LABUHANBATU, metro7.co.id – Mendekati bulan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada-Red), serentak pada tanggal 27 November 2024 mendatang. Tiga hal, melalui latar belakang tetap menarik untuk diyakini tetap terjadi di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Semisalnya, politik uang, campur tangan aparatur dan ketulian bagian penyelenggara pemilihan. Hal itu, terlihat sangat dominan dari praktek – pratek pemilihan kepala daerah sebelumnya.

Akibatnya, kualitas demokrasi menjadi sangat rendah dari kematangan padangan yang dimiliki oleh masyarakat ketika memberikan pemilih hak suara di Pilkada serentak tersebut.

Bahkan rancunnya politik uang pada pemilihan kepala daerah Labuhanbatu Tahun 2020, sejarah baru terjadi dari pemilihan dan dua kali terjadi pemilihan suara ulang (PSU) dan berakhir di kelembagaan negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun gugatan antara terlapor dan pelapor oleh calon adalah sikap kepercayaan publik terhadap mafia hukum disebut – sebut turut berperan meloloskan kondisi, siapa terpilih sebagai kepala daerah (Bupati-red).

Peristiwa ‘Politik Uang’ bukanlah momok menakutkan bagi masyarakat ataupun kemunduran demokrasi, sebab pemilihan legislatif (PILEG), pada tanggal 14 Februari 2024 (Rabu) lalu, terlihat politik uang adalah kunci utama agar duduk disalah satu dari 45 kursi DPRD Labuhanbatu.

Walaupun politik uang adalah hal dianggap biasa saja bahkan menjadi bahasa cawi-cawi yang dibenarkan untuk dilakukan masyarakat bukan menjadi pidana oleh penyelenggara tetapi sebuah anekdot (cerita lucu).

Pada hal, politik uang bisa dimanfaatkan oleh kepentingan oknum mafia politik lokal sampai ke oknum mafia politik pusat mengkorbankan kepala daerah (Bupati – red), menjadi tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meskipun para calon kepala daerah (Bupati-red), telah memiliki harta kekayaan karena sebelum pemilihan mampu mengandalkan politik uang meraih kemenangan Pilkada menjadi bupati dan wakil bupati.

Mirisnya, kasus – kasus korupsi selalu membawa kehancuran bagi bupati untuk masuk keruangan jeruji besi (Penjara-red), karena menaburkan politik uang terhadap masyarakat tersebut.

Tetapi masyarakat melalui asumsi – asumsi rasional dugaan korupsi melainkan kepentingan aparatur birokrasi atau mafia politik menjatuhkan kepala daerah karena suka tidak suka memperalat penegak hukum ataupun sebaliknya

Seperti dikatakan, Tim Sukses Pilkada serentak Labuhanbatu Tahun 2020, Boy Tobing, (46) sekaligus pengurus Parpol Tahun 2016 bersama rekannya, Aman S.R, (45) mengaku berprofesi pemerhati politik masyarakat ketika diwawancarai, Jum’at, (10/05/2024).

Mereka mengatakan, bahwa Pilkada Labuhanbatu tetap menjadi fenomena hitam dari tiga hal yaitu, money politik ‘Politik Uang’, ketulian ikut campur tangan aparatur dan ketidak tegasan oleh bagian penyelenggara disetiap pentas demokrasi tersebut.

Sehingga politik uang menjadikan kepala daerah (Bupati-red), kalau menjadi tersangka dianggap hal yang normal saja dari kehilafan sebagai manusia, sebab manusia tak ada yang tak berdosa dari kehidupannya.

Mengapa, APBD mencapai Rp, 1.4 triliun setiap tahun anggaran selama lima tahun yang dikelola jadi wajar saja harta kekayaan menjadi meningkat, untuk menjaga kursi orang nomor satu di kabupaten dalam mempertahankan jabatannya.

“Jadi, dimana kepala daerah di seluruh Indonesia ketika mengelola APBD dituding tidak melakukan dugaan korupsi diyakini bukan hanya di Kabupaten Labuhanbatu”, tandas mereka.

Belum lagi, koum royalis’ ataupun tim sukses harus dikasih jatah untuk dibagi-bagi dari nilai APBD pertahunnya. Begitu juga, pemangku kepentingan agar kamtibmas tetap kondusif ketika menjalankan pembangunan kabupaten.

Melihat dari bahasa itulah, ketika ikut dalam Pilkada tentu ada kaitannya dengan instrumen komunikasi politik, hubungan elit politik dan politik uang.

