MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Kericuhan meletus dua babak saat rapat di Aula Kantor Syahbandar Kelas II Labuan Bajo, Selasa (11/8/2020) siang. Kericuhan babak pertama antara Pengusaha Bongkar Muat, Hendrik Candra versus pimpinan rapat Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Labuan Bajo, Simon B. Baon. Keduanya bersitegang terkait perhitungan tarif bongkar muat pelabuhan. Ketegangan ini berhasil dipadamkan setelah peserta rapat yang lain meleraikan mereka.

Tak lama berselang, kericuhan babak kedua kembali memanas. Dua peserta rapat, pengusaha bongkar muat, Hendrik Candra versus Ketua ALFI/ILFA (Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia) NTT nyaris adu jotos di hadapan pimpinan rapat dan peserta rapat yang lain. Kericuhan terjadi saat sesi dialog terkait tarif bongkar muat barang kategori General Cargo (GC) di pelabuhan Kelas II Labuan Bajo.

Saat itu Charles Angliwarman sedang berbicara lalu disambar Hendrik Candra. Keduanya beranjak dari tempat duduk masing-masing saling menunjuk dan menghampiri. Beruntung ada aparat kepolisian dan TNI AD dari Koramil Labuan Bqjo yang ikut dalam rapat tersebut meleraikan ketegangan itu.

Rapat Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dengan Pengusaha Bongkar Muat (PBM) yang berlangsung ricuh ini dipimpin Asisten II Bupati Manggarai Barat, Marten Ban didampingi Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Labuan Bajo, Simon B. Baon dan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mabar, Aleks Kelang.

Rapat tersebut tidak menghasilkan keputusan sesuai yang diharapkan. Kericuhan ini menyebabkan rapat ditunda dua hari mendatang. Hadir dalam rapat ini sejumlah pengusaha di kota Labuan Bajo yang tergabung dalam Wadah PBM dan tiga orang perwakilan TKBM pelabuhan Labuan Bajo.

Rapat TKBM dengan perusahaan bongkat muat (PBM) dan DPC Pelayaran Rakyat kabupaten Manggarai Barat merupakan lanjutan rapat sebelumnya. Rapat sebelumnya di kantor Bupati Mabar pada 29 Juli 2020 yang juga belum menemui kesepakatan soal tarif bongkar muat pelabuhan Labuan Bajo.

Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Labuan Bajo, Simon B. Baon, sebelum sesi dialog menjelaskan, pihaknya tak memiliki kewenangan untuk menetapkan tarif bongkar muat di pelabuhan. Syahbandar, kata Simon, hanya berwenang menjaga keselamatan seluruh aktifitas dan pekerja pelabuhan.

“Kepala Syahbandar tidak punya wewenang untuk menetapkan tarif bongkar muat pelabuhan. Kalau bicara keselamatan, pengendalian dan pengawasan, itu Otoritas pelabuhan.
Kita harus satukan persepsi dulu. Kami datang di sini untuk menyiapkan tata kelola pelabuhan. Sedangkan terkait Koperasi TKBM itu sesuai peraturan kementerian Perhubungan”, tegasnya.

Terpantau media ini, yang alot dibahas dalam rapat tersebut hingga menyulut ketegangan adalah soal tarif bongkar muat DC (general cargo). Menurut para pengusaha, tarif yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi dan merugikan para pengusaha dan menguntungkan TKBM.

Hal itu dibantah Kepala Kantor Pelabuhan Kelas II Labuan Bajo, Simon Baon. Dia mencontohkan, air mineral Aqua satu kubik dikonveraikan 60 dos. Buruh hanya dapat 36 rupiah/kubikasi. Buruh, kata Simon, adalah ujung tombak.

“Kita dukung buruh. Pemerintah melindungi buruh. Kita mestinya bersyukur. Ada kepala pelabuhan yang lihat persoalan kesemrawutan manajemen pelabuhan karena sejak pelabuhan dibangun 1994. Selama 26 tahun, tarif pelabuhan tidak ada”, tegas Simon Baon.

Sementara itu, Handoko, seorang pengusaha meminta pimpinan rapat agar tarif bongkar muat pelabuhan dihitung ulang. “Kami minta tarif bongkar muat ini harus hitung ulang,” pinta Handoko.

Rapat Ditunda.

Rapat yang berlangsung tegang ini tidak menghasilkan keputusan sesuai yang diharapkan. Namun Asisten II Bupati Mabar, Marten Ban yang memimpin rapat meminta agar upah buruh bongkar muat yang belum dibayar selama awal bulan terakhir segera dibayarkan senilai tarif lama.

“Mohon kepada pengusaha bisa membayar upah kepada TKBM untuk 4 kapal yang telah mereka bongkar. Yang sudah dibongkar harus dibayar kepada buruh dengan tarif lama Rp 52.232 /kubikasi,” tegas Marten Ban.

Berita media sebelumnya, para buruh yang bekerja di pelabuhan kelas II Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menjerit lantaran upah mereka belum tuntas dibayar. Mereka mengaku upah yang belum dibayar hingga saat ini adalah bongkar muat barang campuran yang hitungannya berdasarkan kubikasi.

Sedangkan bongkar muat barang berat, seperti semen yang hitungan bianya berdasarkan tonase telah mereka terima. Upah yang mereka terima sebesar Rp 25.000 per ton semen per kelompok buruh. Satu kelompok ada 30 orang buruh. Jadi 25.000 dibagi 30 orang. *