TAPANULI SELATAN, metro7.co.id – Terdakwa  kasus pemalsuan tanda tangan,Siti Kholijah Nasution  dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen dengan ancaman hukuman enam tahun penjara lalu divonis enam bulan penjara ,oleh Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, pada Tanggal 2 November 2021 yang lalu.

Ketua Koordinator Aliansi Wartawan Pemantau Polisi dan Jaksa (AWP2J) Provinsi Sumatera Utara, Erijon DTT mengatakan, bahwa  perjalanan proses kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen oleh salah seorang oknum ASN di pemerintahan Kabupaten Tapsel tersebut cukup panjang yakni hampir tiga tahun lamanya, ini menjadi suatu tanda tanya baginya.

Hal ini adalah suatu preseden buruk kinerja penegak hukum yang berpotensi menimbulkan asumsi buruk serta dapat mengurangi  kepercayaan publik pada penegakan hukum di Tanah Air,yang disinyalir adanya  main mata antara penegak Hukum dengan Terdakwa “Jika benar, hal ini sangat berpotensi merusak citra lembaga penegak hukum itu sendiri yang akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegak hukum,” ungkap Erijon usai ketemu dengan Humas PN Padangsidimpuan,Selasa (14/12/2021)

Selain pemalsuan tanda tangan juga terindikasi pemalsuan KTP yang merupakan salah satu dokumen negara, sebaiknya sejak awal proses hukum ada kesetaraan cara pandang atas suatu kejahatan di hadapan hukum.

“Jangan sampai ada dunia peradilan tidak lagi berpegang kepada norma-norma hukum  semisal dalam suatu pasal pidana pada seorang terdakwa dituntut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengeherankan bagi korban bahkan bagi publik. Apalagi seperti pelanggaran pasal 263 yang dilakukan oknum ASN ini, saya dengar si korban keheranan dengan tuntutan JPU hanya 6 bulan saja, padahal ancaman 6 tahun penjara,” papar Erijon.

Nah, guna meminta penjelasan terkait adanya asumsi buruk dari publik soal kebijakan penegakan hukum terkhusus pada kasus pasal 263 tersebut, sejumlah Awak Media dari berbagai media online dan cetak mencoba menemui Kasi Intel dan Kasi Pidum Kejari Padangsidimpuan namun tidak berhasil.

Lalu, para awak media berlanjut ke kantor Pengadilan Negeri Padangsidimpuan mencoba menemui ketua Pengadilan, Fauzi Isra, SH, MH yang diwakili  Humas, Irpan Hasan Lubis, SH, MH yang juga merupakan salah satu Hakim di PN Padangsidimpuan tersebut   untuk mempertanyakan  seputar keraguan publik terkait proses hukum hingga putusan dari Pengadilan Negeri soal kasus pemalsuan tanda tangan oleh terdakwa Siti Kholijah.

Kepada wartawan, Irpan memaparkan, soal proses hukum terhadap terdakwa dimaksud telah diputuskan oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan pada 2 November 2021 lalu.

“Namun pada tanggal 8 November 2021 si terdakwa telah  mengajukan banding, sehingga kasus tersebut dialihkan ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan. Walaupun demikian apa yang bisa saya jelaskan dalam putusan ini akan saya sampaikan mewakili Ketua,” tutur Irpan.

Soal kenapa tidak dilakukan penahanan penjara, menurutnya ada beberapa pertimbangan dari majelis Hakim dari sejak proses di kepolisian hingga ke kejaksaan tidak ada melakukan penahanan penjara. Hanya sebatas tahanan kota.  “Hal itu sah secara hukum, namun untuk berikutnya apakah status si terdakwa dilanjutkan penahanan atau tidak, itu  wewenangnya  ada pada Pengadilan Tinggi,” kata Irpan.

Singkatnya, untuk proses hukum atas kasus pasal 263 yang dilakukan terdakwa yang menurut Pengadilan Negeri Padangsidimpuan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tersebut karena terdakwa menyatakan banding atas putusan tersebut, Irpan menjelaskan, demi hukum hal itu sah.

“Jika dinyatakan banding, prosesnya sekarang ada di Pengadilan Tinggi Medan, kami tidak mempunyai wewenang lagi untuk itu. Namun, misalnya jika status tahanan kota nya diperpanjang lagi oleh Pengadilan Tinggi, pihak Kejaksaan dan Pengadilan sini berhak kembali untuk melakukan pengawasan terhadap terdakwa,” pungkas Irpan.

Untuk diketahui, kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen ini ialah atas laporan korban, Hairum Harahap terhadap perbuatan pelaku Siti Kholijah Nasution pada bulan februari tahun 2019 silam, yang disebutkan telah memalsukan tanda tangan dan KTP serta sejumlah bentuk surat lainnya atas nama korban. Siti Kholijah dengan korban adalah mantan suami istri, mereka resmi bercerai pada tahun 2015 tanpa dikaruniai anak. Sedangkan untuk harta gono gini, informasinya belum ada penyelesaian dan dikabarkan hingga saat ini harta mereka bersama dikelola oleh terdakwa.

Karena merasa dirugikan, akhirnya Hairum Harahap yang merupakan mantan suami terdakwa melaporkan kasus tersebut ke Polres Padangsidimpuan. Selain itu juga, Hairum juga melaporkan mantan istrinya itu ke Polres Tapsel dengan dugaan tindak pidana pasal 335 KUHP yang saat ini masih dalam  berproses.