BANGKA BELITUNG, metro7.co.id – Rencana pembangunan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Khonghucu di Desa Batu Belubang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus menuai pro-kontra di kalangan masyarakat.

PTN Khonghucu pertama di Indonesia yang pembangunannya bakal dibiayai penuh oleh Pemerintah Pusat itu sempat diprotes Aliansi Umat Islam Bangka Tengah.

Koordinator Aliansi Umat Islam Bangka Tengah, Ustad Lurizal Ahmad Lutfi dalam pertemuan bersama Anggota DPRD Kabupaten Bangka Tengah, 1 Juni 2022 lalu berkata penolakan PTN Khonghucu bukan dikarenakan alasan rasisme.

Pihaknya hanya menginginkan pendirian PTN tersebut ditinjau dari sisi jumlah penganut agama mayoritas di suatu daerah.

Karena itu, Lurizal menyarankan agar pendirian PTN Khonghucu lebih tepat dibangun di daerah Singkawang, Kalimantan Barat, yang menurutnya mayoritas masyarakat di sana memang menganut kepercayaan Khonghucu.

“Kami sarankan agar dibangun di luar Bangka Belitung, seperti di Singkawang, Kalimantan Barat. Karena masyarakat Bangka Belitung mayoritas (pemeluk) Islam. Datanya sudah kami sampaikan,” kata Lurizal, dikutip dari Kompas.

Menyoroti pendirian PTN Khonghucu tersebut, Farhan Habib selaku Ketua Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki pandangan berbeda.

Dirinya mengatakan kalau umat Islam di Babel selalu mengedepankan toleransi dan moderasi dalam beragama.

Karena itu Farhan berpendapat pendirian PTN Khonghucu tersebut tidak perlu dipersoalkan secara berlebihan, apalagi sampai menyulut polemik yang berpotensi memicu konflik SARA di tengah masyarakat Babel yang pluralistik.

“Islam itu rahmatan lil alamin. Islam itu tidak punya ketakutan terhadap hal-hal seperti ini, apalagi ini lembaga pendidikan yang dipahami sebagai kawah candradimuka. Jadi, dari sisi ideologis, ketakutan terjadi Khonghucu-isasi atau apalah itu saya pikir ketakutan yang tidak mendasar, karena sejarah Islam kita tak pernah ada ketersinggungan ketika ada pembangunan lembaga pendidikan di luar Islam. Tidak ada itu,” ujarnya saat dibincangi Metro7, Kamis (23/6) pagi.

Kehadiran PTN Khonghucu nanti, lanjutnya, justru akan menjadi ‘sparring partner’ dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sudah ada saat ini.

Sebab bila merujuk regulasi, hak dan kewajiban peserta didik pun, kata Farhan, telah dijamin UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Dalam UU tersebut pada pasal 12 dijelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagamanya. Begitu bunyi aturannya,” ucap Farhan.

Dia pun menekankan pendirian PTN tersebut tidak akan menggerus nilai-nilai kearifan budaya melayu yang ada di Babel.

“Lembaga adat kemelayuan kita itu tidak cukup kuat melakukan penetrasi budaya di Babel ini. Jangankan konflik berbeda suku, konflik antar sesama agama atau sesama suku melayu saja tidak kelihatan lembaga adat melayu kita hadir melakukan pembinaan ke masyarakat,” ujarnya.

Kendati begitu, Farhan juga menjelaskan boleh saja bersikap waspada dan melakukan kontrol sosial, supaya kehadiran PTN Khonghucu tetap sesuai fungsinya sebagai lembaga pendidikan.

“Waspada boleh. Tapi takut berlebihan, jangan. Karena isu ini makanan empuk untuk dijadikan semacam gerakan yang merusak Islam, atau mengganggu keharmonisan moderasi agama kita di Babel, yang sebenarnya aman-aman dan kondusif saja. Karena itu kami dari Pokjaluh ini memiliki tujuan memoderasikan agama kita, yaitu lakum dinukum waliyadin,” tegas mantan Ketua DPW FPI Bangka itu.

Di sisi lain, Farhan meminta pihak pemerintah, aparatur penegak hukum (APH), tokoh agama, tokoh adat, berserta ormas Islam yang ada di Babel untuk duduk bersama menyelesaikan polemik tersebut, supaya tidak berlarut-larut dan semakin membesar.

“Bagaimana kita lokalisir isu ini supaya tidak membesar. Dalam artian api dan problemnya di mana. Harus ada dialog ini. Kalau memang ketakutannya akan datang tenaga kerja asing dari Tiongkok, di Babel ini sudah ratusan tahun tenaga ‘singkek’ kerja di sini, dan berasimilasi dengan budaya kita. Aktivis-aktivis Islam itu juga ngopinya di warung kopi milik orang Cina kalau Subuh. Artinya kita tidak ada masalah dalam hal budaya, ya,” ungkapnya.

Dirinya turut pula menyinggung keberadaan eks aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menurutnya berperan sebagai aktor penggerak dalam aksi penolakan tersebut.

“Tanyakan ke aliansi itu. Mereka menerima Pancasila enggak. Kalau enggak menerima Pancasila, ya, jangan diikuti. Di belakang itu tidak usah ikut, apakah dari Dewan Masjid, eks FPI, MUI, atau majelis taklim, agar jangan ikuti cara mereka (eks HTI-pen) dalam merespon suatu persoalan keagamaan yang ada di masyarakat,” kritiknya.

Farhan mengingatkan eks aktivis HTI jangan mengorganisir pergerakan yang radikal dalam menolak pendirian PTN tersebut.

Dirinya bahkan meminta eks aktivis HTI untuk segera mengakui dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar falsafah negara, supaya lebih memahami lagi esensi toleransi beragama.

“Eks HTI ini pro Pancasila apa enggak. Kalau mereka tidak pro Pancasila, ya, enggak usah diikuti. Kalau mereka tidak pro demokrasi, ya, enggak usah diikuti juga. Karena kawan-kawan yang di bawah ini kan tetap pro Pancasila, pro demokrasi, yang menjadi bagian dari nilai-nilai Islam. Kita harus cerdas melihatnya, sehingga jangan sampai dirusak oleh segelintir orang tanpa ada kajian mendalam, serta membawa masyarakat bawah untuk ikut menolak secara radikal,” tutupnya.

Rencananya, lahan seluas 2,9 hektar disiapkan untuk pendirian PTN Khonghucu di Desa Batu Belubang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pembangunan fisik gedung pun dikatakan akan mulai berjalan secara bertahap pada tahun 2023 mendatang.

Sebagai informasi, pendirian PTN Khonghucu tersebut telah melalui persetujuan Pemerintah dan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, beserta DPRD Kabupaten Bangka Tengah.