SMK COE dan Budaya Kerja
Oleh : Sil Joni *)
Saya pernah ‘menulis’ dua artikel pendek tentang program Center of Excellence (COE) untuk SMK Stella Maris dalam dinding akun facebook dan diterbitkan oleh media floresnews.net beberapa pekan yang lalu. Bersama SMKN 1 dan SMKN 2 Komodo, tahun ini SMK Stella Maris dianggap layak untuk menjadi SMK unggulan di Indonesia. Untuk itu, Kementrian Pendidikan merancang program khusus agar cita-cita menjadi sekolah unggulan itu segera terwujud.
Program ini lebih menekankan SMK sebagai ‘lembaga yang produktif, kreatif, dan inovatif’. Kolaborasi positif dengan pihak dunia usaha dan industri, (DUDI) menjadi opsi fundamental yang mesti diterapkan secara konsisten. Sebelumnya, utusan dari kementrian datang ke SMK Stella Maris untuk mendampingi dan membantu para guru di bidang perhotelan bagaimana semestinya ‘membangun kerja sama’ dengan pihak DUDI itu.
Upaya ‘pelibatan pihak DUDI’ dalam program ini dimulai dengan ‘penyelarasan konten kurikulum SMK dengan aktivitas produktif’ di dunia kerja. Para guru SMK diberi kesempatan untuk ‘menimba ilmu’ di perusahaan melalui progaram magang dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, para pelaku usaha juga akan diberi ruang untuk menjadi ‘staf pengajar’ part time di SMK.
Tetapi, sebelum semua detail program itu dijabarkan, terlebih dahulu pihak SMK merancang dan menyiapkan sejumlah dokumen penting. Tahap persiapan untuk melaksanakan program SMK sebagai pusat keunggulan itu, sudah memasuki ‘babak final’ saat ini. Artinya, dari sisi kelengkapan administrasi-teknis dan pelbagai ‘modal dasar’ untuk melaksanakan program itu, sudah hampir rampung.
Hari ini, Sabtu (12/12/2020) utusan dari Kementrian, pak Maman Sudrajat kembali ‘berada’ di SMK Stella Maris untuk ‘mempresentasikan’ tentang budaya kerja sebagai ‘penopang’ keberhasilan pelaksanaan COE itu. Keberhasilan program SMK sebagai ‘center of Excellence’ (COE) itu, tentu berkorelasi dengan ‘ethos kerja’. Jika elemen ‘kultur kerja’ ini, tidak diperhatikan secara serius, maka rasanya agak sulit kita merasakan ‘dampak positif’ dari keberadaan program COE tersebut.
Budaya kerja ini sangat penting sebab tujuan utama program COE adalah SMK mesti mampu ‘mencetak’ lulusan (output) yang unggul, berkompeten, dan berintegritas. Jadi, sasaran final dari program ini adalah mutu pendidikan di SMK semakin ‘terdongkrak’. Oleh sebab itu, semua anggota komunitas SMK, mulai dari Kepala Sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan para siswa ‘mesti menghidupkan’ kultur kerja yang baik.
Budaya kerja tidak identik dengan ‘kepatuhan’ kepada seperangkat regulasi formal. Budaya kerja itu juga tidak bisa direduksi hanya sebatas ‘rutinitas’ yang monoton setiap hari. Yang dimaksudkan dengan budaya kerja adalah ‘spirit pelaksanaan’ pola kerja sesuai dengan standar tertentu. Kita bisa menerapkan ‘habitus kerja’ itu melaui keteladanan, latihan (praktik), dan pembiasaan.
Untuk konteks lembaga pendidikan formal umumnya dan SMK khususnya, budaya kerja itu terbentuk lewat membangun tim kerja yang solid, pembinaan kedisiplinan, pembinaan ketarunaan, pembinaan kerohanian, pengembangan bakat (minat) dan pembentukan karakter serta membuat semacam ‘kontrak kerja’.
Keberhasilan dan pematangan seorang ‘anak didik’, tentu tidak muncul secara tiba-tiba. Perkembangan mutu diri siswa merupakan buah dari ‘komitmen’ dan keseriusan kita melaksanakan budaya kerja sesuai dengan standar sekolah sebagai ‘pusat keunggulan’. Karena itu, para guru menjadi aktor kunci agar budaya kerja itu bisa menular ke para anak didik sehingga apa yang diidealkan bisa terlaksana.
*) Penulis adalah staf pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo.