MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Kendati kerbau dan kuda ditilang petugas dari Dinas Peternakan, polisi dan Pol PP, namun naluri dan rantai bisnisnya justru menajam. Seirama motto hidupnya, “Bisa bila berkata bisa”. Dia selalu optimis sembari berusaha bangkit lagi. Merintis usaha baru, ternak babi sejak tahun 2017. Omzet usaha ternaknya puluhan juta rupiah.

Itulah Stefanus Uding (49) lahir di Roe, 8 Mei 1971. Warga RT 07/RW 03 Kampung Mbokol, Dusun Watu Bakok, Desa Cunca Lolos, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.

Berbincang ria satu jam dengan sejumlah wartawan di rumah Penjabat Kepala Desa Cunca Lolos di Mbokol-Roe, Sabtu (5/9/2020) petang, Stef mengisahkan pengalaman suka-duka hidupnya secara gamblang.

Setelah tamat SDK Wae Masa tahun 1986, Stef merantau hirup udara nusantara. Dari pulau ke pulau mencari pengalaman hidup. Stef menimba banyak pengalaman. Berbekal ijazah SD, Dia bekerja sebagai buruh, sopir hingga tukang bangunan bertahun-tahun di tanah rantauan.

Namun demikian, kompetisi mendapatkan peluang kerja di kota besar memaksa Stef tersisih. Stef memilih pulang kampung halaman lalu menikah dengan tambatan hatinya, Maria Yustina Finas Kadias hingga dikarunia dua anak. Tahun pertama bahtera rumah tangganya penuh tantangan. Tapi sebagai kepala keluarga, Stef tidak putus asa.

Bisnis Kerbau dan Kuda

Sejak tahun 1998 hingga 2016, Stef mulai menjajal bisnis hewan ternak besar, kerbau dan kuda lintas pulau. Menjalin relasi bisnis dengan para saudagar kaya raya dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Sebut saja H. Taba, Daeng Maro adalah dua rekan bisnisnya.

“Bos beri tugas ke saya untuk melobi dan membeli ternak kerbau atau kuda di lapangan. Wilayah operasi di Manggarai raya. Saya sudah keliling tiga kabupaten dari Manggarai Barat hingga pelosok Manggarai Timur,” kenang Stef.

Ayah dua anak ini melanjutkan kisahnya. Diakuinya, tahun -tahun pertama bisnis ternak besar itu bebas hambatan. Dia mendapat komisi Rp 100.000 per kerbau atau kuda. Urusan sewa muat dan administrasi lainnya ditanggung Bos.

Dalam perjalanan, rantai bisnis nya mulai diendus petugas kepolisian dan Pol PP. Kantong rezekinya kempis tersandung aturan terkait izinan dan perlengkapan dokumen lainnya.

Terjadilah pada suatu hari di tahun 2016, petugas dari Dinas Peternakan bekerja sama dengan polisi dan Pol PP Mabar menyita empat ekor kerbau dagangannya yang hendak diantarpulaukan ke Jeneponto. Kerbau disita petugas lantaran tak mengantongi izinan dan dokumen lengkap.

“Sejak saat itulah bisnis saya merugi dan hubungan kerjasama saya dengan Bos buyar. Hilang kontak dengan mereka,” ujar Stef.

Berternak Babi

Berbekal ijazah SD, Stef merenda hari-hari hidupnya bersama sang istri dan kedua anak mereka. Putri sulungnya kini kelas VII SMPN 2 Mbeliling. Keluarga ini menekuni usaha ternak babi dan menanam sayur.

“Awalnya, saya pelihara ternak seekor babi lokal yang dihibahkan kakak saya. Berkembang dari satu ekor itu sampai sekarang,” tandasnya.

Kini, Stef sedang berternak seekor Babi jenis Durok yang dibelinya dari peternak babi di Kecamatan Komodo. Tiga induk betina dan dua babi jantan. Usaha beternak babi yang berorientasi bisnis anak babi beusia dua bulan Rp 800.000 per ekor. Kadang juga menjual babi dewasa umur 8 bukan Rp 3 juta. Dia jelaskan, setelah disapih, anak-anak babi dipisahkan dari induknya. Lima-tujuh hari kemudian, induknya kawin lagi. Begitu seterusnya.

“Pelihara seekor babi jenis Durok. Selama tiga tahun panen enam kali. Hasil panen selama tiga tahun sebesar Rp 40.150.000. Dalam setahun, induknya dua kali beranak. Sekali lahir rata-rata 10 anak. Saya jual Rp 800.000 per ekor. Dalam massa tiga tahun, 6 kali. Saya punya kebutuhan terpenuhi hasil ternak babi,” urai ayah dua anak itu.

Menurut Stef, babi yang dipeliharanya jenis Durok. Keunggulan babi Durok, kata Stef, dagingnya tebal tapi anaknya tidak terlalu banyak. Itu sebabnya Stef kini berusaha mendapatkan anakan babi jenis Landris. Kelebihannya, anaknya banyak, dagingnya tidak terlalu tebal.

Alhasil, baru tiga tahun berjalan, omzet bisnis ternaknya melejit hingga meraup puluhan juta rupiah. Hasil cucuran keringat merintis usaha itu, Dia membeli tiga bidang tanah dan satu unit sepeda motor.

Bersamaan dengan itu, Dia sangat menyadari bahwa dirinya hanyalah jebolan Sekolah Dasar. Itu sebabnya Stef juga tak pernah berhenti belajar menimba pengetahuan dari pihak berkompeten dan berguru pada mitra berpengalaman usaha ternak.

Sejak tahun 2017 menekuni usaha tersebut, Stef menjalin relasi dengan berbagai pihak. Dia juga merajut hubungan kemitraan dengan sesama peternak maupun dengan para tengkukak dan LSM.

Stef bahkan pernah anjangsana ke Solo, Jawa Tengah jadi duta ternak mewakili Kabupaten Manggarai Barat. Pulang dari Solo diutus ikut festival babi di Bajawa, Kabupaten Ngada tahun 2019. Dia bisa sejauh itu berkat pendampingan khusus LSM bertaraf internasional “Hivos” yang bermarkas di Belanda.

Tahun 2018, saya dan 26 utusan dari Flores ikut studi banding di Solo difasilitasi LSM Hivos. Dari Manggarau Barat, kami dua orang. Saya dari Kecamatan Mbeliling dan satu teman dari Kecamatan Lembor,” kenang Stef.

Hambatan

Stef mengaku hambatan selama menekuni usaha ternak babi, antara lain pakan ternak yang mahal. Itu alasannya, Dia memberi makanan manual seperti batang pisang, daun ubi, daun keladi, nangka dicampur dengan jagung.

“Saya kemarin membeli jagung sebanyak satu ton dari petani Pota, Kabupaten Manggarai,” kata Stef.

Dia juga pernah mengajukan proposal memohon bantuan modal usaha dari Dinas Peternakan Kabupaten Manggarai Barat. Namun hingga kini tidak ada realisasinya. *