Konservasi Pokmaswas Nanga Bere Selamatkan 1.176 Telur Penyu di TNP Laut Sawu
LABUAN BAJO, Metro7.co.id – Gerakan konservasi penyu (Chelonioidea) sejak tahun 2017 hingga hari ini. Kendati minim perhatian pemerintah, namun mereka terus bergerak melestarikan satwa penyu dari ancaman predator dan maraknya aksi pencurian liar. Tercatat, sejak 2017 hingga Kamis, 26 Mei 2021 sebanyak 1.167 telur diselamatkan di tempat penangkaran. Tiba saatnya telur-telur penyu yang menetas jadi tukik penyu dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Itulah rutinitas keseharian sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Namun sayang, kerja sukarela pegiat konservasi alam itu bagai bertepuk sebelah tangan.
Pokmaswas Nanga Bere
Kawasan perairan selatan Nisar, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menyimpan beragam potensi keanekaragaman hayati dan keindahan alam yang luar biasa. Salah satu dari sekian potensi yang ada di pantai selatan ini habitat satwa penyu (Chelonioidea). Desa Nangabere masuk dalam Kawasan Bentang Alam Mbeliling dan juga Kawasan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.
Sejak tahun 2017, Balai TNP Laut Sawu membentuk Kelompok Konservasi di Nisar, Desa Nanga Bere yang diberi nama Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Pokmaswas ini diketuai bapak Abdul Karim dan beranggotakan 15 orang nelayan di setiap Kampung, yakni Kampung Nisar, Bangko dan Nanga Tangga dan Wae Raja.
Sejak pembentukan Pokmaswas, mereka melakukan banyak kegiatan konservasi di kawasan tersebut, misalnya penanaman anakan Bakau (kayu Bangko) dan penangkaran telur penyu. Hal ini mereka lakukan karena sering terjadi aksi pencurian liar telur penyu untuk dijual.
Itu sebabnya Pokmaswas melakukan kegiatan monitoring kawasan pantai dan perairan sekitarnya berupa penanaman anakan Bakau. Selain itu, mereka juga melakukan kegiatan konservasi penyu dengan kegiatan pengembangbiakan atau penangkaran telur penyu yang ditemukan di sekitar pantai. Telur penyu yang ditemukan di pantai dipindahkan pada salah satu tempat yang disebut lokasi penangkaran penyu.
Abdul Karim membeberkan data hasil kegiatan Pokmaswas sejak dibentuk. Mereka melakukan kegiatan penanaman 340 anakan Bakau pada 10 Mei 2017 dan 340 anakan Bakau pada 13 Mei 2017. Bersamaan dengan itu, juga mendirikan tempat penangkaran telur penyu di kawasan pantai Nanga Nisar dan sekitarnya.
“Kegiatan konservasi ini kami lakukan secara mandiri. Balai TNP Laut Sawu hingga saat ini belum pernah datang monitor kegiatan kami,” ujar Abdul Karim ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (27/5) siang.
Fadil Mubaraq, salah seorang tokoh muda yang kerap mendampingi kegiatan Pokmaswas di Desa Nanga Bere membenarkan apa yang dikemukakan Abdul Karim.
Gerakan konservasi penyu yang dilakukan, kata Fadil, memanfaatkan peralatan seadanya. Di tengah keremangan malam, mereka menyusuri bibir pantai Nanga Nisar sepanjang dua kilometer. Untuk memudahkan pencarian, mereka menggunakan lampu senter ditambah cahaya bintang dari langit Nanga Bere.
“Mereka terbagi menjadi beberapa anggota tim patroli lalu menyebar menelusuri jejak penyu ketika naik ke darat maupun kembali ke laut. Penelusuran ini dilakukan untuk menemukan tempat penyu bertelur. Setiap penemuan telur dipindahkan ke tempat penangkaran sederhana. Dicatat jumlahnya kemudian perkembangannya dimonitoring dan dievakuasi secara berkala,” ujar Fadil.