Tujuannya, agar tercapai terpilih menjadi kepala daerah. Dalam fenomena umum Pilkada tidak selalu dijelaskan tentang keadaan proses terjadi di lapangan dalam keseluruhannya.

Hal inilah, politik uang sebagai alat pengantar kemenangan Pilkada yang memaksa pemilik hak suara untuk memberikan hak pilihnya menjadi suara sah yang dinyatakan oleh penyelenggara pemilu tersebut.

Berarti politik uang adalah berupa sebuah petunjuk ‘indikasi’, mengapa masyarakat semakin meluaskan tingkat partisipasi memberikan hak suara yang mempengaruhi terhadap preferensi politik.

Makanya, tiga hal uraian tersebutlah, diilustrasikan bahwa tingkat kualitas demokrasi dalam memberikan hak suara terkesan dipaksakan karena adanya pemberian uang, makanya dapat terpilih menjadi bupati.

Jahatnya, politik uang juga menyandera masyarakat yang tersandung ekonomi dengan keraguan atas kehidupan mereka tetap seperti mereka jalani setiap hari -harinya.

Meskipun rasa tingkat ketidakpercayaan mereka juga menyakini kepala daerah terpilih tetap memprioritaskan kepentingan pribadi ataupun pada suatu  kelompoknya.

Pada hal, sangatlah penting menghindari stagnannya pembangunan daerah karena antara pemberi hak suara dan dipilih sebagai kepala daerah, jikalau tidak ada politik uang tidak terjadi dugaan kasus korupsi pada Pilkada.

Hal ini, dapat menghindari dugaan kasus korupsi seperti jual beli ‘Jabatan ataupun Fee proyek’ kalau calon kepala daerah lebih mengedukasi visi misi terhadap masyarakat melalui bahasa sekelompok masyarakat dapat mengkritisi atas kebijakan kepala daerah.

“Artinya bahasa sebagai instrumen komunikasi politik, hubungan elit politik dan politik uang dikuatirkan tetap terjadi Pilkada 2024 ini. Lihat saja pemilihan legislatif kemarin, politik uang sebagai sarana kemenangan berdampak kepentingan mafia politik,” sindir mereka.

Dijelaskan, bahasa sebagai instrumen komunikasi politik memang sangat penting penggunaannya, karena sebagai instrumen untuk komunikasi.

Seperti halnya, terjadi dipublik melalui informasi saat ini para balon kepala daerah yang maju akan menempuh melalui sampan partai politik sebanyak  9 dari 45 kursi DPRD Labuhanbatu dan jalur independen.

Dimana, para balon kepala daerah terdengar ada yang dari Birokrasi, Ketua Parpol, anak Bupati, istri Bupati terlewati, anak main Bupati didukung pangkat berbintang, pemangku aparatur Desa cukup menyakini memiliki isi tas ‘Uang’ sebagai peluru Pilkada.

Hanya saja hingga kini masih tetap menjadi pertanyaan, bahasa cawi -cawi, ada berapa pasang maju menuju Pilkada 2024, apakah benar atau hanya cari panggung semata walaupun formulir pendaftaran parpol salah satu persyaratan administrasinya.

Tetapi melalui faktanya pada berkas administrasi hingga kini masih belum terdaftar di komisi penyelenggara umum daerah (KPUD) Labuhanbatu. Karena baru dibuka pendaftaran pada bulan Agustus mendatang.

“Iya, seperti hal inilah contoh perspektif komunikasi politik menjadi instrumen elit politik atas kewenangannya melalui surat rekomendasi tuk mengubah preferensi politik dari calon kepala daerah jadi terpilih pada tahun 2024 ini,” sindirnya.

Ditambahkan, dalam hubungan elit politik dipastikan mampu mengubah iklim politik melalui sosial komunitas dengan jejaring yang mengakar pada masyarakat.

Misalnya, ketika elektabilitas calon kepala daerah rendah oleh sekelompok elit politik melalui mesin politik agar bergerak meningkatkan elektabilitas dan popularitas dan lainnya.

Melalui gerakkan secara kolektif oleh sekelompok elit politik pasti melibatkan tokoh elit lokal dari Desa, Kecamatan dan Kabupaten seperti para pengusaha, tokoh masyarakat, tuan guru,  tokoh agama dan tokoh pemuda, elit ormas dan pemangku jabatan lainnya.

