MALAKA, metro7.co.id  – Masyarakat desa kamanasa kecamatan malaka tengah kabupaten malaka khususnya masyarakat pemilik tanah yang terdata dalam program nasional ( Prona ) badan pertanahan nasional kabupaten malaka tahun 2021, meminta kepala desa kamanasa untuk mempertanggung jawabkan sekaligus mengembalikan biaya administrasi pengambilan sertifikat yang menjadi kebijakan sepihak oleh kepala desa untuk mewajibkan pemilik tanah harus menyetor biaya administrasi sebesar 350 ribu perbidang.

masyarakat pemilik tanah menyayangkan kebijakan yang di ambil sepihak oleh pemerintah desa kamanasa untuk mewajibkan pemilik tanah yang sudah di sertifikat dengan menyetor biaya sertifikat justru menuai kecurigaan dan dugaan dari masyarakat pemilik tanah yang sudah di terbitkan sertifikat.

Gregorius oni bati salah satu Pembantu ukur yang tugasnya setiap hari mendapimngi serta membatu para petugas pertanahan kabupaten malaka untuk melakukan pengukuran, menguraikan kejanggalan ini kepada metro7 co.id di salah satu dusun desa kamanasa kecamatan malaka tengah kabupaten malaka kamis, 23 / 09 / 2021 mengatakan bahawa, pada bulan maret tahun 2017 lalu dalam sosialisasi badan pertanahan nasional kabupaten malaka dalam rangka kegiatan program nasional ( Prona ) tahun 2017 tidak di sepakati antara masyarakat pemilik tanah dan badan pertanahan nasional kabupaten malaka untuk menyetor biaya administrasi penerbitan sertifikat tanah bagi masyarakat desa kamanasa yang terdata dalam program nasional pengukuran tanah oleh badan pertanahan nasional  kabupaten malaka.

” saya tahu benar terkait penyampaian dari pihak badan pertanahan nasional kabupaten malaka yang mengatakan bahwa untuk Prona tahun 2017 semuanya gratis termasuk pilar”, ujarnya.

Goris Bati lebih lanjut menjelaskan bahwa, saat sosialisasi yang di lakukan oleh pihak badan pertanahan nasional kabupaten malaka yang di hadiri oleh kurang lebih 60 orang warga masyarakat pemilik tanah yang terdata dalam program nasional pengukuran tanah secara gratis menyepakati untuk biaya konsumsi petugas pengukuran dan administrasi lainnya, dan bukan untuk biaya  pengambilan sertifikat yang telah di proses oleh badan pertanahan nasional kabupaten malaka.

menurutnya, kebijakan itu justru membuat masyarakat terbebani dengan adanya biaya pengambilan sertifikat tanah sehingga ia menilai kebijakan kepala desa tersebut tidak berdasarkan kesepakatan forum bersama di antara ketiga pihak tentang biaya 350 ribu pengambilan sertifikat yang sudah terbit.

” saya Goris Bati mengatakan bahwa ini bukan musyawarah tetapi ini kebijakan kepala desa yang justru membuat masyarakat terbebani. sehingga banyak sertifikat yang masih tersimpan di kantor desa”, pungkasnya.

Goris berharap agar biaya administrasi pengambilan sertifikat sebesar Rp, 350.000 yang sudah di setor kepada pemerintah desa kamanasa untuk sepenuhnya di pertanggung jawabkan oleh kepala desa kepada masyarakat pemilik tanah yang sudah di sertifikat melalui Prona tahun 2017 namun belum di serahkan oleh kepala desa dengan alasan harus menyetor biaya administrasi 350 ribu tersebut.

hal senada di keluhkan juga oleh salah satu pemilik tanah yang sudah di sertifikat atas nama Hendrikus Magnum yang mengatakan bahwa, dirinya memberikan se-ekor babi jantan kepada kepala dusun sebagai kewajiban ketika sertifikat tanah sudah terbit dan ingin di ambil.

” saya tidak punya uang sehingga saya kasih babi jantan satu ekor sebagai pengganti uang administrasi sertifikat sejak tahun 2017, namun sampai saat ini saya belum di berikan sertifikat oleh kepala desa. kami ini kasihan kami mau bangun rumah tapi sertifikat tidak ada kami tidak bisa bangun”, tandasnya.

sementara itu saat di konfirmasi di ruang kerja kepala desa kantor desa kamanasa jumat 24 / 09 / 2021 terkait keluhan masyakarat pemilik tanah yang sertifikatnya sudah di terbitkan namun belum di bagikan, kepala desa kamanasa Agustinus Bere Nahak mengatakan bahwa, sesuai kesepakatan antara masyara

kat dengan pemdes kamanasa serta pihak badan pertanahan nasional kabupaten malaka menyetujui besaran biaya administrasi pengukuran sebesar Rp, 350.000 sampai dengan terbit sertifikat.

menurutnya nominal 350 ribu tersebut mencakup biaya makan minum petugas pengukuran bersama tim, pengadaan pilar serta biaya belanja meterai, map dan biaya akomodasi lain dengan total biaya 350 ribu, masyarakat hanya menunjukan lokasi tanahnya untuk dilakukan pengukuran serta menyiapkan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga untuk mengikuti wawancara.

kepala desa Agus menambahkan bahwa, kebijakan yang di ambil untuk menyetor uang sejumlah 350 ribu merupakan kesepakatan bersama di antara ketiga pihak  yang melakukan pertemuan yang di tuangkan dalam berita acara dan di tanda tangani oleh kepala desa dan kepala pertanahan kabupaten malaka.

Ia menambahkan bahwa untuk jumlah kuota Prona sendiri, desa kamanasa lebih dari 50 pemilik tanah dengan jumlah bidang tanah sebanyak 670 lebih. namun karna ada masyarakat yang mengeluh bahwa tanahnya belum di sertifikat karna tidak memiliki uang sehingga, ia mendatangi kantor pertanahan kabupaten malaka dan bertemu dengan kepala pertanahan untuk menyampaikan  keluhan itu lalu kepala pertanahan menyetujui aspirasi tersebut, pungkasnya.

Agustinus menghimbau kepada seluruh masyarakat pemilik tanah yang sudah di sertifikat untuk melakukan klarifikasi melalui musyawarah bersama dengan mengedepankan budaya wesey wehali.

” solusinya, datang dan kita klarifikasikan bersama, imbuhnya.****