INDRALAYA, metro7.co.id – Proyek pembibitan BPDAS & HL Musi, APBN Tahun 2022 sebesar Rp 2.909.067.500 yang tersebar di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Kabupaten Empat Lawang, dan gabungan Kabupaten Banyuasin, UIN Palembang, Puslatpur OKU Timur, KPH Dempo Kota Pagar Alam, diduga sarat korupsi.

Pengadaan bibit (MPTS) dalam rangka penanaman PO RHL vegetatif di Blok A, B Desa Merantau. Kecamatan Sindang Bliti Ilir Kabupaten Rejang Lebong di PHL Bukit Balai Rejang, APBN tahun 2022 senilai Rp1.049.400.000, pelaksana CV Berkah Niagatama.

Pengadaan bibit dalam rangka P.O penanaman RHL magrove di Desa Simpang Tiga Makmur Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), APBN tahun 2022 senilai Rp 399.300.000, pelaksana CV. Sraja Mega Gemilang.

Pengadaan bibit dalam rangka penanaman P O, RHL vegetatif di Blok A Desa Air Mayan Kecamatan Pasemah Air Keruh Kabupaten Empat Lawang di KPH Wilayah XI Kikim Pasemah, APBN tahun 2022 senilai Rp 498.960.000, pelaksana CV. Sraja Mega Gemilang.

Pengadaan bibit produktif , lokasi pekerjaan persemaian Sukomoro Kabupaten Banyuasin, Kantor Bupati Banyuasin, UIN Palembang, Puslatpur OKU Timur, KPH Dempo Kota Pagar Alam. APBN tahun 2022 senilai Rp 961.407.500.000, pelaksana CV. Berkah Niagatama

Hasil investigasi di lokasi UIN Palembang (5/8) bibit yang ada hanya sekitar ratusan bibit. Bibit yang ada sudah ditanam dan bibit tersebut bertuliskan nama pejabat dari forkopimda Kota Palembang sampai ke pejabat forkopimda Propinsi Sumsel serta para rektor UIN Palembang.

Informasi petugas sekuriti UIN Palembang ketika ditemui dilokasi mengatakan jumlah dan dari mana asal bibitnya saya tidak tau, pokoknya bibit inilah adanya.

Kepala BPDAS & HL Musi, dikonfirmasi tertulis (11/8) sampai saat ini tidak memberikan tanggapan/jawaban.

Ketua LSM Mitra Kajati Sumsel, Taswin, Dp mengatakan proyek RHL Musi yang tiap tahunnya digelontorkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diduga sarang korupsi terutama pada proyek RHL tahun 2019/2021 yang nilainya ratusan miliar yang sampai saat ini belum ada proses upaya tindakan hukumnya. “Untuk itu meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)kiranya dapat menindaklanjuti, memproses sesuai hukum yang berlaku,” ujar Taswin. *