Paman Birin : Pangeran Dipenogoro Pahlawan ‘Jasmerah’ Yang Banyak Meninggalkan Sejarah Bangsa Indonesia
MAKASSAR, metro7.co.id – Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor atau Paman Birin melakukan ziarah di Makam Pangeran Diponegoro di Makasar, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/5).
Kehadiran Paman Birin di Kota Makassar ini seiring dengan rencana kegiatan Halal Bihalal Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB) Sulawesi Selatan, Minggu (28/5).
Tampak turut mendampingi Paman Birin dalam ziarah makam Pangeran Diponegoro itu adalah Ketua DPRD Kalsel H Supian, Stafsus Gubernur H Achmad Maulana dan Taufik Arbain serta Ustadz Supian Al Banjari.
Selain untuk mengenang sejarah perjuangan Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, Paman Birin juga melakukan ziarah doa yang dipimpin Guru Supian Al Banjari sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya.
“Alhamdulilah, hari ini kita bisa berziarah ke Makam Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro. Pahlawan yang berjasa untuk Bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan kolonial Belanda,” kata Paman Birin.
Paman Birin juga mengingatkan agar kita semua selalu mengenang sejarah Bangsa Indonesia dan tidak melupakan Jasmerah.
“Ingat Jasmerah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah Bangsa Indonesia,” pesan Paman Birin.
Diketahui, Pangeran Diponegoro lahir di kesultanan Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, Ayahnya bernama Sultan Hamengkubowono III dan ibunya adalah RA Mangkarawiti yang berasal dari Pacitan.
Nama kecil dari Pangeran Diponegoro adalah Mustahar. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro / Perang Jawa yang berkecamuk mulai tahun 1825 – 1830. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.
Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pemimpin yang sangat arif dan bijaksana, penentang kebijakan Belanda yang memperkosa hak-hak Bangsa Indonesia.
Pangeran Diponegoro sudah muak dengan dan sebal dengan tingkah laku Belanda yang tidak menghormati adat istiadat serta budaya setempat dan sangat mengeksploitasi ekonomi rakyat dengan pembebanan pajak.
Tindakan Diponegoro yang sangan frontal melawan Belanda mendapat dukungan dan simpati dari rakyat. Ketika perjuangan akan dimulai, Diponegoro mengumandangkan bahwa perjuangannya adalah perang sabil yang berarti perlawanan menghadapi kafir.
Perang Diponegoro adalah perang terbuka dengan pengerahan semua pasukan. Perjuangan Diponegoro didukung oleh Kyai Mojo, Raden Tumenggung Prawiradigdaya yang merupakan Bupati dari Gagatan dan Sunan Pakubuwono.
Perjuangan Diponegoro sangat kuat karena memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat.
Pada tahun 1827, Belanda menyerang kubu Diponegoro dengan menggunakan taktik benteng sehingga pasukan Diponegoro terjepit.
Pada tahun 1829, Kyai Maja berhasil ditangkap, kemudian menyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya yang menyerah kepada Belanda. Pada tanggal 28 maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjemput pasukan Diponegoro di daerah Magelang.
Karena sudah terjepit akhirnya Diponegoro bersedia menyerahkan diri ke Belanda. Pangeran Diponegoro di tangkap dan diasingkan ke Manado. Lalu dipindahkan ke Makassar hingga menghembuskan nafas terakhirnya di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.