BREBES, metro7.co.id – Sejumlah warga yang mengaku dari Forum Masyarakat Peduli Perusahaan Ramah Lingkungan (FMPPRL) menggelar audensi ke DPRD Brebes pada Senin 24 Oktober 2024.

Audensi yang digelar di ruang Gedung DPRD Brebes bersama dinas terkait, seperti dari Kejari Brebes, Polres Brebes, Dinas Lingkungan Hidup, DPMPTSP, DPSDA, BPN dan Satpol PP dipimpin oleh Ketua DPRD Brebes, Didi Tuswandi.

Mereka mempertanyakan proses pembebasan lahan di sejumlah wilayah di Brebes yang disinyalir adanya dugaan praktek kuasai tanah secara melanggar hukum.

Seperti disampaikan salah satu auden, Jo Herdian, dia menduga sejumlah lahan di Brebes dikuasai pihak asing dengan membeli di bawah harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak).

Hal itu diketahui mereka setelah sejumlah pemilik tanah/sawah mengadu terkait dengan harga yang dipatok jauh dari NJOP.

Selain itu disampaikan mereka, tata ruang lahan yang menjadi aturan untuk penempatan juga masih ditabrak.

Sejumlah lahan itu disampaikan mereka ada di Desa Pamulihan, Karangbale Kecamatan Larangan dan Buara, Cikeusal Lor, Cikeusal Kidul Kecamatan Ketanggungan.

“Pada tahap pertama harga yang di patok kisaran Rp12.500 sampai Rp17.500 per meter, dan di tahap kedua Rp15.000 per meter, padahal sesuai dengan NJOP di lahan tersebut berkisar di angka Rp45.000 lebih sekian,” kata Herdian dalam audensi.

Menurutnya, harga yang di patok oleh pembeli dalam hal ini PT Berkat Putih Abadi dengan membeli harga di bawah NJOP, menilai kalau mereka berupaya mengakali pajak.

Ditambahkan Herdian, aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW) juga masih di tabrak. “Rencana tata ruang wilayah juga menjadi perhatian, dimana ditemukan wilayah zona hijau yang mestinya sebagai lahan pertanian tetap diberikan sebagai lahan industri,” katanya.

Senada, Anom Panuluh, menurutnya, saat ini sudah ada sekitar 600 hektar lahan milik petani yang telah dibeli. “Untuk target pertama seluas 800 hektar memang hampir selesai. Dan itu dilakukan sejak tahun 2021 lalu,” tandasnya.

Audien juga mempertanyakan kepada dinas terkait tentang izin-izin yang diajukan perusahaan, menurutnya dengan sejumlah dugaan yang disampaikanya, kenapa proses peralihan lahan hak milik terkesan aman aman saja.

Sementara dari sejumlah dinas terkait menjelaskan izin dasar yang wajib dilalui seperti PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) telah didapat, menurutnya izin tersebut diperoleh melalui OSS (Online Single Submission) yang digunakan untuk mengurus perizinan berusaha berbasis risiko.

Hal lain terkait harga pembelian di bawah NJOP menurutnya juga bukan dalam kewenangan pengawasanya.

Sementara pimpinan sidang audensi, yang ketuai oleh Didi Tuswandi akhirnya memberikan waktu audensi untuk digelar kembali kedepan melihat tidak ada kesepakatan.

Meski begitu, menurut Didi, penyampaian dari dinas terkait bisa sedikit memberi gambaran tentang regulasi yang ada.

Sementara pihak Perusahaan dan notaris yang tercantum dalam nama undangan tampak tidak hadir.