KOTABARU – Peran petani gogo ( Pehumaan-tadah hujan-red ), dalam peningkatan ketahanan pangan di Kotabaru cukup tinggi, berdasarkan hasil panen pertahunnya dapat mencapai 40 hingga 60 ton padi.
Di akui oleh salah seorang petani gogo, huma, Kamaruddin yang menggarap pehumaan di  wilayah Batu Ladung, kecamatan Pulau Laut Barat, pekan lalu bahwa, petani padi gogo di kabupaten Kotabaru, nampaknya belum memperoleh perhatian khusus dari pemerintah sebagaimana layaknya para petani sawah.
Jika dilihat berbagai bantuan alat mesin pertanian ( alsintan ), dewasa ini di fokuskan bantuannya kepada petani sawah, padahal, petani humapun membutuhkan alat mesin pertanian seperti hand traktor dan lain lainnya.
“Selain itu, kami terkendala dengan pemupukan . Terkadang kami kewalahan mencari pupuk bersubsidi, karena persediaan pemerintah, atau memang jatah kotabaru sangat sedikit. Sedangkan untuk pemupukan lahan pehumaan , idealnya 150 kg/ha. Dan jenis pupuk yang biasa terpakai adalah pupuk TSP, atau pupupk KCL “. Jelas Kamaruddin.
Disampaikan oleh kepala Dinas Pertanian Kotabaru, Ir. khairuddin beberapa waktu lalu bahwa, jatah pupuk yang diperoleh Kotabaru, memang di tentukan oleh pusat, melalui pemerintah Provensi.
Berdasarkan laporan dari kelompok tani, 355 rencana definitif kebutuhan kelompok ( RDKK ). Sementara jumlah kebutuhan bersubsidi untuk satu tahun, sebesar, 7.929 ton, dari berbagai jenis pupuk. Yakni, Pupuk Urea sebanyak 3.045 ton, SP -36, sebanyak 1.620 ton, ZA, sebanyak 433 ton, NPK, 2.704 ton, dan pupuk organik 127 ton.
Sedangkan jatah oleh pemerintah melalui Propinsi, sebesar hanya 4.820 ton. Dengan jenis pupuk. UREA 2000 ton, SP-36, 390 ton, ZA, 70 ton, NPK, 2.140 ton, dan organik sebanyak 220 ton. Padahal kelompok tani yang tercatat mengajukan RDKK baru mencapai 50% dari jumlah kelompok tani yang ada di Kotabaru. Belum termasuk petani Huma, atau petani padi gogo .
jadi, jika di cukupkan kebutuhan pupuk untuk 100% , tonase pupuk yang di butuhkan mencapai, 15.858 ton. sedangkan jatah pupuk yang diperoleh sekarang, hanya berkisar 4. 820 ton. Jadi kalau dikatakan petani Kotabaru kekurangan pupuk bersubsidi. Memang kenyataannya demikian. “Karena usulannya tidak dari bawah, melainkan ditentukan oleh Pusat melalui Provinsi “ jelas Kamaruddin.
Sementara harga pupuk non subsidi dipasaran cukup tinggi jika dibandingkan dengan harga bersubsidinya. Yakni rata-rata mencapai 3 kali lipat peningkatannya, bahkan lebih. Seperti pupuk UREA yang harga subsidinya hanya Rp. 1800/kg, pada harga non subsidi, Rp. 5 200/kg. demikian juga pupuk SP-36 yang harga Subsidinya hanya Rp. 2000/kg, dengan harga non subsidi, sebesar Rp. 6800/kg. ZA, Rp. 1400/kg, non subsidi, Rp. 3600. Smentara jatah petani hanya berkisar 50kg/jenis pupuk, dan pupuk organik yang hanya 40 kg/petani. (Metro7/ Andi)