MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – SDN Nanga Boleng terletak di Dusun Boleng, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2017, sekolah ini “ditelan” bencana alam. Gedung sekolah ini luluhlantak terpapar angin puting beliung.

Sebelumnya, hanya ada satu sekolah yang berdiri di kawasan padat penduduk itu, yakni Sekolah Dasar Katolik (SDK) Gerak. Sekolah ini ditopang sejumlah kampung, Gerak, Rungkam, Mbau Muku, Boleng, Mbrawang, Rareng.

Seiring waktu, jumlah penduduk tiap tahun makin meningkat di kampung-kampung tersebut.

Itu sebabnya pada tahun 2011, masyarakat di Dusun Boleng mengaspirasikan pembangunan sekolah baru di Dusun tersebut.

Alasannya, Dusun Boleng padat penduduk. Masyarakat setempat secara swadaya membangun sekolah MIS Hidayatulah. Kampung pendukungnya Boleng, Mbau Muku dan Mbrawang.

Saat itu Ketua Yayasan Sekolah MIS dijabat Abdurahman dan Kepala Sekolah Junaidi.
Namun dalam perjalanan manajemen Yayasan tak berjalan maksimal karena masyarakat setempat berbeda pendapat terkait sekolah tersebut.

“Sebagian besar orang tua murid menginginkan sekolah itu sebagai tambahan ruang kelas (TRK). Perbedaan pendapat menyebabkan sekolah ini hanya bertahan tiga tahun, 2011-2013,” tutur Kepala SDN Nanga Boleng, Agustinus Apong, saat dikunjungi media ini pekan lalu langaung di lokasi SDN tersebut.

Dikisahkan, pada 2014, sekolah ini beralih statusnya menjadi TRK Nanga Boleng. Proses KBM berjalan normal. Dua Guru Agama Islam, pak Hasan dan ibu Dharmawati yang sebelumnya mengabdi SDK Gerak ditempatkan di TRK Boleng.

 

Sebanyak 50 orang murid SDK Gerak yang berasal dari Dusun Boleng dan Dusun Mbrawang dan Mbau Muku juga dialihkan ke TRK Boleng.

Gedung MIS hingga TRK adalah swadaya murni masyarakat setempat. Gedung sekolah ini terbuat dari kayu, beratap seng dan berdinding bambu.

Pada tahun pertama (2015) TRK Nanga Boleng mendapat asupan Dana Alokasi Khusus dari Pemerintah Pusat untuk membangun satu unit ruang kelas.

Pada 2 April 2015, TRK Nanga Boleng, Pemkab Mabar meningkatkan status TRK menjadi SDN Naga Boleng.

Diterpa Angin Puting Beliung.

Dua tahun SDN Nanga Boleng berjalan, gedung sekolah yang dibangun swadaya murni masyarakat ditimpa bencana angin puting beliung. Musibah ini terjadi pada 6 Nopember 2017.

Tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut. Tetapi akibat bencana alam itu, gedung SDN Nanga Boleng roboh. Lima ruang kelas ambruk tersapu angin puting beliung. Dua ruang kelas rata tanah.

Menyusul musibah itu, Kepala SDN Nanga Boleng, Agustinus bersama Guru menyambangi Dinas Pensisikan Pemuda dan Olahraga (PKO) Kabupaten Manggarai Barat pada 7 Nopember 2017. Mereka melaporkan musibah itu kepada Pemkab Mabar melalui Dinas PKO.

“Waktu itu Dinas arahkan kami untuk buat laporan tertulis tujuan Bupati Mabar dan tembusan ke BPBD dan Dinas Sosial Kabupaten Mabar,” kenang Agustinus.

Berita terkait musibah itu, kata Agustinus, tersiar luas setelah Wartawan Metro TV dan TV One mendatangi lokasi bencana.

Bantuan Sosial Mengalir.

“Berkat” bencana tersebut, bantuan mengalir dari para pihak. Pemkab Mabar melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pada Desember 2017 membangun dua unit ruang kelas.

Berikutnya pada Mei 2018 bangun dua unit ruang bersumber dari DAK. Pada tahun yang sama, DAU membangun bangun satu unit ruang kelas.

Di lain pihak pada tahun 2018, YPUP Makassar menyambangi Sekolah itu membangun taman baca dan menggelar bakti sosial Gema NTT 14-28 Pebruari 2018.

Selain itu, bantuan sosial datang juga dari pihak swasta. Ink Bank dan LSM Nusantara membangun dua unit MCK dan instalasi pipa air, perabot kursi dan bangku sekolah.

SDN Nanga Boleng kini memiliki enam ruang kelas dan total siswa 60 orang. Guru tujuh orang, tiga Guru PNS, tiga Guru Kontrak Daerah dan satu Guru Komite.

Kendati demikian, SDN Nanga Boleng masih membutuhkan infrastruktur sarana dan prasarana penunjang.

“Kami masih membutuhkan gedung untuk Kantor Kepala Sekolah, gedung perpustakaan, Mushala dan Ruang UKS. Untuk sementara ini kami gunakan satu unit ruang kelas untuk kantor. Sedangkan ruang perpustakan, mushalla dan ruang UKS, kami pakai satu ruang bangunan lama sisa bencana,” pinta Agustinus Apong. Bersambung. *