BANGKA BELITUNG, metro7.co.id — Fenomena kotak kosong dalam Pilkada serentak yang akan digelar November mendatang turut memantik kerisauan Koordinator Komunitas Lintas Agama (KLA) Bangka Belitung, Farhan Habib.

Aktivis yang juga berprofesi sebagai penyuluh agama di Kementerian Agama Bangka Belitung itu mengatakan, Pilkada merupakan ajang pertaruhan masyarakat dalam memilih pemimpin.

Negara, kata Farhan, telah membiayainya lewat uang pajak supaya masyarakat dapat memilih pemimpin yang berdaulat dan demokratis.

Karena itu dia menilai, fenomena kotak kosong yang sedang marak saat ini merupakan alarm bahaya terhadap eksistensi demokrasi di Indonesia.

Ia menjelaskan, kalau fenomena kotak kosong menjadi gerakan yang terstruktur dan sistemik, tentunya membahayakan proses demokratisasi untuk memilih pemimpin daerah yang berdaulat, dekat dengan masyarakat, serta memahami sosio-kultur masyarakat asli daerah.

Kotak kosong, lanjut Farhan, sangat berbahaya bagi proses kepimimpinan dan pembangunan daerah ke depannya, karena jika kotak kosong yang menang, maka posisi kepala daerah bakal diisi oleh orang-orang dari pusat yang tak kenal dan tak paham aspirasi masyarakat asli daerah.

“Kalau kotak kosong menang, yang akan duduk kan penjabat (pj). Sedangkan kita ketahui pj ini kewenangannya terbatas, dan juga tidak paham kondisi riil sosial, geografi, dan ekonomi warga asli daerah. Kita lihat Pj Gubernur Babel sudah 3 sampai 4 kali ganti. Saking begitu tidak efektif dan efesiennya jika posisi kepala daerah dijabat oleh para Pj,” imbuhnya.

Ia pun mencontohkan kepemimpinan Pj Bupati Bangka yang selama setahun terakhir ini dinilai gagal dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Kabupaten Bangka.

“Gebrakannya untuk menuntaskan masalah di Kabupaten Bangka ini hampir tidak ada. Mulai dari gagal menyelesaikan defisit APBD, hingga sampai memotong gaji honorer dan TPP ASN. Jadi di mana sisi kemanusiannya itu,” tutur Farhan dengan nada tegas.

Berkenaan dengan berbagai alasan tersebut lah, Farhan menegaskan, mencoblos kotak kosong lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya.

Selain menyia-nyiakan uang negara, mencoblos kotak kosong, kata Farhan, sama saja dengan memperpanjang hasrat kekuasaan para birokrat, yang hal itu secara perlahan dan tidak langsung akan membunuh peran demokrasi itu sendiri.

“Pj kepala daerah yang ditunjuk itu yang lobinya kuat di pusat, yang tidak tahu tentang masalah di daerah, tidak kenal masyarakat serta budaya kita. Bingung, masih meraba-raba, dan kita yang rugi nanti. Karena itu lebih baik ada pemimpin yang definitif dan berdaulat, meskipun belum sempurna, daripada tidak ada kepemimpinan sama sekali, karena mudharatnya nanti lebih besar bagi daerah,” paparnya.

Bagi Farhan, memilih kotak kosong juga sama halnya dengan memberikan cek kosong kepada sosok figur yang tidak dikenal masyarakat untuk memimpin Bangka ke depan.

“Kalau kita memilih kotak kosong, istilahnya kita beri cek kosong kepada pusat untuk menunjuk pemimpin daerah kita. Iya kalau dia menguasai dan cepat belajar tentang birokasi, serta kenal budaya maupun aspirasi masyarakat kita. Tapi kalau tidak, mati lah kita,” ucapnya khawatir.

Oleh karena itu, dirinya pun turut mengajak serta menyarankan masyarakat pemilih agar memilih pemimpin yang definitif, yang memang dikenal dan dekat dengan masyarakat asli daerah.

“Pemimpin yang definitif ini suatu keharusan dan menjadi amal jariyah untuk menyelamatkan demokrasi dan daerah kita ini. Sebab pemimpin definitif kecil mudharat, tapi manfaatnya jauh lebih besar,” tutup Farhan yang turut mengajak masyarakat untuk datang ke TPS pada Pilkada mendatang.