MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Sampah di mana pun tidak sedap dipandang mata. Aromanya juga menyengat. Tetapi tidak demikian di kawasan Puarlolo, perbatasan Desa Golo Damu dan Desa Golo Desat Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Tumpukan sampah yang berserakan di bahu ruas jalan Trans Flores Labuan Bajo-Ruteng itu justru menjadi spot foto.

Betapa tidak, Kamis (15/10/2020) siang, sejumlah pengendara/penumpang kendaraan roda empat dan roda dua terpantau asyik selfie ria dan bermesraan di sekitar tumpukan sampah plastik, botol minuman yang berserakan di bahu jalan Trans Flores ruas Labuan Bajo-Ruteng.

Sebelumnya, kawasan itu dijadikan rest area dan tempat jualan bakso. Namun kemudian, Pemkab Manggarai Barat melalui instansi terkait melarang jualan liar di area itu. Dilarang berjualan liar di kawasan itu dengan tujuan untuk meminimalisir sampah.

Kawasan Hutan Lindung Puarlolo merupakan habitat burung endemik Flores yang seharusnya dilestarikan. Kawasan ini ramai dikunjungan para wisatawan mancanegara pun wisatawan lokal.

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Manggarai Barat kala itu menyediakan area khusus bagi penjual bakso, yakni di depan Pos Jaga KPH sekitar Puncak El Tari. Tetapi hingga hari ini tidak ada satu pun gerobak bakso yang mangkal di sana.

Setidaknya, ada sejumlah titik tumpukan sampah kerap kali ditemukan di kawasan hutan lindung itu. Sekitar simpang menuju tower Telkom Puarlolo misalnya, sampah plastik terlihat berserakan di bahu jalan negara itu.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Manggarai Barat, Stefanus Nali melalui Pokja Puarlolo, Muhamad Nurdin, menjelaskan bahwa KPH Mabar rutin setiap bulan menggelar bakti sosial di kawasan Puarlolo. Hanya saja, kata dia, kesadaran masyarakat sangat minim.

“Jujur saja, kami rutin tiap bulan melalukan kegiatan pembersihan sampah di kawasan Puarlolo. Kesannya, masyarakat yang buang sampah, kami jadi tukang pungut sampah. Sementara personel kami terbatas,” ujar Nurdin.

Nurdin menambahkan, sampah terus menumpuk bukan karena instrumen pemerintah yang kurang mujarab. Sebaik apapun instrumen pemerintah jika tidak didukung kesadaran masyarakat, tidak menyelesaikan masalah sampah di kawasan itu.

“Papan plang kita sudah pasang di sana. Namun masyarakat tidak menghiraukannya,” ujar Nurdin.

Dia berharap pemberdayaan kelompok sadar wisata (pokdarwis) Eltari yang dibentuk KPH Mabar sebelumnya dapat meminimalisir persoalan sampah di kawasan Puarlolo. Namun dalam perjalanannya, pokdarwis Eltari tidak maksimal.

“Harapan kami, dengan adanya pemberdayaan kelompok masyarakat sekitar kawasan, terutama di Desa Golo Damu dapat membantu kami menjaga kebersihan di kawasan itu. Mereka dapat secara masif memberikan penyadaran kepada masyarakat sekitar kawasan. Itu harapan kami melakukan pemberdayaan kelompok. Tetapi ternyata belum maksimal,” keluhnya.

Sebelumnya, lanjut Nurdin, KPH Pokja Puarlolo menggelar pertemuan di Desa Golo Damu untuk memaksimalkan pemanfaatan Puncak Eltari.

“Kami melakukan rapat di Desa Golo Damu. Salah satu agendanya adalah memaksimalkan pemanfaatan Puncak Eltari demi menjaga kebersihan di kawasan itu, minimal radius sampai di simpang Telkom Puarlolo,” kata Nurdin.

Dia berkomitmen untuk terus berupaya menjaga kebersihan di kawasan Puarlolo meski dengan tenaga dan sumber daya yang terbatas.

“Kami berkomitmen dengan keterbatasan personil yang ada, kami berusaha sambil melakukan pemberdayaan kelompok masyarakat untuk bersama-sama mengatasi persialan sampah di kawasan hutan Puarlolo. Kami juga mengajak semua pihak agar menjaga kebersihan di kawasan Puarlolo,” tandas Nurdin.*