Oleh : Eka Purwanto

Maklumat Kapolri No 1/I/2021 bisa menyebabkan polisi dipolisikan. Poin 2d maklumat itu menyebutkan; masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.

Konten FPI bisa saja dijegal, namun kasus pembunuhan 6 laskar FPI tak boleh antiklimaks. Masyarakat berhak tahu kelanjutan drama pembunuhan ini. Dan itu merupakan tugas wartawan untuk mengetahui, mencari dan menyebarkan informasi itu kepada masyarakat. Tugas wartawan tak boleh terjegal lantaran adanya maklumat.

Karena itu, Maklumat Kapolri, terutama poin 2d, berpotensi melanggar pasal 4 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Ayat 2 Undang-undang itu berbunyi terhadap Pers Nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Sedang ayat 3, untuk menjamin kemerdekaan Pers Nasional, wartawan berhak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. Pelanggaran terhadap kebebasan itu diancam hukuman sebagai mana diatur dalam pasal 18 : “Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3 dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun atau denda paling tinggi Rp.500,-juta”.

Menyikapi poin 2d Maklumat itu, komunitas Pers, PWI, AJI, IJTV, Forum Pewarta Foto , Asosiasi Media Cyber, Forum Pemimpin Redaksi, didukung Dewan Pers buru-buru mengeluarkan surat protes. Intinya, komunitas wartawan meminta agar pasal 2d Maklumat Kapolri itu dicabut.

Maklumat itu bukan produk hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum. Namanya juga maklumat, sekedar pemberitahuan.- *