Kotabaru — Analisis dampak lingkungan (Amdal) dua perusahaan tambang batubara, PT Metalindo Bumi Raya (MBR) dan PT Karbon Mahakam (KM), yang beroperasi di Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru dinilai asal-asalan.
Hal itu diungkapkan oleh Ardiansyah, salah seorang anggota tim pemerhati permasalahan yang diketuai oleh Usman Pahero. Menurutnya, berdasarkan Peraturan  Menteri Negara Lingkungan HIdup  No 15 Tahun 2010 tentang persyaratan dan tata cara lisensi Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, mengharuskan adanya lisensi komisi penilai Amdal. Keanggotaan komisi penilai minimal mencakup tenaga ahli di bidang biogiofisik-kimia, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, perencanaan pembangunan wilayah dan lingkungan hidup.
Sementara kondisi di lapangan masih banyak permasalahan yang kontradiktif dengan ketentuan Amdal. Yakni pengrusakan rona awal cagar alam 103 dengan penutupan sungai yang praktis mengganggu aktivitas warga sekitar, serta masih terdapat beberapa persoalan pembebasan tanah yang belum terselesaikan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai telaahan Tim Komisi Amdal yang telah di bentuk oleh instansi berwenang. Apalagi dengan adanya keharusan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi lingkungan hidup.
Secara terpisah anggota Komisi II DPRD Kotabaru, HM Alkahfi, mempertanyakan kompetensi komisi Amdal. Ia juga menegaskan perlunya peninjauan ulang tentang Amdal PT MBR dan PT KM. “Dalam penerbitan Amdal tidak semata hanya masalah lingkungan hidup saja yang menjadi perhatian, melainkan di sana yang terpenting adalah aspek sosial kemasyarakatan, perekonomian masyarakat, budaya dan pendidikan. Pemindahan aset dan implikasi terhadap lingkungan dan sosial masyarakat, serta dampak setelah perpindahan dilakukan,” katanya. (Metro7/Andi)