Pencemaran Nama Baik, Fitnah atau Menista
Oleh: Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH (Alumni UB/Dosen FH UKI Jakarta
MALANG, metro7.co.id – Mencemarkan nama baik orang lain, memfitnah atau menista adalah perbuatan pidana, sebagaimana diatur dalam delik sebagai berikut:
Menista dengan lisan diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Menista dengan Tulisan diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP.
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Menista melalui media elektronik Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal pasal tersebut di atas, mengatur tentang perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang memfitnah atau mencemarkan nama baik pihak lain. Perbuatan tersebut dilakukan dengan lisan atau berbicara di depan khalayak ramai dengan tulisan maupun dengan menggunakan media elektronik.
Bahwa, penyampaian suatu berita atau informasi tersebut adalah dimaksudkan agar dapat diketahui oleh orang lain atau khalayak ramai, sehingga orang lain mendengar, membaca, mengakses berita ataupun mengetahui maksud dari si-pembuat berita, mengakibatkan nama baik seseorang yang difitnah menjadi tercemar dan atau kehormatannya berkurang dan kepercayaan orang kepadanya berkurang.
Ada benarnya pepatah yang mengatakan bahwa “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Bahwa dalam delik tersebut, si Pemfitnah ingin merusak nama baik seseorang yang di fitnah, termasuk keluarga dan orang disekitarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).
Contoh: fitnah adalah perbuatan yang tidak terpuji. Maka dalam delik ini, si Pemfitnah harus mampu membuktikan segala ucapannya atau perkataanya, ataupun tulisan yang dia tuduhkan. Jika dia tidak mampu membuktikan fitnahan tersebut, maka dia cukup bukti telah melakukan perbuatan pidana penistaan atau fitnah terhadap orang lain.
Ucapan maupun tulisan yang bermuatan fitnah tentunya telah disadari apakah berita tersebut benar adanya atau tidak. Jika kebenaran dari berita tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya, menunjukkan adanya niat atau “mens rea” di dalam diri si penista, kemudian diwujudkan dalam perbuatan atau “Actus rea”. Melakukan tindak pidana Fitnah atau penistaan.
Langkah hukum yang dapat ditempuh oleh orang yang difitnah atau korban fitnah adalah, melaporkan perbuatan orang yang memfitnah kepada penegak hukum, untuk dilakukan proses hukum sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku.
Selain menempuh langkah hukum, tidak sedikit dari para korban fitnah yang membiarkan perbuatan pelaku fitnah dengan mengatakan “sing waras sing ngalah”. Ada juga yang berkata “ Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”.
Langkah seperti ini diambil oleh banyak orang tentu dengan perhitungan untung dan ruginya jika menempuh jalur hukum dengan maksud menghemat waktu, tenaga dan pikiran karena dalam proses penegakan hukum tentu memerlukan waktu yang tidak sedikit hingga proses persidangan di Pengadilan.