Dari data hasil monitoring selama tahun 2017-2020, tercatat total 629 tukik Penyu berhasil dilepasliarkan ke pantai selatan, yaitu wilayah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu. Rincian selama Mei dan Juni 2017 sebanyak 172 butir telur penyu ditemukan lalu mereka pindahkan ke kandang penangkaran. Dalam masa 45 -60 hari kemudian, seluruh telur di tempat penangkaran itu menetas. Tepatnya 15 Mei 2017 menetas sebanyak 80 butir. 12 Juni 2017 menetas 70 butir dan 25 Mei 2017 menetas 20 butir. Jumlah 442 butir.
Setelah menetas, 442 tukik penyu yang telah menetas itu dilepaskan ke laut.
Tahun berikutnya, 14 Mei 2018 menetas sebanyak 97 butir dan 25 Mei 2018 sebanyak 90 butir. Jumlah 187 butir.
Selanjutnya sejak Januari hingga Mei 2021, Pokmaswas Desa Nanga Bere terus bergerak melakukan kegiatan konservasi penyu. Untuk sementara ini ada 538 telur penyu terselamatkan sejak Januari hingga Mei 2021. Rinciannya, pada 10 Januari 2021 mereka berhasil menyelamatkan 156 butir telur penyu. Pada 20 Februari 2021 Pokmaswas berhasil memindahkan sebanyak 162 butir telur dari salah satu sarang ke tempat penangkaran. Berikutnya pada 26 April 2021 mereka menyelamatkan 116 butir telur dari salah satu sarang penyu di area pantai. Rabu 26 Mei 2021, mereka kembali menyelamatkan sebanyak 104 butir telur penyu jenis pipih (Natator depressus) lalu dipindahkan ke tempat penangkaran di sekitar area pantai Nanga Nisar.
Kendala yang dihadapi
Gerakan konservasi kelompok kecil ini ternyata tidak mulus begitu saja. Selain fasilitas dan perhatian yang minim dari para pihak, ada banyak pula tantangan dan resiko yang mereka hadapi. Ironisnya, tantangan paling besar justru datang dari sesama warga masyarakat yang lain. Masih ditemukan ada warga lain yang menjadi predator telur penyu. Bahkan tidak jarang pula ada warga yang mengambil telur penyu untuk dijual ke pasar.
“Kegiatan mulia tersebut tidak semua masyarakat mendukung. Masih ada warga masyarakat yang mengambil telur penyu untuk konsumsi sehari-hari secara sembunyi. Itu sebabnya ia bersama timnya acap kali melakukan kegiatan monitoring tatkala melihat tanda alam kemunculan penyu pada waktu tertentu,” Fadil menjelaskan.
Sayangnya, kerja mulia mereka bagai bertepuk sebelah tangan. Ada banyak kendala saat melakukan kegiatan, namun tidak satupun pihak yang sudi mendengarkan keluhan mereka.
Fadil menuturkan, tempat penangkaran yang dibuat sangat sederhana sesuai kemampuan mereka. Memanfaatkan bambu dan kayu seadanya. Namun dari kesederhanaan itu, mereka telah berhasil melepasliarkan sebanyak 629 tukik penyu ke laut.
“Ini sebuah pencapaian yang besar tentunya. Jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya masyarakat dengan bebas mengambil dan mengkonsumsi telur penyu. Bahkan memperjualbelikan di pasar Lembor. Namun sejak kelompok ini dibentuk telur-telur penyu terselesaikan dan aksi pencurian mulai berkurang,” kata Fadil Mubarag, salah seorang tokoh muda yang kerap mendampingi kegiatan Pokmaswas di Nisar.
Menurut Fadil, Pokmaswas di Desa Nanga Bere memiliki mimpi besar membangun tempat penangkaran yang permanen untuk keamanan dan kenyamanan telur-telur penyu. Mimpi itu sulit terwujud karena terkendaka biaya.
Untuk operasional mereka saja sangat minim. Mereka kadang minta bantuan kepada berbagai pihak untuk operasional. Tetapi itu sampai kapan? Menurut Fadil, pihak Balai sangat tidak profesional. Mereka telah membentuk Pokmaswas tetapi kerja keras mereka selama ini tidak diperhitungkan. Pihak Balai malah lepas tangan.
“Bahkan masyarakat setempat pernah menghibahkan tanah setengah hektar untuk pembangunan pos jaga Balai di Desa Nanga Bere. Tetapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Padahal itu tanah atas permintaan pihak Balai di Kupang,” pungkasnya.
