LABUHANBATU, metro7.co.id – Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT Kedawi Jaya belum memiliki HGU dan IUP, terus menuai polemik. Perusahaan ini dinilai tidak mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto sebab puluhan tahun beroperasi tidak memiliki legalitas apapun dalam operasionalnya.

Sebab, tanpa legalitas pemasukan negara akan minim dari perusahaan ini. Yang bikin aneh, bagaimana bisa sebuah perkebunan dengan leluasa menguasai lahan kebun sawit selama puluhan tahun, namun belum memiliki legalitas usaha.

Meskipun sejumlah elemen masyarakat telah menyuarakan hal tersebut dan telah dilakukan aksi demonstrasi oleh masyarakat Kecamatan Pangkatan Labuhanbatu.

Manajer Kebun PT Kedawi Jaya Dedi Saragih melalui pesan Whasttapp, Senin, (04/11/2024), ketika dihubungi mengaku, jika perusahaan tempatnya bekerja sedang mengurus perijinan yang belaku, seperti Ijin lokasi dan HGU. Namun pihaknya menolak jika dikatakan kebun tersebut tidak membayar pajak. “HGU sedang proses ya bang, ijin lokasi sedang diurus, kalau kebun yang di urung kompas itu bukan 1  tapi punya beberapa orang, PT Kedawi Jaya bayar pajak,” katanya.

Ironisnya, pengakuan Dedi Saragih ini, cukup menguatkan jika perusahaan PT Kedawi Jaya nampaknya cukup bandel dalam mentaati aturan. Sebab, meski sudah berpuluh tahun beroperasi baru sejak masyarakat protes terkait keberadaan perusahaan itu, kenyataanya perusahaan ini baru mulai melakukan pengurusan perijinan.

Muhamad Nasir Wadiansah SH advocad dan pengacara di Labuhanbatu ketika dimintai tanggapanya terkait maraknya pemberitaan tentang legalitas PT Kedawi Jaya, melalui pesan Whasttapp.

Menurut M Nasir, bahwa pemerintah Republik Indonesia telah merumuskan regulasi terhadap pemilik perkebunan Kelapa Sawit yang belum memiliki legalitas hukum.

Menurut Nasir, mengutip pernyataan mantan Menkopolhukam Profesor Machfud MD sesuai rapat terbatas terkait tata kelola perkebunan Kelapa Sawit yang dipimpin presiden Joko Widodo pada tahun 2023 lalu.

“Pemerintah telah sepakat, memberi tenggat waktu  hingga tanggal 2 Nopember 2023 kepada pemilik usaha perkebunan Kelapa Sawit untuk melaporkan dan mengurus seluruh perijinan, dan jika telah diurus hanya akan diberikan sanksi administratif,” katanya.

Namun sebaliknya jika sampai bulan Nopermber 2023 perusahaan perkebunan Kelapa Sawit belum mengurus proses perijinan yang ada, maka otomatis akan dipidana.

Dijelaskan Nasir pula, dalam rapat terbatas itu, khusus membahas tata kelola perkebunan kelapa sawit khususnya lahan ilegal.

”Kalau melanggar, tidak mau kooperatif sampai waktu yang ditentukan, November 2023 lalu, ketentuannya akan dipidanakan,” ujarnya.

Sebab, gugatan pidana oleh negara ini tak main-main kata dia, bukan hanya menghitung kerugian keuangan negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara itu dihitung dari pajak yang semestinya diterima negara bila lahan sawit dikelola secara sah serta denda.

Adapun kerugian perekonomian negara dihitung oleh pakar dan mencakup keuntungan yang diperoleh selama menggunakan lahan tidak sah itu, termasuk biaya kerusakan lingkungan dan alam.

Nasir pun menyarankan agar para pelaku usaha industri perkebunan kelapa sawit patuh dan taat terhadap azas hukum di Republik Indonesia.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Adre Wanda Ginting SH, MH, melalui pesan Whasttapp kepada Metro7.co.id, kemarin, ketika dimintai tanggapanya terkait kisruh PT Kedawi Jaya, mengaku belum menerima informasi terkait dugaan kasus tersebut.

“Selamat malam bang, Sejauh ini belum ada terinformasi (persoalan PT Kedawi Jaya-red) ke seksi kita,” kata Adre Wanda Ginting.

Adre Wanda menegaskan pihaknya dilingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara belum ada pemeriksaan terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku akan melakukan crosscek terkait persoalan ini. “Akan kita kroscek, apabila ada akan kita infokan,” kata Adre Wanda Ginting mengakhiri. ***