Sidang Korupsi Sapi Asahan, Penasehat Hukum Hadirkan Tiga Saksi Ahli
ASAHAN, Metro7.co.id – Pengadaan sapi Tahun Anggaran (TA) yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 615 juta. Seperti yang disebutkan Jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan pada hari Senin (14/2).
Dalam perkara ini, terdakwa menghadirkan tiga orang ahli diantaranya, Muhammad Sahlan (MS) selaku kontraktor dan terdawa Nina Sahrani (NS) selaku PPK Dari Dinas Peternakan yaitu,
Muhammad Sahlan alias (MS) selaku kontraktor dan terdakwa, Nina Sahrani (NS) selaku PPK, dan dari Dinas Peternakan yaitu: Ahli Pengadaan Barang dan jasa USU, Drs, Edi Usman, ST, MT, AU, Ahli Peternakan Universitas Panca Budi, Andika Putra dan Ahli Hukum Pidana USU, DR, Mahmud Mulyadi.
Dihadapan majelis hakim, Ahli Peternakan Universitas Panca Budi, Andika Putra juga menguraikan didepan persidangan bahwa metodologi dalam pengukuran tinggi sapi harus menggunakan tongkat ukur, sehingga jika dilakukan dengan meteran bangunan atau alat lain yang bukan tongkat ukur yang tidak standart, maka hasilnya tidak valid atau diragukan.
Hal ini diungkapkan Tim Penasehat Hukum (PH) Muhammad Sahlan (MS) saat di konfirmasi ulang pewarta, di Kantor Hukum Zulkifli, SH Jalan Sisingamangaraja, No 270, Kelurahan Tegal Sari, Kecamatan Kisaran Barat, Selasa (15/2).
Lebih lanjut, Dianti Novita Marwa menuturkan, kata dia Andika juga menekankan, berdasarkan kaidah ke ilmuan untuk menentukan usia sapi harus dengan pemeriksaan gigi sapi secara detail persatu ekor.
“Tidak logis jika ahli yang ditugaskan Jaksa yaitu Hamdan, SPt, MSi mampu melakukan pemeriksaan gigi sapi sebanyak 70 ekor dalam waktu sehari,” katanya.
Berdasarkan hasil laporan hamdan yang diserahkan kepada pihak kejaksaan, lalu untuk menentukan jenis sapi Peranakan Ongole (PO), bahwa menurut Andika Putra, berdasarkan data statistik, masyarakat banyak yang memiliki sapi PO namun selain tidak bersertifikat juga sudah mengalami banyak perkawinan dengan jenis-jenis sapi yang bukan PO namun masih dapat dikategorikan sebagai rumpun peranakan ongole.
“Karena itu, lanjut Andika, berkaitan dengan jenis sapi PO yang tertera dalam kontrak pengadaan sapi ini apakah ada secara spesifik dan jelas yang diminta dalam kontrak adalah jenis sapi PO bersertifikat,” tuturnya
Kemudian, sejalan dengan uraian mengenai penentuan spesifikasi sapi yang dipersoalkan jaksa, dalam proses lelangnya juga, Ahli pengadaan, Edi Usman memaparkan, dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai peraturan perundang-undangan, pihak perusahaan atau CV tidak harus memiliki ahli peternakan yang berstatus karyawan tetap.
“Sepanjang dokumen yang diminta panitia lelang terpenuhi dan disetujui oleh panitia lelang, maka perusahaan atau CV sah jika dinyatakan sebagai pemenang,” ungkapnya.
Selanjutnya, berkaitan dengan IP Address, dijelaskan Edi Usman, tidak ada larangan hukum beberapa perusahaan yang mengikuti lelang menggunakan IP Address yang sama, bahkan, Edi Usman menekankan jika ditemukan ada indikasi monopoli ataupun kongkalikong dalam suatu paket pekerjaan.
“Maka itu masuk kedalam wilayah sengketa persaingan usaha dan yang berwenang menyelesaikannya adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bukan Jaksa.
Kemudian, Ahli Hukum Pidana USU, Dr Mahmud Mulyadi,m yang mendeklair sudah beratus-ratus kali menjadi saksi ahli dalam persidangan perkara hukum diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam keterangannya juga tegas mengatakan bahwa seseorang patut disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum jika memenuhi semua unsur rumusan dan delik dari undang-undang, tidak boleh seorang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum jika unsur rumusan dan deliknya masih bersifat ragu-ragu.
“Mahmud menjelaskan, bahwa terkait dengan ketentuan Pasal 2 UU Tipikor, maka di dalam rumusan pasalnya tegas menyebutkan sifat melawan hukumnya, yaitu unsur-unsur objektif sebagai berikut : 1. Secara melawan hukum, 2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, 3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” beber Dian.
Sementara Zulkifli, selaku Ketua Tim menambahkan penjelasanya, pasal 3 UU Tipikor tidak secara jelas menyebut perbuatan melawan hukum dalam rumusan pasalnya.
Oleh karena itu, tambahnya, PMH nya akan inheren dengan terbuktinya semua unsur objektif dalam Pasal 3 UU Tipikor tersebut. Dengan demikian, jika semua unsur objekti telah terpenuhi, maka otomaticly dengan sendirinya telah terpenuhi PMH nya.
“Jika lebih rinci diuraikan Mahmud mengenai perihal kerugian negara, bahwa menjawab polemik ini, menurutnya, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016. SEMA tersebut mengatur tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Pidana MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan,” jelasnya.
Lebih lanjut Zulkifli memaparkan, dari salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.
“Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara,” tuturnya.