Demo Tolak Jurassic Rinca, Aktivis SP NTT-Jakarta Dikeroyok Polisi
JAKARTA, metro7.co.id – Demonstrasi Serikat Pemuda NTT (SP-NTT) Jakarta yang berlangsung di Gedung Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Rabu (4/11/2020) diwarnai aksi pengeroyokan serentak penganiayaan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap demonstran.
Dalam keterangan pers SP NTT-Jakarta yang diterima metro7.co.id, Kamis (5/11/2020) dijelaskan, aksi demonstrasi itu menolak pembangunan Jurasick Park di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi yang dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai sekitar pukul 17.00 WIB itu kemudian berujung pengeroyokan dan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap salah seorang aktivis SP NTT-Jakarta, Yano Darno.
Akibat pengeroyokan itu, Yarno Dano, mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Semester V, mengalami luka memar dan benjol di kepala, punggung pinggang dan kaki.
“Yano dikeroyok segerombolan polisi saat ia berada di mobil komando. Yano dikeroyok lalu dipukul oleh sejumlah polisi,” tulis Serikat Puda NTT-Jakarta dalam keterangan pers itu.
Untuk diketahui, tercatat sampai saat ini, pemerintah telah membuka karpet merah bagi investor untuk berinvestasi di kawasan TNK. Karpet merah itu telah terbukti melalui beberapa izin. Berikut ini beberapa kebijakan kontroversi KLHK yang berdampak buruk bagi nasib konservasi TN Komodo ke depan.
Pertama, mengeluarkan izin bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk berinvestasi melalui izin pengusahaan pariwisata alam (IPPA) dalam TN Komodo.
Pada 2010, KLHK mengeluarkan regulasi yaitu Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang izin pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Permen ini merupakan payung bagi perusahaan-perusahaan swasta berinvestasi di lebih 54 taman nasional di Indonesia.
Sejak itu, ada tujuh perusahaan mengajukan izin pengusahaan sarana pariwisata alam (IUPSWA) di TN Komodo, antara lain, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE). Ia dapat izin dengan SK Kemenhut Nomor 796/Menhut/II/2013 di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Lalu, PT Segara Komodo Lestari (SKL) dengan SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013 tertanggal 9 September 2013 di Pulau Rinca.
Dari izin ini, KWE mendapat lahan 426,7 hektar di Pulau Padar dan Komodo. Sedang SKL, akan mendapatkan lahan 22,1 hektar di Pulau Rinca. Kedua perusahaan ini akan membangun infrastruktur sarana pariwisata alam seperti villa, restoran, office park, unit penginapan staf, dan jetty.
Pada 2019, KLHK telah menerbitkan Permen terbaru Nomor P.8/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2019 tentang izin pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Ia revisi atas permen sebelumnya. Hal terbaru dari regulasi ini, seluruh proses perizinan IPPA melalui sistem online single submisson (OSS).
Kedua, KLHK berbagi otoritas dengan pihak lain mengelola Pulau Komodo jadi destinasi wisata super eksklusif. Setelah gagal merelokasi warga Pulau Komodo untuk pariwisata eksklusif medio 2019, KLHK justru berbagi otoritas dengan Kementerian Martim dan Investasi, Kementerian Pariwisata dan Pemerintah NTT menata Pulau Komodo jadi destinasi wisata eksklusif.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rapat koordinasi pada 30 September 2019 di Jakarta, menyebutkan, Pulau Komodo akan ditata bersama melibatkan pemerintah pusat dan Pemprov NTT sebagai world class wisata dan investasi.
Untuk itu, pengelolaan Pulau Komodo juga akan diserahkan kepada pihak ketiga. Sejauh ini, selain KWE yang mengantongi izin, pemerintah telah mengumumkan PT Flobamor, merupakan BUMD NTT turut terlibat dalam pengelolaan pulau ini.
Menko Investasi dan Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan, bahkan mengaku telah menghubungi lembaga filatrophy dari Amerika untuk mengelola Pulau Komodo seperti Taman Safari di Afrika.
Ketiga, atas dalih KTT negara-negara G-20 pada 2023, pemerintah juga akan merombak penataan kawasan Loh Buaya di Pulau Rinca. Penataan ini dengan cara merobohkan semua bangunan di Loh Buaya, ganti dengan sarana dan prasarana baru yang mengambil model bangunan Jurassic Park.
Proyek yang membuang-buang anggaran negara sekitar Rp.67 miliar ini, jelas akan sangat berdampak buruk bagi keaslian bentang alam Loh Buaya. Ia juga mengancam ekosistem satwa yang menghuni area itu.
Dengan betonisasi, pemerintah akan membangun jalan gertak elevated (3.055 meter persegi), penginapan petugas ranger dan peneliti, area pemandu wisata (1.510 M2), dan pusat informasi (3895M2). Juga, pos istirahat (318 M2) pos jaga (216 M2), pemasangan pipa (144 meter), pengaman pantai (100 meter) dan dermaga (400 M2).
Pembangunan sumur bor untuk mendukung kawasan ‘Jurassic Park’ ini akan sangat berdampak buruk bagi sumber mata air yang selama ini jadi tempat hidup satwa-satwa di situ.
Keempat, utak-atik zonasi Pulau Padar untuk tujuan investasi pariwisata. Dalam sistem zonasi melalui Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No: 65/Kpts/DJ-5/2001 tentang zonasi Taman Nasional Komodo, Pulau Padar, hanya terdiri dari zona inti dan zona rimba.
Merujuk pada aturan zonasi dalam kawasan taman nasional, sama seperti zona inti, pada zona rimba juga tak boleh ada aktivitas manusia kecuali wisata alam terbatas.
