Blunder Politik Tukang Bakso
Penulis : Kadarisman
Pemerhati Politik Banua
Dalam politik perilaku aktor menjadi sangat penting untuk tetap dijaga secara sadar. Perilaku dapat menjadi pesan politik kepada konstituen yang berkonsekuensi positif dan bisa pula negatif. Kerap blunder terjadi. Pada akhirnya dapat meruntuhkan reputasi politik itu sendiri.
Kelakar Ketua Umum PDIP Megawati yang menyebut tukang bakso menjadi blunder dan tidak menguntungkan. Sejatinya apa yang Ketum PDIP sampaikan hanya diksi yang substansinya untuk menghangatkan suasana agar mencair.
“Jadi ketika saya mau punya mantu, saya sudah bilang ke anak-anak yang tiga ini. Awas lho kalau nyarinya kayak tukang bakso,” kata Mega dalam pidatonya dikutip dari channel PDIP
Suasana pun menghangat. Pernyataan Megawati tersebut itu langsung disambut gelak tawa dari Puan Maharani dan kader PDIP yang hadir.
Ketum PDIP dengan jargonnya sebagai partai wong cilik itu sangat tidak mungkin bermaksud merendahkan siapapun, lebih-lebih tukang bakso. Tetapi, kelakar Presiden ke 5 Indonesia itu sedang ada di panggung politik.
Candaan itu disambar lawan politik, dikemas sedemikian rupa lalu didistribusikan melalui beragam saluran media publik seolah menjadi kebenaran.
Begitulah dinamika politik. Kehidupan aktor politik sejatinya tidak akan pernah lepas dari perhatian publik. Dia menjadi tempat dari banyak mata berpadu dan tertuju, mulai dari kalangan kawan termasuk juga dari lawan.
Blunder Politik bisa terjadi kepada elit politik manapun, seperti juga pernah menimpa Ahok ketika menyitir salah satu ayat Alquran yang berujung membuat eksistensinya di kancah perebutan kekuasaan politik DKI menjadi kandas.
Blunder Politik salah satu indikator yang bisa berkontribusi pada kegagalan dalam pencapaian kekuasaan yang demokratis.
Oleh karena itu aktor politik mestinya menyiapkan dirinya lahir dan bathin, lalu mengisi kedua ruang itu hanya dengan sesuatu yang menjadi konsep sadar apa yang boleh dan tidak untuk dijadikan pilihan bersikap, termasuk pilihan membuat kelakar dan candaan.
Aktivitas framing sungguh sangat berkembang dan liar. Dewasa ini apapun dapat diframing sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan.
Menyiapkan konsep sadar sebelum muncul ke ruang publik menjadi penting mengurangi framing negatif dari pihak lawan.
Framing ini yang kemudian juga terjadi pada Gubernur DKI Anis Baswedan. Kegiatan malam ramah tamah Jakarta E-Prix 2022 di Balai Kota.
Keputusan mengundang para pendukung kegiatan balap mobil listrik beberapa waktu lalu, termasuk pengusaha bakso dan pelaku UMKM lainnya dikaitkan dengan viralnya pernyataan Megawati tentang kelakarnya soal tukang bakso.
Boleh saja ini adalah sebuah kejadian kebetulan. Kebetulan saja kelakar Megawati tentang soal bakso. Di sisi lain kebetulan juga Anis Baswedan mengundang dan jumpa pers yang melibatkan tukang bakso. Kebetulan-kebetulan itu boleh saja terjadi. Hanya saja kebetulan itu terjadi pada dimensi politik yang semakin dekat pada tahun politik 2024.
Panggung politik tidak lepas dari kepekaan menyampaikan sesuatu dan melihat peluang sesuatu. Dalam konteks politik Anis yang selama ini sangat rapi menjalankan konsep sadar dalam bersikap, juga piawai melihat peluang “memukul” lawan dengan kalem.
Pernyataan kelakar soal tukang bakso Megawati di forum Rakernas PDIP di Lenteng Agung dan kegiatan malam ramah tamah Jakarta E-Prix 2022 di Balai Kota Gubernur berbeda tempat, waktu, ruang dan momentum. Tak ada hubungannya menautkan dua hal yang berbeda itu. Kasat matanya begitu. Tapi tentu bukan sesederhana itu bagi para elit dan aktor.
Dari banyak kejadian sejatinya semuanya adalah pengajaran. Dari sana elit politik lainnya, termasuk para elit di daerah dapat mengambil pelajaran. Menyiapkan konsep sadar secara lahir dan bathin menjadi keniscayaan.
Menjauhkan diri dari blunder atas sesuatu sejatinya mendekatkan diri dari tujuan politik itu sendiri.
Namun tidak cukup hanya bermodalkan konsep sadar. Aktor politik mesti pula punya sensetivitas menangkap peluang dari blunder lawan politik lainnya agar ruang kecewa yang terbuka di hati pemilih dapat segera di isi dan berganti dari orang lain menjadi diri kita.
Tidak ada yang buruk dan jahat dari blunder Politik para elit. Karena seorang negarawan bukan seorang yang berpikiran sempit. Mereka punya carkawala yang luas soal memahami bangsa ini, melebihi yang kita pahami.
Ini hanya soal dinamika di ruang politik. Bukan soal dan tentang tukang bakso dengan Ketum PDIP Megawati. Bukan pula tentang dan soal tukang bakso dengan Anis Baswedan. Tapi semua ini tentang tukang bakso yang semakin untung dan cuannya bertambah.
Imbasnya, tukang bakso akan panen undangan. Ada pula yang akan borong bakso buat makan-makan. Dan itu terjadi. Tukang bakso tetap diuntungkan. Karena memang tidak ada keburukan apapun dalam viralnya dua kejadian pada dua aktor politik elit nasional itu. ***