Terhadap kendala tersebut, Ketua Pokmawas Desa Nanga Bere berharap kegiatan mereka menjadi perhatian dari semua pihak untuk bekerjasama. Bergerak bersama demi kemaslahatan bersama di masa yang akan datang.
“Saya berharap, apabila ada pihak yang menemukan pendaratan penyu bisa menghubungi saya atau anggota tim Pokmawas. Kami minta agar telur penyu jangan diambil untuk dikonsumsi,” pinta Abdul Karim.
Kalau mau jujur. Pegiat konservasi yang bekerja secara sukarela jarang ditemukan seperti pegiat konservasi alam (Pokmaswas) di Desa Nanga Bere itu.
Sebaliknya, pegiat konservasi yang diinisiasi pemerintah atau LSM banyak kita temukan. Mereka bergerak atas inisiasi sendiri tanpa dukungan atau perhatian LSM dan pemerintah.
Sejauh ini, kata Abdul Karim, gerakan konservasi penyu yang mereka lakukan belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah atau instansi terkait.
“Kami mengharapkan dukungan dan perhatian pemerintah dalam gerakan ini seperti peningkatan SDM dan bantuan peralatan untuk operasional,” harapnya.
Sekilas tentang TNP Laut Sawu
Dikutip dari kkp.go.id, laut Sawu memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke selatan sepanjang 250 k. Perairan Laut Sawu bagi pembangunan di Provinsi NTT bermakna strategis, karena hampir sebagian besar Kabupaten/ Kota di NTT sangat tergantung kepada Laut Sawu. Lebih dari 65% potensi lestari sumber daya ikan di provinsi ini disumbang oleh Laut Sawu.
Segitiga Karang adalah Pusat keanekaragaman sumber daya hayati laut di dunia dan merupakan prioritas bagi konservasi laut secara global. Wilayah ini mencakup hanya 2% dari perairan laut dunia, namun memiliki sekitar 76% spesies terumbu karang dan 37% spesies ikan karang yang ada di dunia.
Laut Sawu sebagai wilayah sentral dari TNP telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi laut, merupakan kawasan laut yang memiliki keanekaragaman perikanan dan sumberdaya laut lainnya yang cukup tinggi. Selain terkait dengan keanekaragaman hayati laut di atas, Laut Sawu juga merupakan salah satu wilayah penting sebagai batas terluar NKRI dengan negara lain.
Proses identifikasi dan inventarisasi TNP Laut Sawu telah dimulai sejak tahun 2005 oleh Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (saat ini KKJI), dimana hasil kajian awal tersebut dilanjutkan dengan pembentukan Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu (Tim PPKKL Laut Sawu) oleh Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan SK Gubernur NTT No. 70/KEP/HK/2006.
Deklarasi pencadangan TNP Laut Sawu dilaksanakan pada side event WOC dan CTI Summit di Manado tanggal 13 Mei 2009. Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu dibentuk melalui Kepmen KP No. KEP.38/MEN/2009 tanggal 8 Mei 2009 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. TNP Laut Sawu meliputi perairan seluas lebih dari 3.5 juta hektar, yang terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas 2.953.964,37 hektar.
Untuk diketahui, TNP Laut Sawu terletak di 10 Kabupaten NTT, termasuk Kabupaten Manggarai Barat. Desa Nanga Bere yang terletak di bagian selatan Manggarai Barat tersebut adalah salah satu desa yang masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan TNP Laut Sawu.
Laut Sawu merupakan salah satu tempat perkembangbiakan penyu. Terdapat 6 spesies penyu yang ada dalam kawasan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta).
Penyu terancam punah
Penyu merupakan satwa dilindungi dan diatur dalam perundangan dan Peraturan Pemerintah yaitu UU No.5/1990 dan PP No.7/1999. Oleh karenanya, segala bentuk perdagangan dari setiap bagian dari Penyu, termasuk telurnya tidak diperkenankan.
Meski demikian, populasi penyu dari tahun ke tahun terancam akibat maraknya perburuan liar, pencurian telur, predator dan kerusakan habitat serta faktor lainnya. *(Robert Perkasa)