BUKITTINGGI, metro7.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bukittinggi menghormati hak-hak rakyat, termasuk ketika dihadapkan dalam persoalan mangkraknya proyek drainase primer di ruas jalan pusat kota mulai dari Jalan Pemuda hingga Jalan Perintis Kemerdekaan.

Ketua DPRD Kota Bukittinggi, Beny Yusrial didampingi Wakil Ketua Rusdi Nurman hari ini, Rabu (5/1/2022) kepada sejumlah awak media menyampaikan, lembaga Legislatif merupakan bagian mitra pemerintah daerah, tetapi bukan ada kolusi atau kongkalikong disaat menanggapi tidak selesainya pengerjaan proyek drainase sesuai kontrak yang telah disepakati di awal dengan pihak kontraktor.

Pihak DPRD mempersilahkan pihak rekanan atau kontraktor yang telah putus kontrak dengan Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi untuk menempuh cara sesuai ketentuan yang berlaku. “Jika merasa keberatan dari pemutusan kontrak tersebut, dengan segala konsekuensi yang ditimbulkan,” kata Benny

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan hari ini memang terdapat sejumlah poin yang disikapi seperti proyek pembangunan drainase primer itu akan dilanjutkan kembali pada tahun 2022 ini dengan mempergunakan pergeseran anggaran, namun tetap mengacu atas mekanisme dan regulasi.

DPRD Kota Bukittinggi juga mempersilahkan jika rekanan, yakni PT Inanta Bhakti Utama menempuh jalur dengan melayangkan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

” Iya silahkan, bagi kontraktor untuk pembelaan diri. Itu merupakan hak mereka juga, termasuk video dan audio yang telah beredar. Itu semua hak mereka. Kita mendukung pemerintah daerah di sini, kalau kontraktor melakukan tuntutan secara hukum, silahkan saja, karena lembaga legislatif, merupakan bagian dari pemerintah daerah,” jelas Benny.

Selanjutnya , Awaludin Rao, selaku Komisaris PT. Inanta Bhakti Utama menyampaikan, pihaknya telah mendaftarkan persoalan pengerjaan proyek drainase primer yang di putus kontrak pada 26 Desember 2021 lalu, dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang kuat untuk diteruskan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Awaluddin Rao, menyebutkan, pihaknya akui pemutusan kontrak itu dilakukan tanpa syarat dan uang pekerjaan ada yang belum diterima dikarenakan keterlambatan serta didahului dengan audit internal. Maka dari itu pihaknya sebagai rakyat ingin menyampaikan aspirasi sehingga datang langsung ke Gedung DPRD Kota Bukittinggi untuk mempertanyakan dasar dan mekanisme yang ada.

” Kita tidak layak diputuskan tanpa syarat, kemudian uang kita tidak dibayar dengan alasannya terlambat. Selanjutnya dengan alasan, diaudit terlebih dulu, dimana ada itu aturannya?,” ucap Rao.

Justru itu, sambung Rao, ia duduk di sini bersama DPRD, dan tidak ada istilah mundur, maju terus. Ia pun sudah daftarkan ke PTUN.

” Iya memang, saya harus menunggu tahapan sesuai ketentuan itu, jika sudah dapat hasilnya, saya akan proses lagi ke PTUN,” jelas Komisaris PT. Inanta Bhakti Utama itu.

Sementara informasi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bukittinggi, bahwa pemutusan kontrak proyek drainase itu sudah didasari mekanisme yang ada, dikarenakan pelaksana pekerjaan tidak mampu mencapai bobot kerja sesuai ketentuan hingga jatuh tempo berakhirnya kontrak pada 26 Desember 2021 lalu. Persentase pekerjaan baru dalam kisaran 59 hingga 60 persen. ***