Perempuan Rentan Menjadi Korban Penipuan Melalui Media Sosial
WONOSOBO, metro7.co.id – Sore hari yang dingin di Wonosobo, suhu udara nyaris 23 derajat, di ruang tamu tampak sosok wanita duduk sembari bercengkerama dengan buah hatinya yang masih berusia dua minggu. Memakai jilbab abu-abu, berbaju daster bermotif bunga. Kamis pukul 16.45 WIB. Septi (24) mengisahkan pengalaman pahit, uang pinjaman dari suami untuk modal bisnis terkena penipuan online (18/8/2022).
Septi punya obsesi memiliki toko peralatan rumah tangga di rumah. Sebuah bisnis sampingan untuk mengisi waktu luang di sore hari. Namun, ia tak cukup modal untuk stok barang walaupun harganya murah sekalipun. Dia berniat mencari pinjaman dari suami. Rasanya bukan hanya dia yang memiliki obsesi itu. Memiliki bisnis sampingan memang menyenangkan karena bisa menambah pendapatan keluarga.
Berawal browsing di media sosial facebook, ia berniat mencari sofa murah yang bisa dijual kembali. “Awalnya browsing di facebook masuk ke grup jual beli peralatan rumah tangga, di situlah saya kenal dengan penjual sofa yang harganya murah. Setelah kirim uang Rp600 ribu, nomer Whatsapp saya langsung diblokir,” kata Septi saat di temui awak media.
Selang sehari kejadian tersebut dilaporkan ke polsek terdekat, serta mendatangi bank BRI, berharap uang dapat kembali. Proses pelaporan polisi untuk kasus penipuan online butuh waktu panjang dan harus menyediakan dokumen serta bukti konkret atas kejadian yang alami. Meskipun tidak ada batasan nominal minimal untuk lapor, tetapi nominal kerugian harus diperhitungkan sepadan dengan kesulitan yang akan di hadapi selama proses di kepolisian.
Dengan adanya kasus penipuan yang menimpanya, Septi tak lantas menyerah. Ia tetap menjalankan usaha sampingan sebagai penjual online. “Saya tetap menjalankan usaha menjual sepatu walaupun pernah tertipu, justru saya mengajak teman dan tetangga untuk selalu berhati hati dalam bertransaksi kepada orang yang baru dikenal di media sosial,” terangnya.
“Saya juga ingin menggunakan media sosial menjadi ruang cerita bagi para ibu rumah tangga. Mereka bisa curhat online lewat Chat Massanger. Sebisa mungkin bisa bantu mencari jalan keluar, atau paling tidak saya mendengar curhat mereka terkait penipuan lewat media sosial,” kata Septi.
Bisnis online berisiko penipuan yang lebih besar di banding di toko nyata. Proses jual beli tidak bertemu langsung, melainkan hanya berinteraksi melalui media komunikasi elektronik Chat Massanger atau Whatsapp. Tidak sedikit kasus penipuan yang terjadi, bahkan terus berkembang dengan berbagai cara dan makin canggih.
Kasus Septi hanyalah satu dari puluhan perempuan di Kabupaten Wonosobo yang terkena penipuan melalui media sosial. Hal itu di alami juga oleh Lutfi, Tuti dan Siti. Ketiganya merupakan tetangga Septi.
Penipuan yang di alami Lutfi (23) yaitu membeli barang dengan harga murah, setelah dibayar, barang tidak dikirim sampai saat ini. “Saya membeli Handphone dari seseorang yang baru saya kenal di Facebook dengan harga murah, tapi barang tidak dikirim hingga saat ini, padahal saya sudah mengirim uang Rp500 ribu,” kata Lutfi saat dikonfirmasi melalui Whatsapp.
“Bukanya Handphone dikirim, justru mereka meminta uang tambahan dengan nada mengancam dan akhirnya saya blokir nomornya,” tambahnya dengan nada kesal.
Kasus penipuan yang dialami Tuti (28) juga berasal dari kenalan lewat media sosial Facebook yang menggunakan nama akun “Devi Eka”. Akun tersebut menggunakan foto profil berpakaian polwan. “Tak menyangka seorang polwan menipu, saya sudah mengirim uang Rp500 ribu untuk membeli sepeda motor bekas, tapi sampai saat ini motor tidak dikirim dan nomer saya diblokir, ini nomer penipu 081227807305,” ucap Tuti.
Penipuan online yang dialami Siti (24) cukup besar. Membeli sepeda motor RX-King seharga sembilan juta kepada seseorang yang baru saja dikenal lewat Facebook. Sepeda motor sampai saat ini tidak dikirim.
Menurut penggiat media sosial Edi Wibowo jumlah korban penipuan online shop di media sosial kemungkinan lebih besar dibandingkan yang dilaporkan ke pihak berwajib. “Salah satu hal yang membuat para korban enggan melapor, karena jumlah kerugian yang diderita tidak terlalu besar,” kata Edi.
Ia juga menyarankan agar perempuan lebih hati-hati terutama dalam mengelola akun media sosial. Pasalnya, kejahatan online paling mudah dilakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter, dan perempuan sering jadi korban.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A menyatakan saat ini terdapat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia. Ini angka yang sangat besar, yang aktif di sosial media ada 170 juta jiwa atau 87% menggunakan aplikasi pesan Whatsapp, 85% mengakses Instagram dan Facebook, dengan rerata penggunaan 8 jam 52 menit sehari.
“Jadi, ini melebihi batas waktu masyarakat kita berkomunikasi di ruang digital sehingga dapat memicu seseorang melakukan tindak kejahatan penipuan dengan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan,” ujar Semuel dalam Webinar Beritasatu di Jakarta, Kamis (19/08/2021).
Menurut data dari web resmi pusiknas.polri.go.id kasus penipuan yang masuk ke polri selama kurun waktu lima bulan (Januari – Mei 2022) sejumlah 12.789. Dengan data tertinggi di bulan Maret sejumlah 2.916. sehingga rata-rata ada 85 kasus dalam sehari.
Menurut situs berita suara.com penelitian di Asia Pasific tahun ini menemukan beberapa fakta menarik. Salah satunya bahwa tiga dari empat (59 persen) responden yang disurvei di Indonesia menunjukkan bahwa mereka pernah menemukan kegiatan yang berpotensi penipuan online. Sedangkan di Indonesia jenis penipuan yang paling umum adalah 19 % belanja e-commerce, 16 % media sosial, dan 9 % investasi online.
Di Indonesia UU ITE tidak mengatur secara spesifik tentang pasal penipuan online, akan tetapi Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur larangan untuk menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. ***