Tentu hal seperti inilah agar memperkuat terjadinya sifat intimidatif sampai ketitik klimaks harus berhasil memenangkan calon kepala daerah yang diusung melalui politik uang tersebut.

Masih dikatakan, apa itu, politik uang, misalnya si calon kepala daerah berusaha mengunakan yang bersifat ekonomis dari pengaruh pada sumber-sumber dayanya.

Untuk ikatan antara dua belah pihak yang menyangkut hubungan intensif politik terbangun rasa kepercayaan melalui hak pilih dan hak dipilih dalam pentas demokrasi tercantum di papan publikasi TPS -TPS oleh penyelenggara.

“Iya, diantara indikator penting tingkat kualitas demokrasi yang matang, tercermin dari fenomena tingginya partisipasi pemilih suara tanpa uang, bukan pembiaran penyelenggara melalui politik uang berbondong – bondong datang ke TPS tuk memenangkan calon Bupati, itu sendiri,” tandasnya.

Menurut mereka, secara realitas dapat dirasakan memang masih sulit untuk menghilangkan politik uang karena masyarakat masih lebih cenderung melihat isi tas ‘Uang’ yang diberikan kolega para calon kepala daerah (Bupati-red).

Selain, dugaan memanfaatkan keterlibatan seperti oknum pejabat pemerintah daerah dan oknum aparat keamanan setempat karena kepentingan infut untuk perolehan suara tentu pengaruh menuju praktek pada Pemilu yang akan datang di Tahun 2029 mendatang.

Bahkan dampak sosial dari ‘politik uang’ dapat merusak tali persaudaraan yang seharusnya ada antisipasi oleh pihak keamanan melalui besarnya anggaran keamanan pada Pilkada tersebut.

Karena Pilkada 2024 sebagai pintu praktek pemilu menuju 2029. Dan artinya ‘Politik Uang’, realitas sulit bisa dihilangkan bagi masyarakat terkhusus di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Komisi Pemilihan Umum Daerah,(KPUD-red), Labuhanbatu belum lama ini, telah melakukan kunjungan ke kantor Bupati Labuhanbatu. Dalam rangka silaturrahmi jelang cuti bersama Idul Fitri 1445 H sekaligus membahas tentang persiapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 di ruang kerja Plt. Bupati Labuhanbatu. Senin (22/04/2024) lalu.

Dalam kunjungan KPUD Labuhanbatu, terlihat hadir yakni, Ketua KPU Labuhanbatu, Zafar Siddik Pohan dan Anggota KPU Labuhanbatu, Sekretaris, Kasubbag Rendatin dan Staf sekretariat KPU Labuhanbatu.

Dalam pertemuan tersebut, langsung diterima oleh Plt Bupati Labuhanbatu Hj Ellya Rosa Siregar beserta jajarannya.

Seperti diketahui, berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri nomor 900.1.9.1/948/SJ, tanggal 21 Februari 2024, hal percepatan pencairan hibah pendanaan kegiatan Pilkada tahun 2024.

Sesuai surat tertulis salinan SP2D ke Kemendagri melalui Dirjen Keuda paling lambat tanggal 29 Februari 2024, penyaluran sekaligus atau tahap pertama dan penyaluran tahap kedua paling lambat tanggal 10 Juli 2024, melalui besar anggaran Rp 47.562.820.0002.

Dalam hal anggaran terbagi empat lembaga, yaitu KPU, Bawaslu, Operasional Polres Labuhanbatu dan Kodim 0209/LB beserta jajaran meskipun KPU awalnya mengusulkan sebesar Rp 49.941.776.000,. Namun akhirnya terealisasi Rp 27.560.229.000,

Melalui rincian Bawaslu, awalnya mengusulkan Rp 16.970.444.000, namun yang disepakati sebesar Rp 13.502.591.000, Polres Labuhanbatu, awalnya mengusulkan Rp 6.109.333.750, tetapi disepakati Rp 5.000.000.000 serta Kodim 0209/LB awalnya mengusulkan Rp 2.504.535.000, disepakati Rp 1.500.000.000.

Sementara, khusus terhadap KPU dan Bawaslu, sekitar 40 persen anggaran sudah dicairkan/disalurkan untuk tahap pertama di tahun 2023. Pada rincian nilai poin, KPU Rp 11.024.091.600 dan Bawaslu Rp 5.401.036.400.

Untuk penganggaran belanja hibah/pendanaan bersumber APBD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pelaksanaan Pilkada tahun 2024, disebut-sebut hingga Juli mendatang harus telah disalurkan keseluruhannya. ***