BANGKA BELITUNG, metro7.co.id — Sejumlah kalangan masyarakat menyayangkan perilaku Rektor Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Bangka Belitung (Babel), Ir Fadilah Sabri, yang mengajak publik agar mencoblos kolom kosong dalam sebuah gelaran acara di Pangkal Pinang beberapa hari lalu.

Seorang pedagang kaki lima, Nadin, misalnya, menyebut tingkah Fadilah Sabri tersebut tidak mencerminkan figur seorang pendidik.

Nadin mengatakan, semestinya Fadilah Sabri menjadi panutan masyarakat di tengah situasi jelang Pilkada saat ini.

Alih-alih memberi pernyataan yang sejuk, Nadin berujar, ajakan Fadilah Sabri justru membawa ke jalur yang tidak benar.

Karena itu dirinya meminta Fadilah Sabri supaya jangan menggiring opini rakyat ke jalan yang sesat.

Bagi Nadin, memilih kolom kosong merupakan pilihan yang salah dan menyesatkan, karena jika rakyat mengalami masalah, tak mungkin harus mengadukannya kepada kolom kosong.

“Kita itu, ya, pengen pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab. Pemimpin yang pasti, dan jangan pemimpin yang sesat. Kalau kita punya pemimpin yang pasti, otomatis dia akan dengar rakyatnya, pak,” ujar Nadin saat ditemui Kamis (10/10) di Sungailiat.

Nadin juga meminta Fadilah Sabri agar jangan ada rasa dendam maupun dengki hanya karena pernah dikalahkan saat Pilkada 2018 lalu.

“Pesan buat pak Fadilah Sabri, jangan ada rasa dendam, iri, syirik, atau sakit hati terhadap pak Mulkan, hanya karena kalah waktu itu,” ucap Nadin.

Di tempat yang sama, pria paruh baya bernama Ismail mengatakan mencoblos kolom kosong adalah tindakan bodoh.

“Jujur sebagai masyarakat biasa, untuk memilih kotak kosong sangat bodoh sekali. Lebih baik kita memilih yang ada orangnya kan, jelas ada orangnya,” ungkap Ismail yang bekerja sebagai buruh harian lepas.

Ismail terangkan, kalau ada masyarakat yang tertipu dengan kolom kosong maka sangat bodoh sekali.

Ia juga ceritakan, semasa H Mulkan menjabat Bupati Bangka, rakyat kecil seperti dia merasa sangat nyaman dan diperhatikan.

Ismail turut pula memberi pesan kepada Fadilah Sabri agar legowo menerima kekalahannya saat Pilkada 2018 lalu, supaya tidak menimbulkan penyakit hati yang berkepanjangan.

“Jangan menyimpan dendam ataupun sakit hati. Terima lah dengan kekalahan, karena namanya pertandingan itu kan ada kalah menang. Ikhlas kan saja, pak Fadilah,” ucapnya.

Tak lupa, Ismail mengajak warga pemilih untuk mencoblos surat suara yang ada orangnya, dan jangan memilih kolom kosong yang menurutnya tidak jelas figurnya.

Terkait pernyataan Fadilah Sabri yang memicu kontroversi tersebut, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Babel, Effendi Harun, sebelumnya ikut angkat bicara.

Tokoh pejuang pendirian Provinsi Babel tersebut berkata jangan sampai ujaran yang dilontarkan oleh Fadilah Sabri berujung fitnah, lantaran tidak didasari data faktual, dan hanya sebatas asumsi pribadi.

“Berupama kalau kolom kosong kalah. Namun yang saya sayangkan dalil selanjutnya beliau itu men-justice kalau kolom kosong kalah, seolah akan terjadi kiamat kecil lah bagi rakyat,” ujar Effendi.

Daripada menggiring persepsi masyarakat ke jurang skeptisisme, Effendi justru menyarankan Fadilah Sabri agar memperkuat kekuatan sosial masyarakat melalui gerakan ekstra-parlementer, seperti mengaktifkan fungsi kontrol NGO (non-governmental organization).

Fungsi NGO, menurut Effendi, jauh lebih efektif dalam mengontrol kuasa legislatif dan eksekutif ketimbang memasrahkan nasib lewat kolom kosong.

Sebab, kata Ketua KNPI Bangka dekade 2010-an itu, kolom kosong hanyalah perwujudan aspirasi masyarakat untuk menyatakan setuju atau tidak terhadap kandidat pasangan calon (paslon) saja.

“Jadi tafsiran saya itu bukan peserta vs peserta. Karena kolom kosong itu bukan peserta Pilkada, jadi dia diversuskan dengan calon yang ada,” ungkapnya.

Apalagi hari ini, lanjutnya, ada tiga kabupaten di Babel yang memiliki calon tunggal Pilkada.

Situasi tersebut, kata dia, tidak bisa disamakan kondisi sosial-politiknya antara satu sama lain karena track record masing-masing kandidat paslon pun saling berbeda.

Berkaitan dengan status kolom kosong sendiri, Effendi berkata, kandidat paslon memungkinkan untuk menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika di Pilkada nanti justru kolom kosong yang menang.

Karena menurutnya, kolom kosong bukan sosok peserta Pilkada, sehingga bakal menimbulkan konsekuensi hukum kalau capaian suaranya melebihi suara sah kandidat paslon.

“Ada. Menurut saya sangat jelas terbuka, ketika dipersyaratan UU Pilkada sosok manusia yang betul-betul nyata. Sedangkan kolom kosong itu bukan lah peserta. Jadi kita bisa gugat ke MK jika sampai calon tunggal kalah dengan kolom kosong,” imbuhnya.

Untuk membangun optimisme politik publik, dia menyarankan supaya tidak membuat berita atau informasi yang tak menyejukkan suasana batin masyarakat jelang Pilkada.

Ia berharap masyarakat bisa mencoblos sesuai kehendak sendiri di Pilkada nanti, tanpa perlu mengasah perbedaan yang sedang terjadi.

“Kita tidak perlu tajam terhadap perbedaan, tapi bukan berarti tidak boleh berbeda. Tapi jangan juga menganggap demokrasi tidak berjalan. Ini yang membuat kita mesti berpikir lebih jernih, karena diperlukannya semangat membangun daerah secara bersama-sama usai Pilkada nanti,” tutup Effendi.

Sebagai informasi, sebelum menjabat rektor Unmuh Babel, Fadilah Sabri diketahui memiliki rekam jejak politik praktis.

Fadilah pernah berlaga di Pilkada Bangka 2018 sebagai calon wakil bupati dari KMS Danil, tapi berujung dikalahkan oleh pasangan calon lain ketika itu, yakni Mulkan-Syahbudin.

Seolah tak kapok, Fadilah kembali mencalonkan diri di Pileg DPRD Provinsi Babel pada 2019 lalu, namun lagi-lagi harus menuai kegagalan pahit secara beruntun.