LABUAN BAJO, metro7.co.id – Pandemi covid-19 tidak selalu berdampak buruk. Bagi orang-orang yang selalu berpikir positif malah bisa memunculkan inovasi kreatif.

Kedai di jantung Labuan Bajo ini contohnya. Namanya mengejutkan, Kedai Pandemik. Terletak di Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pemiliknya seorang ibu rumah tangga. Mardiwati (38) namanya. Berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Suaminya Guru SMK Negeri 1 Labuan Bajo.

Rabu (18/11) malam, ibu tiga anak itu berbagi cerita dengan sejumlah wartawan yang mampir di kedainya itu.

Diceritakannya, setelah menikah di Makassar, dia mengikuti sang suami ke Manggarai Barat pada 2004 silam. Usia Kabupaten Manggarai Barat kala itu masih setahun. Mereka tinggal di kawasan Lamtoro, Kelurahan Labuan Bajo.

Pembangunan di Labuan Bajo sebagai ibukota Kabupaten baru menggeliat. Mardiwati peka membaca peluang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ia pun membuka kedai minuman Sarabba di Lamtoro. Minuman Sarabba sendiri adalah jenis minuman khas Makassar.

“Saya sempat jual online minuman sarabba. Minuman ini khas Makassar yang bisa dijumpai di pantai Losari, Makassar,” kata Mardiwati.

Seiring geliat percepatan pembangunan kota Labuan Bajo, Mardiwati bersama suami melebarkan usaha. Mereka membuka usaha percetakan di Jalan Protokol Frans Lega, tepatnya di samping Kantor Bupati Manggarai Barat. Usaha baru mereka itu diberi nama Percetakan Dirga Grapindo.

“Dulunya, kedai ini adalah tempat Percetakan Dirga Grapindo. Kami membuka usaha percetakan pertama di tempat ini sejak tahun 2012 hingga Juli 2020,” kenangnya.

Penghasilannya Rp 500 ribu per hari selama usaha percetakan di tempat itu. Namun, sejak covid-19 turut mengguncang Kabupaten Manggarai sejak Maret 2020, usahanya ikut terpapar dampak pandemi. Sebabnya, seluruh sekolah diliburkan, kantor-kantor pemerintah di Labuan Bajo juga ditutup. Pelanggan pun sepi.

“Sejak saat pandemi corona itulah saya terpaksa tinggal diam di rumah. Saya sempat jual minuman Sarabba secara online karena sulit ke luar rumah. Berawal dari situlah saya kemudian buka kedai ini,” ujar ibu dari tiga anak itu.

Kendati demikian, ia tidak kehilangan harapan. Sebaliknya, di tengah pandemi corona ini, Mardiwati bersama suaminya bangkit dan cepat ambil keputusan. Tempat percetakan itu ditata ulang. Pada Juli 2020, mereka menjadikannya kedai minuman Sarabba dan beragam jenis menu lainnya.

“Kami buka usaha ini mulai Juli 2020 kemarin. Saya tata tempat ini jadi Kedai Pandemik. Percetakan kami buka lagi di depan itu,” tutur Mardiwati sembari melayani pengunjung kedai itu.

Ditanya mengapa diberi nama Kedai Pandemik, ia mengakui itu diakibatkan dari kejadian yang bikin heboh dunia ini.

“Kebetulan kata pandemi lagi viral. Tujuan memberi nama Kedai Pandemik supaya dikenal luas. Kebetulan nama panggilan anak saya, Nik. Jadi saya biasa dipanggil Mama Nik. Saya kan bukan orang Manggarai, tapi menurut karyawan saya orang Manggarai kata Pandemi bahasa Manggarai artinya buat. Jadi, Kedai Pandemi artinya minuman yang dibuat atau diracik oleh ibu Nik,” terang Mardiwati diiringi senyuman.

Mardiwati kemudian menjelaskan lebih rinci tentang minuman Sarabba. Minuman Saraba, kata dia, diramu dari sari jahe yang menyegarkan.

“Katanya minuman jahe bisa tangkal corona. Makanya saya jual minuman ini,” ungkap dia.

Minuman Sarabba merupakan ikon Kedai Pandemik milik Mama Nik. Selain itu, masih banyak lagi jenis minuman yang bernuansa pandemi tersaji di Kedai Pandemik. Misalnya, Sarabba corona original, Sarabba corona + telur, Kopit-19+telur, Es kopi +Drummer, Dalgona, Boba Milk Sugar, Moktail aneka rasa dan kopi tubruk. Selain minuman juga tersedia menu makanan sesuai selera pengunjung.

Selama merintis Kedai Pandemik, Mardiawati mengaku penghasilannya lumayan; Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari. Kedai Pandemik dibuka tiap hari dari pukul 10.00 WITA sampai malam pukul 22.00 WITA. Bisa juga sampai pukul 01.00 WITA.

“Saya dibantu dua karyawan. Saya beri honor mereka Rp 1.250.000 per bulan,” ujarnya.