ikan air tawar ke depan sangat menjanjikan. Fakta menunjukkan, persediaan
ikan air tawar di kota Labuan Bajo dan sekitatnya masih sangat terbatas. Wisata kuliner ikan air tawar juga nyaris tidak ada.

“Di kota mungkin sudah tersedia. Tetapi di luar kita tidak ada. Sementara, kunjungan wisatawan lokal ke luar kota akhir pekan semakin ramai. Ini peluang yang saya lihat ke depannya,” ujar Tomy.

Keseriusan menangkap peluang itulah, Dia buktikan dengan merintis usaha budidaya ikan air tawar saat ini. Dulunya lokasi kolam itu adalah petak sawah. Kini petak-petak sawah itu ditata jadi kolam ikan. Sementara ini, ada tiga bak ikan yang telah dibangun. Ukuran molam bervariasi Dua kolam ukuran 2 x 4 m dan satu kolam 2 × 5 m. Tiga kolam belum cukup baginya. Dia sedang berusaha untuk menambah jumlah kolam.

Rencananya jumlah kolam akan terus bertambah. Ini usaha serius. Tidak sekadar kolam ikan. Tekad saya kelak bisa menjadi salah satu pelaku usaha yang bisa menyuplai pasokan ikan air tawar ke tempat kuliner di kota Labuan Bajo dan sekitarnya,” kata Tomy.

Kendala

Ide jenius yang sedang dirintis guru komite ini diakuinya bukan tanpa hambatan atau kendala. Dia menyebut dua kendala utama yang kini sedang menghimpit jalan usahanya.

Terpantau penulis, dari tiga bak tersebut, hanya dua yang terisi ikan. Sementara satu bak lainnya belum terisi. Itu karena, sebagaimana pengakuannya belum mempunyai modal yang tercukupi. Pertama, modal usaha dan kesulitan mendapatkan benih ikan. Kedua, debit air kolam saat musim kemarau

“Untuk dua bak ini, saya sudah habiskan modal Rp. 350.000 untuk membeli benih. Itu pun belum cukup. Satu bak belum ada benih ikan. Sementara, untuk pembangunan tiga bak itu, saya habiskan biaya kurang lebih Rp. 2.000.000. Kendala kedua adalah debit air.

“Sementara ini saya gunakan air yang bersumber dari saluran irigasi. Suatu waktu semua petani sawah yang ada di sini memerlukan air dalam waktu bersamaan. Tentu saja merepotkan. Ini yang saya khawatirkan,” jelasnya.

Sumber air khusus untuk kebutuhan kolam ikan, kata Tomy, tersedia. Yakni air bendungan Wae Dongkong. Jarak dari lokasi kolam ikan ke sumber air kurang lebih dua km. Yang Dia butuhkan adalah pipa atau selang untuk mendistribusikan air kali ke kolam.

Butuh sokongan pemerintah

Mengejawantahkan ide jenius pria mileneal ini diakuinya memang belum seberapa. Belum maksimal diimplementasikan karena midal usaha yang tertatih-tatih. Itu sebabnya dia sangat mwmbutuhkan donasi para pihak demi mewujudkan mimpi besarnya. Tomy berharap pemerintah setempat berupa dana pemberdayaan ekonomi maayarakat. Selain untuk pengadaan benih ikan, juga modal usaha untuk pembangunan kolam dan faailitas ikutannya.

Tomy mengakui sejauh ini Dia belum pernah mengkomunikasikan harapan dan konsep itu kepada pemerintah desa maupun instansi terkait. Bermodalkan ide dan ketekunan berusaha serta optimisme. Selama ini Dia bergelut sendiri mewujudkan konsep budidaya ikan air tawar dan green tourism. Walaupun belum mendapat dukungan dan sokongan pemerintah, dia terus berusaha untuk merealisasikan konsep besarnya itu.

Terpantau media ini, konsep mengawinkan konstruksi kolam ikan dan green tourism di tempat itu sangat memungkinkan. Sebab, lokus pembangunan kolam ikan dan green tourism itu sangat strategis. Berada di tengah hamparan persawahan warga setempat. Lokasi itu mudah dijangkau.

Ke depan, tempat itu tidak sekadar kolam ikan. Lebih dari itu. Dikelola menjadi destinasi wisata baru di sekitar bukit teletabis. Semacam, green tourism, tempat wisata hijau yang eksotis dan romantis.

Sebelum atau sepulang dari bukit Teletabis, pengunjung bisa memancing ikan di kolam yang ada di tengah hamparan persawahan warga. Menikmati ikan bakar di alam terbuka. Bercengkrama ria bersama keluarga di tengah hamparan persawahan. Menikmati keindahan alam secara gratis.

Berharap pemerintah berkontrobusi menyokong ide jenius kaum milenial yang memiliki cara wawas visioner, kontruktif seperti ini. Tomy Sembol telah memulai meniti usahanya dari titik nol. Bessr harapan geliat karya dan kreatifitas anak muda ini mesti disupport. Pendek kata, pemerintah seyogianya menfasilitasi rintisan usaha anak-anak muda. Kreatifitas seperti ini adalah daya dukung menunjang geliat pembangunan Labuqn Bajo sebagai pariwisata super premium. ***