Perubahan zonasi di Pulau Padar terjadi ketika pada 2012, KLHK mengkonversi 303,9 hektar dari pulaitu jadi zona pemanfaatan wisata darat. Ia berubah melalui Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK.21/IV-SET/2012 tentang Zonasi Taman Nasional Komodo.
Dari jumlah itu, melalui desain tapak, KLHK menetapkan 275 hektar lahan konversi itu untuk apa yang disebut ruang usaha. Hanya 28,9 hektar jadi ruang wisata publik. Wilayah ruang usaha itulah yang sekarang dikuasai KWE pada 2013.
Selain akan jadi kelola KWE, pemerintah juga mengumumkan Flobamor bakal membuka bisnis kuliner premium di pulau itu. Boleh jadi, KLHK juga tengah proses review zonasi di Pulau Padar untuk makin membuka ruang bagi investasi pariwisata.
Kelima, pemerintah berencana mengelola Pulau Muang dan mungkin juga Pulau Bero/Rohbong, yang terletak antara Pulau Rinca dan Golo Mori. Ia akan jadi area investasi mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tana Mori seluas 560 hektar. Dua pulau itu masing-masing adalah zona rimba dan zona inti TN Komodo. Pulau Muang, khusus tempat bertelur penyu dan Pulau Bero atau Rohbong adalah habitat kakatua kecil jambul kuning.
Melihat semua pembangunan yang tengah dirancang dan bahkan berlangsung itu, Serikat Pemuda NTT Jakarta yang menaungi beberapa Organda asal NTT menilai justru merusak keindahan alam dari pariwisata itu sandiri.
Apalagi dengan pembangunan sarana dan prasarana berkonsep geopark di Loh Liang, Pulau Rinca dengan anggaran Rp67 miliar pada 2020, yang terdiri dari gedung-gedung dan konstruksi beton. Juga ada pengeboran sumur dalam yang berpotensi merebut sumber air satwa dan merusak vegetasi bentang alam asli di Pulau Rinca.
Berkaca di Afrika, keberagaman satwa endemik sebagai daya tarik utama kawasan konservasi seperti Cagar alam dan Taman Nasional di benua Afrika adalah fakta tak terbantahkan. Di Afrika, meski keberadaan kawasan-kawasan konservasi itu telah mendatangkan devisa bagi negara melalui pariwisata pada satu sisi, investasi pariwisata yang makin tak terkendali justru telah memicu krisis ekologi dan sosial. Dari sisi dampak ekologi, investasi pariwisata yang masif pada kawasan konservasi di Afrika telah memicu kerusakan habitat alami satwa dan vegetasi setempat.
Di cagar alam Maasai Mara di Kenya, peningkatan tajam jumlah pondok penginapan (lodges) wisatawan dalam kawasan konservasi semakin mempersempit ruang migrasi alami satwa. Hingga hari ini di cagar alam tersebut terdapat kurang lebih 25 pondok penginapan permanen dengan total 3.000 kamar (beds), melonjak tinggi dari hanya 6 pondok dengan 300 kamar pada 1980. Tentu hal ini tidak boleh terjadi di TNK.
Kawasan TNK adalah kawasan konservasi yang harus dijaga dan dilindungi. Penegasan kawasan konservasi telah diatur dalam Undang-undang (UU) No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, Termasuk Convention On International Trade In Endangered Species Of Wild Fauna and Flora.
Fokus utama CITES adalah guna memberikan perlindungan pada spesies tumbuhan dan satwa liar dari berbagai macam bentuk dan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku apalagi bila nyatanyata membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. Bahkan, TN Komodo sudah diakui dunia. UNESCO saja sudah menasbihkannya sebagai Situs Warisan Dunia sejak tahun 1991. Jadi, semua kebijakan pembangunan Sarpras di Kawasan TNK sangat kontradiktif.
Bagi penduduk tiga desa dalam kawasan, pariwisata TN Komodo juga telah lama menjadi insentif ekonomi dari ekonomi komunitas berbasis konservasi. Warga Desa Komodo, misalnya, telah menjadi bagian penting dari rantai ekonomi pariwisata dengan menjadi pengrajin, pengusaha suvenir dan jasa homestay.
Penerapan wisata eksklusif untuk Pulau Komodo berpotensi mematikan rantai ekonomi bagi para pelaku wisata skala kecil ini. Sementara bagi sebagian besar warga di Desa Papagarang dan Desa Pasir Panjang yang bermata pencaharian nelayan, kawasan TN Komodo menjadi penting sebagai lahan area tangkapan ikan. Dengan demikian, langkah pemerintah untuk makin memberi ruang bagi investasi pariwisata dalam kawasan TN Komodo bukan tak mungkin akan semakin mempersempit ruang tangkapan ikan dari warga setempat.
Bertolak dari itu, kebijakan pariwisata premium TN Komodo, ada upaya privatisasi aset publik yang sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekosistem dan memperparah ketidakadilan sosial.
Atas dasar itu, Serikat Pemuda NTT Jakarta menyatakan sikap ;
1. Mendesak KLHK segera nencabut IUPSWA dan IUPJWA yang telah diberikan kepada PT. Segera Komodo Lestari dan PT. Komodo Wildlife Ecotourism di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
2. Hentikan Alih Fungsi Zona Konservasi (inti dan rimba) menjadi zona pemanfaatan, seperti di Pulau Muang, Bero dan Padar.
3. Mendesak KLHK segera menghentikan segala bentuk pembangunan di kawasan TNK, khususnya di Pulau Rinca yang saat ini sedang beroperasi. *(M-6)