Oleh: Kadarisman
Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong, Kalsel

Mendapatkan apa yang diharapkan dari suatu tujuan adalah kewajaran manusiawi. Ketika berjumpa kenyataan berkesesuaian dengan harapan, tentu sangat menyenangkan, sekalipun tercapainya harapan itu tak selalu ada efek manfaat buat orang lain.

Itu sebab meluaskan niat dalam harapan dan mendahulukan untuk memberi manfaat buat orang lain adalah rumus yang mesti dicoba dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam berbangsa dan bernegara.

Kemarin ketika saya putuskan untuk bepergian, doa saya, mudahan Allah mudahkan bisa meringankan urusan dan menjadi manfaat buat orang lain.

Sering kejadian ketika niatnya buat meringankan orang lain, lalu harapan mewujud dengan sendirinya. Tiba-tiba saja mudah bagi kita, tiba-tiba lancar urusannya setelah sebelumnya memudahkan orang lain.

Di bandar udara Changi, Singapore, dua orang nenek tua dan janda tua kebingungan di depan mesin x-ray. Pangkal sebabnya sang nenek hanya menyodorkan pasport tanpa boarding pass kepada petugas imigrasi.

Petugas tanya: mana boarding pass? Nenek tak tahu. Tampak bingung. Saya coba bantu sang nenek, izin buka tas kecilnya, tak ada. Lalu saya tampak di tangan sebelah kanannya, kertas putih tertutup lengang bajunya yang kepanjangan, ternyata itu boarding pas yang dicari. Urusan clear. Nenek pun lewat.

Setelah itu giliran syal saya yang hilang. Dicari-cari tak ketemu. Hilangnya saat bantu nenek cari boarding pass. Banyaknya orang sangat mungkin terbawa tak sengaja setelah melewati mesin x-ray. Karena tak nemu, saya pun berhenti mencari.

Emak yang ketika itu bersama saya, minta agar dicari lagi. Katanya supaya dapat menahan dingin di penerbangan panjang malam hari. Saya berjalan lagi, tidak mencari yang hilang, tapi mengambilkan air minum buat Emak.

Waktu boarding tiba. Semua orang bersiap untuk masuk pesawat. Tiba-tiba ada yang nyamperin, bawain syal yang tadi dicari-cari tak ketemu. Barang itu datang ketika saya tak lagi mencarinya, tapi memilih mencarikan air minum Emak.

Selalu ada harapan yang ingin digapai, tapi itu bukanlah tujuan sejati. Hal yang menjadi tujuan hakiki adalah apa yang dapat seseorang perbuat untuk dapat bermanfaat bagi orang lainnya.

Harapan adalah ujian egoisme yang menjadi tantangan bagi setiap orang. Ada kesempatan yang Allah hamparkan pada sisi kepentingannya di setiap diri untuk tetap dia bagi buat orang lain.

Allah lebih tahu apa yang terbaik buat seorang hamba menurut takaran Nya, bukan menurut harapan manusia. Meluaskan niat adalah cara membebaskan hati terhimpit kenyataan yang Allah belum taqdirkan sesuatu memenuhi harapannya. Jika harapan tak didapat, tak apa-apa. Karena keputusan Allah pasti tidak untuk menzalimi seorang hamba.

Jika kita telah dapat membuat orang lain terbantu, itulah hadiah Allah buat kita. Tak jarang kemudian orang-orang yang terbantu mengatakan: untunglah ada “malaikat” yang Allah utus buat bantu aku tadi. Diri yang berlumur dosa itu pun mereka sebut dengan begitu mulianya.

Jika kesadaran menjadikan diri sebagai rahmatan lil’alamin itu hadir dan tumbuh baik pada setiap diri, pada setiap pemimpin negeri, makmur dan sentosalah bangsa ini.

Maka jika seorang bupati, gubernur, dan presiden menjadikan jabatan yang rakyat amanahkan untuk memberikan pelayanan negara sebaik-baiknya pada rakyat, maka itulah kemerdekaan yang rakyat dambakan.

Ketika jabatan publik tidak disalah gunakan memperkaya diri dan kelompoknya sendiri, namun sebagai sarananya untuk menjadi pelayan rakyat, maka Allah akan memberikan ganjaran yang memuaskannya melampaui harapannya.

Berhenti menanam harapan untuk kaya dari jabatan yang rakyat percayakan.

Jika para pemimpin pemerintahan dan pemimpin politik meluaskan tujuannya dalam memperebutkan jabatan publik bukan untuk dirinya tapi untuk rakyatnya, maka akan mudah jalanya menuju ke sana.

Pada akhirnya tak ada pemimpin yang “kekenyangan” sendiri dan senang sendiri, sementara rakyatnya berjibaku berjuang mendapatkan pelayanan publik.

Dirgahayu Republik Indonesia!