Otonomi Khusus Papua, Ini Tanggapan Ketua DPRD Maybrat…
MAYBRAT, metro7.co.id – Ketua DPRD Kabupaten Maybrat, Ferdinando Solosa, menegaskan Otonomi Khusus (Otsus) Papua hadir didalam persimpangan antara kekecewaan rakyat Papua tentang kehadiran negara atau pemerintah yang dianggap gagal mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di tanah Papua.
“Itu juga menjadi sebuah potret dan kini menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah didalamnya MRPB selaku lembaga Kultur orang asli Papua dan juga DPRD dan DRPD Otsus Papua sebagai representasi rakyat. Hal itu menjadi atensi kita bersama, untuk melihat secara utuh dan komprehensif,” ujarnya di Temsos Distrik Ayamaru Jaya Kabupaten Maybrat provinsi Papua barat Minggu, (25/10/20).
Karena keberlangsungan Otsus kata dia akan menjadi agenda pemerintah untuk mengakomodasi semua persoalan yang terjadi di tanah Papua, melalui Undang-undang (UU) Nomor 21 tahun 2001. “Kalah UU Otsus dilakukan secara total, saya pikir tidak ada aksi protes dari rakyat Papua. Tetapi breakdown dari UU Nomor 21 ini, belum maksimal dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat didaerah juga belum maksimal dalam memperjuangkan hal-hal yang menjadi persoalan di masyarakat yang termuat dalam UU Otsus itu,” akunya.
Sehingga menurut dia, UU Otsus Papua mengalami kepincangan, terlebih UU Otsus dikebiri UU sektor lainnya, sehingga UU Otsus tidak memiliki kekuatan politik untuk mengakomodasi dan memperjungkan aspirasi masyarakat.
“Sebagai sebuah harapan, namun anggapan rakyat Papua bahwa negara gagal mengurus rakyat Papua maka rakyat Papua ingin memisahkan diri dari NKRI,” terang dia.
Adanya UU Otsus itu dihadirkan mantan Gubernur Papua, JP. Solosa, hal itu bukan kebetulan tetapi itu rencana Tuhan untuk rakyat di tanah Papua. Hadirnya Otsus kata Ferdinando menghadirkan 4 prinsip dasar yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan infrastruktur yang tentunya hadir melindungi, memberdayakan dan ada keberpihakan kepada rakyat Papua.
“Tetapi perjalanan Otsus selama 20 tahun dinilai mayoritas rakyat Papua bahwa Otsus itu gagal, data pusat statistik (BPS) mengukur bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kedua provinsi Papua dan Papua termiskin urutan 31 dan 32 termiskin di Indonesia. Itu menjadi akumulasi sehingga masyarakat menilai Otsus itu gagal, belum memberikan manfat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua,” akunya.
Menurut dia, mereka ada dipenghujung pemberlakuan UU Otsus Papua dan mau dievaluasi, undang – undangnya tidak berakhir hanya anggaran APBN diambil untuk dana Otsus itu 2 persen apakah pagu anggaran berlanjut atau berakhir.
“Kita akui bahwa kabupaten kota di tanah Papua yang mendapat transfer besar itu dari dana Otsus, kalau itu digagalkan tentu sangat berpengaruh sekali terhadap semua sektor pembangunan di kabupaten kota di tanah Papua termasuk Maybrat,” tuturnya. ***