Oleh : Kadarisman,. S.Sos,. M.AP

Koordinator Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong

Ekspresi politik warga negara dalam partisipasinya dalam hajatan politik merupakan manifestasi pendidikan politik dan kesadaran bernegara yang tidak boleh dipersulit melalui pungutan pajak.

Reklame dan sejenisnya baru akan bernilai pungut pajak jika mengarah pada tujuan komersial.

Pada pasal 60 UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, bahwa Reklame yang diselenggarakan dalam kegiatan politik sosial dan keagamaan adalah objek yang dikecualikan dari pajak.

Saya meyakini baik di Perda atau pun di Perbup tidak mungkin isinya senaif seperti apa yang dikatakan oleh Bapenda, karena itu jelas – jelas menentang aturan di atasnya, menentang UU.

Karena di UU sudah sangat jelas mengatakan dalam konteks kegiatan politik sosial dan keagamaan pajak reklame dikecualikan. Jadi partai politik dan Bacaleg tidak perlu memenuhi surat dari Bapenda, karena itu praktik bernegara yang menyalahi.

Apa – apa yang tidak tepat dalam penyelenggaran administrasi publik kita harus berikan koreksi agar kebijakan itu tidak bathil dan zalim, atau menghalang – halangi komunikasi parpol dan Bacaleg kepada konstituennya.

Bapenda, sebagai instrumen pemerintah mestinya dapat mendukung warga negara dalam mengaktualisasikan hal politiknya yang mereka lakukan komunikasi politik dalam bentuk reklame.

Jangan parpol dan caleg yang ingin berpartisipasi dalam mekanisme politik diminta bayar pajak. Coba kalau berani reklame kegiatan keagamaan juga diminta suruh bayar pajak, apa tidak ramai kita bernegara.

Jadi pesan saya, jangan menciptakan kegaduhan dalam suasana rakyat sedang menikmati hak – hak nya untuk melibatkan diri dalam politik praktis hanya karena gagal menerjemahkan regulasi. *